tag:blogger.com,1999:blog-20771998748575286712024-03-21T05:50:59.562-07:00PTKUnknownnoreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-65827328800473055852011-01-09T07:11:00.000-08:002011-01-09T07:12:19.434-08:00PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REFLEKTIF PENELITIAN TINDAKAN KELASA. PENDAHULUAN <br />Dinamika kehidupan masyarakat di era globalisasi abad 21 menuntut sumber daya<br />manusia yang berkualitas dan profesional, serta memiliki kompetensi di pelbagai bidang<br />kehidupan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana<br />belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi<br />dirinya (Sisdiknas, 2003). Dengan demikian, pendidikan yang bermutu diharapkan dapat<br />mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang dituntut masyarakat<br />pada abad 21.<br /> Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan, adanya tuntutan terhadap mutu<br />pendidikan SD yang sampai saat ini masih memprihatinkan; isu permasalahan mutu guru<br />SD berkenaan dengan motivasi, kualifikasi pendidikan, dan kompetensi; mutu LPTK baik<br />dari aspek masukan, proses maupun produk lulusannya. Peraturan pemerintah no.19<br />tahun 2005 memsyaratkan kualifikasi akademis pendidikan guru SD minimum D-4 atau<br />S-1, dan memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial.<br />Berdasarkan itu, maka program S1-PGSD sebagai LPTK yang berkewajiban<br />mempersiapkan guru SD, perlu mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran yang<br />dapat membekali mahasiswanya dengan kemampuan-kemampuan agar dapat<br />melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional di SD. <br />Pengembangan model pembelajaran pada pendidikan guru didasari oleh<br />kecenderungan penelitian pendidikan guru (Pintrich, P.R, 1990). yang berupaya<br />mempertemukan model mengajar guru dengan model belajar siswa (social-cognitive<br />perspectives), menekankan guru sebagai pelajar dan peneliti (teacher as learner and<br />reseacher). Kemampuan reflektif diasumsikan dapat membekali mahasiswa program S1-<br />PGSD dalam melaksanakan tugas mengajar di SD dengan segala tuntutan dan<br />perubahannya. Asumsi ini didasarkan pada pandangan Ginsberg & Cliff dalam<br />tulisannya di Handbook of Research on Teacher Education (1990:454-455), Dunkin, MJ <br />& Biddle, B.J (1936) dan LaBoskey (1993) yang mengungkapkan bahwa mengajar<br />merupakan praktek reflektif, dan perlunya calon guru terlebih dulu belajar bagaimana<br />caranya belajar melalui pengalaman, dengan cara merenungkan dan merekonstruksikan<br />struktur kognisinya. <br />Pada standar kompetensi guru kelas (SKGK) SD/MI S1-PGSD, unsur reflektif <br />tersurat pada rumpun kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan tersirat pada<br />rumpun kompetensi sosial sebagai dampak pengiring pembelajaran. Kemampuan reflektif<br />memungkinkan mahasiswa sebagai guru SD merefleksikan pengalaman mengajarnya dan<br />mengambil hikmah, sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan<br />mutu pembelajaran selanjutnya dan pendidikan SD.<br /><br />Permasalahan<br />Sebelum merumuskan masalah penelitian, perlu diperhatikan fokus pengembangan<br />yaitu model pembelajaran. Pembelajaran terdiri dari komponen-komponen pembelajaran<br />sebagai suatu sistem yang terkait satu dengan lainnya. Komponen dalam pengembangan<br />model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa S1-PGSD <br />disajikan dalam bagan sebagai berikut . <br /><br /> . <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Komponen Pembelajaran sebagai Sistem<br />Instrumental Input<br />- Kebijakan pend. Guru (SD)<br />- Program dan kurikulum<br />- Personil: kaprodi, dosen, TU<br />Raw Input<br />Mahasiswa <br />S1-PGSD<br /><br />PROSES<br />PEMBELAJARAN<br />Output<br />Kemp. reflektif mhs<br />meningkat<br />Enviromental Input<br />Tuntutan masyarakat dan perkem-<br />bangan Ipteks abad 21 terhadap<br />guru SD <br />2<br /> <br />3<br /><br />Proses pembelajaran mahasiswa program S1-PGSD (raw input) menjadi<br />mahasiswa yang sekaligus bekerja sebagai guru SD meningkat kemampuan reflektifnya<br />(output), dipengaruhi oleh masukan lingkungan (enviromental input) dan masukan<br />sarana/instrumental (instrumental input). Masukan lingkungan yang perlu<br />dipertimbangkan adalah tuntutan masyarakat dan perkembangan Ipteks abad 21 terhadap<br />guru SD. Masukan sarana/instrumental yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah<br />strategi kebijakan pendidikan guru, program dan kurikulum, personil (ketua program<br />studi, dosen, tata usaha), dan sarana prasarana yang menunjang.<br />Dengan memperhatikan latar belakang masalah dan pembelajaran sebagai suatu<br />sistem, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah model pembelajaran<br />seperti apa yang tepat untuk meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa program S1-<br />PGSD. Secara spesifik difokuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:<br />1. Bagaimana kondisi pembelajaran/perkuliahan, termasuk faktor pendukung dan<br />penghambat pembelajaran di program S1-PGSD (saat survei awal, September 2004)?<br />2. Bagaimana model desain pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan<br />reflektif mahasiswa program S1-PGSD ?<br />3. Bagaimana implementasi model pembelajaran tersebut pada mata kuliah Penelitian<br />Tindakan Kelas di program S1-PGSD?<br />4. Bagaimana dampak penggunaan model pembelajaran tersebut terhadap kemampuan<br />reflektif mahasiswa program S1-PGSD?<br />5. Apa karakteristik, keunggulan dan keterbatasan model pembelajaran yang<br />dikembangkan?<br /><br />Tujuan Penelitian<br />Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu model<br />pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa program S1-<br />PGSD pada mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas. Secara khusus, bertujuan untuk: <br />1. Mengidentifikasikan kondisi pembelajaran/perkuliahan program S1-PGSD pada saat<br />survei awal, September 2004.<br />2. Menemukan model desain pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan<br />reflektif mahasiswa program S1-PGSD.<br />3. Mengetahui implementasi model pembelajaran tersebut pada mata kuliah Penelitian<br />Tindakan Kelas. <br />4<br /><br />4. Mendapatkan data perbedaan kemampuan reflektif mahasiswa sebelum dan sesudah<br />menggunakan model pembelajaran<br />5. Mengidentifikasikan karakteristik, keunggulan dan keterbatasan model pembelajaran<br />yang dikembangkan.<br /><br />Manfaat Penelitian<br /> Dengan dihasilkannya model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan<br />reflektif mahasiswa program S1-PGSD, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat<br />secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, diharapkan dapat menghasilkan prinsip-<br />prinsip dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa<br />program S1-PGSD, sehingga dapat memperkaya teori mengenai model pembelajaran<br />yang telah ada. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai<br />masukan bagi: <br />1. Program studi S1-PGSD dalam menyelenggarakan pendidikan persiapan (pre-service)<br />yang mempersiapkan mahasiswanya lebih bermutu dan profesional dalam<br />menjalankan tugasnya sebagai guru SD. <br />2. Tenaga pengajar (dosen) program S1-PGSD khususnya yang mengampu mata kuliah<br />Penelitian Tindakan Kelas dalam mengembangkan dan mengimple-mentasikan model<br />pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswanya.<br />3. Mahasiswa program S1-PGSD menjadi lebih dipersiapkan dengan kemampuan<br />reflektif dalam melaksanakan tugas secara profesional dan memiliki kompetensi<br />dalam menghadapi masalah dan meningkatkan mutu pembelajaran di SD. <br />4. Peneliti lain yang tertarik untuk menambah wawasan dan pengetahuannya dalam<br />mengembangkan model pembelajaran, khususnya model pembelajaran untuk<br />meningkatkan kemampuan reflektif pada pendidikan guru SD.<br /> <br />5<br /><br />B. KAJIAN TEORI<br />Kajian teori yang mendasari dan relevan dengan penelitian ini mengenai<br />pengembangan model pembelajaran (konsep dasar pembelajaran, macam model<br />pembelajaran, pengembangan model pembelajaran), dan kemampuan reflektif (berfikir<br />dan sikap reflektif). Selain itu juga dikaji mengenai strategi kebijakan dan kompetensi<br />guru SD), dan konsep dasar PTK. Namun pada makalah ini, kajian teori ditekankan pada <br />pengembangan model pembelajaran dan kemampuan reflektif. <br /><br />Pengembangan Model Pembelajaran <br />Menurut Oliva (1992:413), “models of teaching are strategies based on theories<br />(and often the research) of educators, psychologist, philosophers, and others who question<br />how individual learn”. Hal ini berarti setiap model mengajar atau pembelajaran harus<br />mengandung suatu rasional yang didasarkan pada teori, berisi serangkaian langkah strategi<br />yang dilakukan guru maupun siswa, didukung dengan sistem penunjang atau fasilitas<br />pembelajaran, dan metode untuk mengevaluasi kemajuan belajar siswa. <br />Terdapat beberapa model mengajar/pembelajaran antara lain model pemrosesan<br />informasi, kelompok personal, kelompok sosial, dan kelompok perilaku (Joice & Weil,<br />1986); model pembelajaran kompetensi, pembelajaran kontekstual, pembelajaran mencari<br />dan bermakna, pembelajaran berbasis pengalaman, pembelajaran terpadu, dan<br />pembelajaran kooperatif. (Sukmadinata, 2004); model pendidikan guru berbasis akademik,<br />performansi, kompetensi, lapangan, pelatihan, pengajaran mikro, internship, jarak jauh, dll. <br />Sebelum membahas proses pengembangan suatu model pembelajaran, perlu<br />dibahas mengenai pengertian dan prinsip pembelajaran, konsep pembelajaran abad 21<br />yang didasarkan pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, learning to be,<br />dan learning to live together, belajar sepanjang hayat pada pelajar orang dewasa,<br />pembelajaran bagaimana caranya belajar (learning how to learn), dan pembelajaran<br />berfikir (teaching for thinking).<br />Proses sistematik dalam mengembangkan pembelajaran pada umumnya disajikan<br />dalam bentuk model pembelajaran. Dalam pengembangan model pembelajaran,<br />Sukmadinata (2004) mengemukakan mengenai dasar pemilihan pembelajaran (pendekatan,<br />model ataupun prosedur dan metode pembelajaran) yaitu: tujuan pembelajaran,<br />karakteristik mata pelajaran, kemampuan siswa dan guru. <br />6<br /><br />Pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif<br />mahasiswa S1-PGSD didasarkan pada pembelajaran sebagai sistem, yang<br />mempertimbangkan komponena raw input (mahasiswa S1- PGSD sebagai pelajar orang<br />dewasa dan guru SD yang memiliki pengalaman mengajar), enviiromental input (tuntutan<br />lingkungan masyarakat dan perkembangan ipteks terhadap guru dan mahasiswa S1-<br />PGSD), instrumental input (kebijakan pendidikan guru), kemudian merancang/desain dan<br />implementasi proses pembelajaran (process), sehingga dihasilakan lulusan yang memiliki<br />kemampuan reflektif (output). <br /><br />Kemampuan Reflektif<br />Kemampuan reflektif sebagai hasil atau output dari pembelajaran yang<br />dikembangkan pada penelitian ini. didasarkan pada konsep reflektif dari John Dewey<br />berkenaan dengan kemampuan berfikir reflektif dan bersikap reflektif. <br />Kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu: (1) recognize or<br />felt difficulty/problem, merasakan dan mengidentifikasikan masalah; (2) location and<br />definition of the problem, membatasi dan merumuskan masalah; (3) suggestion of posible<br />solution, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah; (4)<br />rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan<br />cara mengumpulkan data yang dibutuhkan; (5) test and formation of conclusion,<br />melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai<br />bahan pertimbangan membuat kesimpulan.<br />Sikap reflektif yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berfikir reflektif,<br />dikembangkan berdasarkan konsep awal dari Dewey yang telah diperluas dan<br />diaplikasikan oleh beberapa praktisi di bidang pendidikan guru. Dalam artikel jurnal<br />Teaching and Teacher Education (vol.12.no.1, Januari 1996), Helen L. Harrington cs<br />mengemukakan dan mengembangkan tiga komponen sikap reflektif yaitu: (1)<br />openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam<br />pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada guru, siswa, dan inklusif; (2) <br />responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional<br />berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja, siswa dan guru, serta siswa,<br />guru dan orang lainnya; (3) wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan<br />melaksanakan tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan<br />proses interaktif yang kompleks. <br />7<br /><br />Model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif dikembangkan<br />berdasarkan pendekatan filosofis konstruktivisme dan psikologi kognitif. Konstruktivisme<br />dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran<br />yang didasarkan pada pengalaman (experience is the only basis for knowledge and<br />wisdom), yang kemudian direorganisasi dan direkonstruksikan. Materi pelajaran harus <br />memungkinkan siswa belajar bagaimana caranya belajar (learning how to learn) dalam<br />bentuk studi kasus atau masalah yang perlu dan bermanfaat untuk dicari jalan ke luarnya<br />(problem solving learning) melalui proses inkuiri diskoveri. Proses pembelajaran berpusat<br />pada siswa dan keaktifan siswa, guru berperan sebagai fasilitator/mediator dan motivator<br />yang menstimuli siswa untuk belajar sesuatu yang bermakna melalui pemahaman (insight).<br />Penilaian dilakukan selama dan akhir proses pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana<br />siswa. membangun suatu pengetahuan atau konsep. <br />Dalam penelitian ini, model pembelajaran reflektif dikembangkan berdasarkan<br />konsep Zeichner dan Liston (1996) berkenaan dengan konsep “critical reflection” yang<br />terdiri dari tiga tahap/tingkat reflektif yaitu (1) technical level, refleksi dilakukan pada<br />efisiensi aplikasi pengetahuan dalam bentuk cara atau teknik dalam mencapai tujuan<br />pembelajaran yang telah ditetapkan; (2) contextual level, refleksi dilakukan untuk<br />menemukan keterkaitan antara situasi problematik dengan tindakan yang dilakukan<br />melalui aplikasi teori sesuai dengan konteksnya; (3) critical level, refleksi dilakukan<br />berdasarkan pertimbangan kritis, dan nilai-nilai moral/etis.<br /><br />Selain kedua kajian teori utamaa tersebut, disajikan pula secara singkat tentang <br />strategi kebijakan pendidikan guru SD didasarkan pada fakta bahwa kondisi objektif<br />jumlah dan sebaran guru SD di Indonesia sangat kompleks dengan latar belakang<br />pendidikan dan sosial budaya yang beragam. PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar<br />Nasional Pendidikan, dan Undang-undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,<br />mensyaratkan kualifikasi pendidikan minimal guru SD ditetapkan sekurangnya sarjana<br />(S1) atau D4, dan telah mendapat sertifikat pendidik sebagai guru SD melalui pendidikan<br />profesi. Hal ini membawa implikasi besar dalam pengadaan guru SD. Ditjen Dikti<br />mengembangkan minimal dua jenis program S1-PGSD yaitu pendidikan pra-jabatan guru<br />terintegrasi, dan program sertifikasi bagi guru SD yang sudah berkualifikasi S1 agar dapat<br />menguasai kompetensi profesional guru kelas SD melalui uji kompetensi. <br />8<br /><br />Kompetensi guru seperti yang dikemukan pada PP No.19 tahun 2005 meliputi<br />empat kompetensi yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi<br />profesional, dan kompetensi sosial. Selanjutnya secara lebih spesifik, standar kompetensi<br />guru kelas (SKGK) SD/MI lulusan S1 PGSD ( 2006) terdiri atas empat rumpun<br />kompetensi yaitu: <br />1. Kemampuan memahami peserta didik secara mendalam<br />Meliputi pemahaman secara mendalam tentang karakteristik intelektual, sosial, emosional,<br />dan fisik, serta latar belakang peserta didik sebagai landasan bagi guru atau calon guru<br />agar mampu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.<br />2. Kemampuan menguasai bidang studi<br />Meliputi penguasaan substansi dan metodologi bidang ilmu (disciplinary content<br />knowledge) yang bersangkutan, serta kemampuan memilih dan mengemas bidang ilmu<br />tersebut menjadi bahan ajar sesuai dengan konteks kurikulum dan kebutuhan pesera didi<br />(pedagogical content knowledge).<br />3. Kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik<br />Meliputi kemampuan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, kemampuan<br />mengases (menilai) proses dan hasil pembelajaran, serta kemampuan menindaklanjuti<br />hasil asesmen untuk perbaikan pembelajaran secara berkelanjutan.<br />4. Mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan<br />Menekankan kemampuan guru dalam memanfaatkan setiap peluang untuk belajar<br />meningkatkan profesionalitas sehingga pembelajaran yang dikelolanya selalu<br />mengedepankan kemaslahatan peserta didik.<br />Standar kompetensi guru ini diperlukan sebagai landasan dan pedoman uji<br />kompetensi. Berkaitan dengan penelitian ini, maka kemampuan reflektif merupakan salah<br />satu bentuk kompetensi yang perlu dikuasai oleh guru SD dalam menjalankan tugas<br />secara profesional menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang demikan<br />pesat di era globalisasi abad 21. Dalam Standar Kompetensi Guru Kelas SD/MI lulusan<br />S1-PGSD (Depdiknas, 2005), kemampuan reflektif termasuk dalam rumpun kompetensi<br />pedagogik (merancang, melaksanakan dan menilai proses dan hasil pembelajaran),<br />kompetensi kepribadian (mengkaji strategi berfikir reflektif dalam memecahkan<br />permasalahan yang dihadapi), kompetensi profesional (mampu menilai dan memperbaiki<br />pembel-ajaran melalui penelitian tindakan kelas). Juga secara implisit termasuk <br />9<br /><br />kompetensi sosial sebagai dampak pengiring melakukan refleksi dengan bantuan teman<br />secara kolaboratif atas pembelajaran yang dilaksanakannya. <br />Dengan adanya unsur kemampuan reflektif pada keempat rumpun kompetensi<br />guru kelas SD/MI lulusan S1-PGSD, maka dapat disimpulkan kemampuan reflektif<br />merupakan salah satu kemampuan esensial dalam pembinaan kompetensi dan profesional<br />guru. Dengan meningkatnya kemampuan reflektif, mahasiswa S1 sebagai guru SD dapat<br />mengembangkan diri pribadi dan karir profesionalnya. Hal ini dikarenakan pada<br />hakekatnya mengajar merupakan praktek reflektif (Ginsburg and Clift, 1990:454-455)<br />ataupun refleksi belajar (Dunkin & Biddle, 1974: 21-24), dan perlunya calon guru<br />terlebih dulu belajar dari pengalaman. (LaBoskey,1993). Kemampuan reflektif<br />memungkinkan guru SD merefleksikan pengalaman mengajarnya dan mengambil hikmah<br />atau belajar dari pengalaman, sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki dan<br />meningkatkan mutu dalam melaksanakan tugas sebagai guru secara profesional.<br /><br />Demikian pula kajian teori berkenaan dengan matakuliah Penelitian Tindakan Kelas<br />(PTK) membahas mengenai konsep dasar PTK dan proposal PTK. Berdasarkan beberapa<br />definisi PTK (McNiff dalam Sukidin, 2002:14) dan Mills (2000:6) disimpulkan penelitian<br />tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang bersifat reflektif, dilakukan oleh guru untuk<br />meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan yang dilakukannya itu, serta untuk<br />memperbaiki atau meningkatkan kondisi praktek pembelajaran di kelasnya. <br />Adapun prinsip PTK antara lain: PTK tidak berdampak mengganggu komitmen guru<br />sebagai pengajar, pelaksanaan PTK tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru<br />sehingga dapat mengganggu proses pembelajaran, metodologi yang digunakan harus cukup<br />reliabel sehingga dapat dipertanggungjawabkan, masalah PTK merupakan hal yang cukup<br />merisaukan guru untuk diatasi melalui tindakan perbaikan sebagai bentuk tanggung jawab<br />profesional, dan dalam pelaksanaan guru mengikuti prosedur etika penelitian.<br />Salah satu model PTK yang dikembangkan di Indonesia adalah modifikasi model<br />sistem spiral refleksi diri dari Kemmis dan Taggart yang terdiri dari: <br />1. Rencana (plan): analisis masalah dan strategi perencanaan<br />2. Kegiatan (action): implementasi strategi yang direncanakan<br />3. Pengamatan (observation): deskripsi kegiatan dengan menggunakan teknik tertentu<br />4. Refleksi (reflection): evaluasi proses dan hasil sebagai masukan bagi siklus selanjutnya. <br />10<br /><br />Selanjutnya, proposal PTK sebagai usulan penelitian pada dasarnya memiliki unsur<br />atau komponen sebagai berikut: judul penelitian,ang ilmu, pendahuluan, perumusan masalah,<br />tinjauan pustaka, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, metode penelitian, jadwal<br />pelaksanaan, sertta lampiran yang diperlukan dan relevan.<br /><br />Dengan deskripsi kajian teori ini, maka dapat disimpulkan bahwa kajian teori utama<br />mengenai pengembangan model pembelajaran dan kemampuan reflektif menjadi dasar dan<br />acuan dalam mengembangkan model pembelajaran dan mengembangkan instrumen<br />kemampuan reflektif (berfikir dan sikap reflektif). Selanjutnya kajian teori dan data<br />mengenai strategi kebijakan pendidikan guru (SD) dan penelitian tindakan kelas<br />melatarbelakangi secara kontekstual di mana model pembelajaran untuk meningkatkan<br />kemampuan reflektif tersebut dikembangkan. <br /><br />C. METODE PENELITIAN <br />Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan<br />pengembangan (research and development), yang terdiri dari tiga langkah yaitu studi<br />pendahuluan, perencanaan dan pengembangan, serta validasi model pembelajaran. Secara<br />visual dapat dilihat pada gambar berikut. <br /><br />11<br /> <br />12<br /><br />Pada pembahasan metode penelitian disajikan pula mengenai subjek dan lokasi<br />penelitian, serta pengembangan instrumen, teknik pengumpulan dan analisis data. <br /><br />Tabel 1. Lokasi dan subjek penelitian: <br /><br />No Program S1-PGSD Dsn Mhs.<br />tdft diolh<br />Kls<br />PTK<br />Ujicb<br />Trbts<br />Ujicb<br />Luas<br />UjiVld<br />eks-ktr<br />1. Kampus Cibiru 2 32 28 1 V <br />2. Kampus Purwakarta 2 60 46 2 V - V <br />3. Kampus Serang 2 61 49 2 V - V<br />4. Kampus Tasikmalaya 2 82 68 3 V V - V<br />5. Univ.Negeri Jakarta 2 43 26 2 V - V<br />6. Atma Jaya Jakarta 1 23 11 1 V <br /> Jumlah 10 301 226 10 1 2 4 - 4<br /><br />Pemilihan lokasi untuk ujicoba terbatas, ujicoba luas dan uji validasi didasarkan<br />pada data jumlah kelas rombongan belajar, serta kesiapan dosen yang menjadi mitra<br />kolaborasi dalam penelitian dan pengembangan ini. S1-PGSD UPI kampus Sumedang<br />tidak digunakan karena berdasarkan hasil survei awal, S1-PGSD di sana bukan terutama<br />menyiapkan guru kelas SD tetapi guru olahraga SD,<br />Pengembangan instrumen kemampuan reflektif: diawali dengan penyusunan kisi-<br />kisi yang memperhatikan tujuan pembelajaran, indikator, kemudian mengembangkan soal<br />dan pernyataan. Setelah itu dilakukan ujicoba pertama, validasi ahli, dan ujicoba kedua,<br />akhirnya ditetapkan soal tes berpikir (5 soal), dan skala sikap reflektif (40 pernyataan)<br />yang valid dan reliabel. <br />Teknik dan alat pengumpulan data: penelusuran dokumen untuk mendapatkan<br />data akurat mengenai kondisi PGSD; wawancara dengan pimpinanatau ketua program<br />studi, kuesioner kepada dosen dan mahasiswa mengenai proses pembelajaran, observasi<br />pelaksanaan/implementasi pembelajaran dan pengembangan model pembelajaran; tes<br />esei dan skala sikap untuk mengetahui kemampuan berfikir dan sikap reflektif<br />mahasiswa. .Analisis data dsesuaikan dengan data yang dikumpulkan, ada yang dianalisis<br />secara deskriptif kualitatif, dan ada juga yang dianalisis secara kuantitatif menggunakan<br />statistik non-parametrik (analisis Wilcoxon Signed ranks test dan Mann Whitney test) <br />13<br /><br />D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN <br />Hasil penelitian berupa deskripsi dan interpretasi dikelompokan berdasarkan<br />tahapan dalam penelitian pengembangan yaitu: (1) hasil studi pendahuluan, (2)<br />perencana mempersiapkan format pan dan pengembangan model pembelajaran, serta (3)<br />validasi model pembelajaran. Diakhiri dengan rangkuman mengenai pengembangan<br />model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa S1-PGSD<br />pada matakuliah PTK dalam bentuk bagan/gambar.<br /><br /> 1. Studi Pendahuluan<br /> Hasil studi pendahuluan terdiri dari dua bagian yaitu: (1) hasil survei awal<br />sebagai studi lapangan/empiris, dan (2) konsep awal desain model pembelajaran <br />sebagai hasil studi literatur yang dikaitkan dengan hasil survei awal.<br /> <br />a. Kondisi pembelajaran program S1-PGSD (saat survei awal)<br /> Survei awal bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi pembelajaran termasuk<br />faktor pendukung dan penghambat di 8 program S1-PGSD yang menjadi lokasi dan<br />populasi dalam penelitian ini. Dilakukan secara efektif selama bulan September 2004,<br />dan hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut. <br />- Data umum: deskripsi mengenai latar belakang, visi, misi dan tujuan S1-PGSD,<br />keadaan dosen dan mahasiswa, kurikulum dan pembelajaran, kendala dan upaya<br />meningkatkan mutu pembelajaran.<br />- Dosen cukup banyak jumlahnya, namun tidak semua dosen dapat bekerja secara penuh<br />karena mengajar di tempat lain atau studi lanjut. Dosen berpendapat, pembelajaran dan<br />kemampuan reflektif bermanfaat dan dibutuhkan oleh mahasiswa S1-PGSD.<br />- Mahasiswa berasal dari program D2-PGSD, sudah dewasa, guru SD, punya<br />pengalaman mengajar. Mahasiswa berpendapat, pembelajaran di S1-PGSD<br />bermanfaat, namun tidak semua dosen membahas hasil ujian atau tugas yang<br />diberikan. Maha-siswa belum terbiasa menilai kegiatan belajarnya sendiri.<br />- Berdasarkan kondisi pembelajaran, khususnya penelusuran dokumen mengenai<br />kurikulum, wawancara dengan ketua program, dosen, dan konsultasi dengan<br />pembimbing, maka dipilih mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), serta<br />ditetapkannya kelas ujicoba terbatas dan luas, maupun validasi dalam pengembangan<br />model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa. <br /><br />b. Konsep awal model pembelajaran <br /> Konsep awal model pembelajaran dikembangkan berdasarkan; (1) komponen<br />pembelajaran sebagai system, (2) kajian teori mengenai kemampuan berfikir dan sikap<br />reflektif, dan (3) kondisi pembelajaran hasil survei awal. Adapun konsep awal model<br />pembelajaran disajikan dalam gambar berikut ini.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br />Gambar 2. Konsep Awal Model Pembelajaran<br /> <br /> Konsep awal model pembelajaran tersebut dapat diterapkan dalam konteks<br />pembelajaran yang nyata, apabila dijabarkan lebih lanjut melalui penyusunan desain<br />pembelajaran (SAP), yang terdiri dari tujuan, pokok materi, prosedur, sumber dan<br />media, serta evaluasi pembelajaran. Implementasi pembelajaran difokuskan pada tiga<br />tahap pembelajaran yakni: (1) tahap reflektif teknikal, menggunakan berbagai<br />teknik/metode untuk memahami materi yang dipelajari; (2) tahap reflektif kontekstual,<br />mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi lain atau pengalaman; (3) tahap<br />reflektif kritikal, menganalisis secara kritis materi/masalah yang didiskusikan. Evaluasi<br />proses pembelajaran dan hasil belajar kemampuan reflektif, serta tindak lanjut untuk<br />perbaikan pembelajaran selanjutnya.<br />Instrumental Input<br />- Strategi kebijakan pendidikan guru SD<br />- Program dan kurikulum; sarana dan<br />fasilitas; penilaian pembelajaran.<br />- Personil (kaprodi, dosen, tata usaha)<br />Output <br />Kemampuan reflektif<br /> mahasiswa meningkat<br />PROSES PEMBELAJARAN<br />1. Tahap Reflektiff Teknikal<br />2. Tahap Reflektif Kontekstual<br />3. Tahap Reflektif Kritikal<br />Raw Input<br />Mahasiswa S1-PGSD<br />-<br />Enviromental Input<br />Tuntutan masy dan perkembangan Ipteks abac 21<br />-<br /><br />14<br /> <br />15<br /><br /> 2. Perencanaan dan Pengembangan Model Pembelajaran <br />Perencanaan dan pengembangan model pembelajaran melalui ujicoba<br />terbatas dilakukan di program S1-PGSD Cibiru. Setelah mendapat ijin, mempelajari<br />silabus dan sumber pustaka matakuliah PTK, mendiskusikan dengan dosen pengampu<br />matakuliah tersebut, menyusun jadwal dan rencana pembelajaran. Ujicoba terbatas<br />dilakukan melalui empat putaran pembelajaran. Hasilnya dirangkum sebagai berikut. <br />- Pentingnya menciptakan interaksi dan suasana kondusif dalam pembelajaran<br />- Prosedur pembelajaran: 3 jadi 5 tahap (ditambah tahap persiapan dan pemantapan)<br />- Metode: mahasiswa diberi kesempatan refleksi diri dan berbagi pengalaman<br />- Rata-rata hasil belajar tiap putaran tidak selalu meningkat, tapi gain cenderung<br />meningkat (8,04→7,50 →8,21→10,72)<br />- Peningkatan kemampuan berpikir reflektif (z=3.819>1.64 & 0.00<0.05), sikap<br />reflektif (z = 3.824>1.64 & 0.00<0.05)<br />- Revisi dan penyempurnaan instrumen kemampuan reflektif<br />- Model Hipotetik Pembelajaran (terlampir pada rangkuman model pembelajaran)<br /><br />Perencanaan dan pengembangan model pembelajaran melalui ujicoba lebih luas <br />yang dilakukan di S1-PGSD Tasikmalaya dan S1-PGSD Atma Jaya Jakarta. Ujicoba<br />lebih luas bertujuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran yang<br />dikembangkan apabila diimplementasikan di tempat lain dengan kondisi yang<br />berbeda, dan mendapat masukan untuk penyempuranaan model sehingga siap<br />divalidasi melalui eksperimentasi. Temuan hasil ujicoba lebih luas melalui 4 putaran<br />pembelajaran dirangkum sebagai berikut.<br />- Secara prinsip, desain model tidak mengalami perubahan. <br />- Lembar evaluasi desain (SAP) sudah tidak digunakan, lembar observasi sebagai<br />panduan mendeskripsikan implementasi.<br />- Penting menggali dan memanfaatkan pengalaman mahasiswa<br />- Pada kelas kecil (11-16 mhs) pembelajaran lebih efektif,<br />- Dapat diterapkan pada pembelajaran reguler ataupun paket <br />- Instrumen kemampuan berfikir dan sikap reflektif disempurnakan, dan pengukuran<br />hasil belajar dan kemampuan reflektif menunjukkan peningkatan yang berarti. <br />- Model pembelajaran siap validasi (terlampir pada rangkuman pengembangan<br />model pembelajaran_ <br />16<br /><br />3. Validasi Model Pembelajaran<br />Validasi model pembelajaran dilakukan melalui eksperimen di S1-PGSD UPI<br />kampus Purwakarta, Serang, Tasikmalaya, dan Universitas Negeri Jakarta. Pada<br />kelompok eksperimen, implementasi model pembelajaran siap validasi melalui tiga<br />putaran pembelajaran. Putaran 1 penekanan pada tahap reflektif teknikal; Putaran 2, <br />tahap reflektif kontekstual; Putaran 3 tahap reflektif kritikal. Hasil validasi<br />membuktikan ada peningkatan gain hasil belajar, dan perbedaan yang signifikan<br />(lebih besar pada kelompok eksperimen dibandingkan kelompok control<br />(melaksanakan pembelajaran seperti biasa). <br />Nilai rata-rata hasil belajar dan pengukuran kemampuan reflektif mahasiswa <br />S1-PGSD kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada mata kuliah Penelitian<br />Tindakan Kelas, disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.<br /> Tabel 2. Nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa S1-PGSD kelompok eksperimen dan <br /> kelompok kontrol.<br />Kel. Eksperimen Kel. Kontrol <br />S1-PGSD<br /><br />Ptr. Pre Pos Gain Pre Pos Gain<br />Purwakarta 1<br />2<br />3<br />Jml<br />Rata2<br /> 65,48<br /> 61,67<br /> 52,14<br />179,29<br /> 59,76<br />69,76<br />68.10<br />68,10<br />205,96<br /> 68,65<br /> 4,28<br /> 6,43<br />15,96<br />26,67<br /> 8,89<br />62,80<br />55,80<br />58,40<br />170,00<br /> 59,00 <br />60,60<br />60,60<br />62,40<br />183,60<br /> 61,20<br /> -2,20<br /> 4,80<br /> 4,00<br /> 6,60<br /> 2,20<br />Serang 1<br />2<br />3<br />Jml.<br />Rata2<br /> 64,81<br /> 59,44<br /> 52,22<br />176,47<br /> 58,82<br />70,93<br />68,33<br />69,63<br />208,89<br /> 69,63<br /> 6,12<br /> 8,89<br />17,41<br />32,42<br />10,81<br />67,27<br />62,05<br />58,64<br />187,96<br /> 62,65<br />70,45<br />67,05<br />62,50<br />200,00<br /> 66,67<br /> 3,18<br /> 5,00<br /> 3,86<br /> 12,04<br /> 4,02 <br />Tasikmalaya 1<br />2<br />3<br />Jml.<br />Rata2<br />71,67<br />63,33<br />60,83<br />195,83<br /> 65,28<br />75,00<br />70,05<br />71,83<br />216,88<br /> 72,29<br /> 3,33<br /> 6,72<br /> 11,00<br /> 21,00<br /> 7,02<br />65,77<br />60,38<br />56,35<br />182,50<br /> 60,83<br />69,81<br />62,69<br />62,12<br />194,62<br /> 64,87<br /> 4,04<br /> 2,31<br /> 5,77<br /> 12,12<br /> 4,04<br />U.N..Jakarta 1<br />2<br />3<br />Jml.<br />Rata2<br /> 57,50<br /> 62,81<br /> 59,06<br />179,37<br /> 59,79<br />65,94<br />69,69<br />69,06<br />204,69<br /> 68,23<br /> 8,44<br /> 6,88<br /> 10,00<br /> 25,32<br /> 8,44<br /> 64,00<br /> 61,50<br /> 63,00<br />188,50<br /> 62,83<br />67,00<br />67,50<br />69,50<br />204,00<br /> 68,00<br /> 3,00<br /> 6,00<br /> 6,50<br /> 15,50<br /> 5,17<br /><br />Jumlah seluruhnya<br />Jumlah rata-rata<br /> Rata-rata<br />730,96<br />243,65<br /> 60,88<br />836,42<br />278,80<br /> 69,70<br />105,46<br /> 35,16<br /> 8,79<br />735,96<br />245,31<br /> 61,33<br />782,22<br />260,74<br /> 65,19<br /><br /> 46,26<br /> 15,43<br /> 3,86<br /> <br />17<br /><br />Tabel 3. Hasil pengukuran kemampuan reflektif (berpikir dan sikap reflektif) <br /> mahasiswa program S1-PGSD kelompok eksperimen dan kelompok kontrol<br /><br />Kel, Eksperimen Kel. Kontrol <br />S1-PGSD<br />Wilcoxon Signed<br />Ranks Test Berpikir Sikap Berpikir Sikap<br />Ranks:<br />Negative Ranks<br />Positive Ranks<br />Ties<br />Total<br /><br />0<br />18<br />3<br />21<br /><br />3<br />15<br />3<br />21<br /><br />6<br />12<br />7<br />25<br /><br />14<br />10<br />1<br />25<br />Purwakarta<br />Z<br />Asymp.Sig.<br /> -3.751<br /> 0.000<br /> -3.378<br /> 0.001<br /> -0.995<br /> 0.320<br /> -0.286<br /> 0.775<br />Ranks:<br />Negative Ranks<br />Positive Ranks<br />Ties<br />Total<br /><br />0<br />25<br />2<br />27<br /><br />3<br />23<br />1<br />27<br /><br />5<br />12<br />5<br />22<br /><br />10<br />10<br />2<br />22<br />Serang<br /><br />Z<br />Asymp.Sig.<br /> -4.387<br /> 0.000<br /> -3.969<br /> 0.000<br /> -2.416<br /> 0.016<br /> -0.168<br /> 0.866<br />Ranks:<br />Negative Ranks<br />Positive Ranks<br />Ties<br />Total<br /><br />0<br />26<br />4<br />30<br /><br />6<br />20<br />4<br />30<br /><br />0<br />23<br />3<br />26<br /><br />8<br />17<br />1<br />26<br />Tasikmalaya<br /><br />Z<br />Asymp.Sig.<br />-4.502<br /> 0.000<br /> -3.653<br /> 0.000<br />-4.285<br /> 0.000<br /> -2.440<br /> 0.015<br />Ranks:<br />Negative Ranks<br />Positive Ranks<br />Ties<br />Total<br /><br />0<br />16<br />0<br />16<br /><br />3<br />10<br />3<br />16<br /><br />0<br />9<br />1<br />10<br /><br />2<br />7<br />1<br />10<br />Unv.Neg.Jakarta<br />Z<br />Asymp.Sig.<br /> -3.551<br /> 0.000<br /> -1.262<br /> 0.207<br /><br />-2.724<br /> 0.006<br />-1.602<br /> 0.109<br /><br />Ranks:<br />Negative Ranks<br />Positive Ranks<br />Ties<br />Total<br /><br />0<br />85<br />9<br />94<br /><br />15<br />68<br />11<br />94<br /><br />11<br />56<br />16<br />83<br /><br />34<br />44<br />5<br />83<br /><br />Keseluruhan<br /><br /><br />Z<br />Asymp.Sig.<br /><br />-8.053<br /> 0.000<br />-6.437<br /> 0.000<br />-5.029<br /> 0.000<br />-2.109<br /> 0.035<br /> <br />18<br /><br /> <br />19<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />MATERI<br />- Konsep dasar & penyu <br /> sunan proposal PTK<br />- Pengalaman mgj mhs <br />EVALUASI<br />- Proses pembelajaran<br />- Hasil belajar &kemam<br />puan reflektif<br />PROSEDUR <br />1. Tahap Persiapan<br /> - Menciptakan hubungan baik agar mahasiswa berani dan mau meng ungkap-<br />kan pendapat dan pengalaman mengajar di SD<br />- Menjelaskan tujuan, materi, kegiatan, appesepsi, bahas tugas sebelumnya.<br />TUJUAN<br />Meningkatkan kemampuan <br />reflektif nahasiswa<br /><br /><br /><br />2. Tahap Reflektif Teknikal<br />- Menggunakan berbagai teknik (metode/media/contoh) agar mahasiswa<br />memahami konsep dasar PTK dan penyusunan proposal PTK.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. Tahap Reflektif Kontekstual<br />- Mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman mhs<br />- Sharing dan diskusi pengalaman/permasalahan mengajar di SD<br />- Refleksi diri dan mengemukakan masalah yang akan diteliti<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4. Tahap Reflektif Kritikal<br />- Diskusi pertanyaan/permasalahan, alternatif penyebab dan solusi<br />- Menganalisis kelaikan tindakan, menetapkan kriteria dan indikator <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />5. Tahap Pemantapan<br />- Merangkum materi yang dipelajari, refleksi diri mengambil manfaat/hikmah<br />- Mengerjakan tugas/soal evaluasi dengan tanggung jawab dan kesungguhan<br />- Motivasi melakukan refleksi pembelajaran (reflective in/on/for teaching) <br /><br /><br /><br /><br />Gambar 3. Desain Akhir Model Pembelajaran<br />20<br /> <br /><br />MODEL AKHIR PEMBELAJARAN<br />Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas<br /><br />Desain Pembelajaran<br />1. Tujuan: meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa S1-PGSD<br />2. Materi: sesuai dengan pokok-pokok materi pada silabus (konsep<br />dasar/teori PTK dan penyusunan proposal PTK), pengalaman<br />mahasiswa mengajar di SD. Sumber: buku PTK, pedoman proposal<br />PTK/skripsi, pustaka relevan dengan masalah, dan pengalaman<br />mahasiswa mengajar di SD.<br />3. Prosedur pembelajaran: tahap persiapan, reflektif teknikal, reflek-tif<br />kontekstual, reflektif kritikal, dan pemantapan.<br />4. Evaluasi: evaluasi proses pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar, serta<br />pengukuran kemampuan berpikir dan sikap reflektif.<br /><br />Implementasi Pembelajaran<br />1. Tahap persiapan: menciptakan hubungan baik agar mahasiswa berani<br />mengemukakan pendapat/pengalaman, menjelaskan tujuan dan pokok<br />materi, apersepsi, berkaitan dengan pengalamanan mahasiswa, bahas<br />tugas sebelumnya. <br />2. Tahap reflektif teknikal: menggunakan bebagai teknik<br />(metode/media/contoh) agar mahasiswa memahami konsep materi yang<br />dipelajari.<br />3. Tahap reflektif kontekstual: mengaitkan materi yang dipelajari dengan<br />pengalaman mahasiswa, sharing dan diskusi pengalaman/ permasalahan<br />mengajar di SD, dan melalui refleksi diri setiap ma-hasiswa<br />mengemukakan masalah yang akan diteliti dengan PTK<br />4. Tahap reflektif kritikal: mendiskusikan pertanyaan/permasalahan,<br />alternatif penyebab dan solusi, serta menganalisis kelaikan tindakan,<br />dan menetapkan kriteria dan indikator.<br />5. Tahap pemantapan: merangkum materi yang dipelajari, melakukan<br />refleksi diri mengambil manfaat/hikmah, bertanggungjawab dan<br />sungguh-sungguh mengerjakan tugas atau pertanyaan/soal evaluasi,<br />termotivasi untuk senantiasa belajar dan melakukan refleksi mengajar<br />di SD (refletive in/on/for teaching).<br /><br />Evaluasi dan Tindak Lanjut Pembelajaran<br />1. Evaluasi: proses pembelajaran dan hasil belajar, serta pengukuran<br />kemampuan berpikir dan sikap reflektif. <br />2. Tindak lanjut pembelajaran: untuk perbaikan pembelajaran<br />selanjutnya.. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 4. Model Akhir Pembelajaran<br />21<br /> <br />22<br /><br />Pembahasan pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan<br />kemampuan reflektif mahasiswa program S1-PGSD pada mata kuliah Penelitian<br />Tindakan Kelas merupakan pembahasan hasil temuan penelitian dibandingkan dengan<br />kajian teori yang relevan. Pembahasan berkenaan dengan: (1) hakekat model<br />pembelajaran; (2) model pembelajaran (desain-implementasi-evaluasi); serta (3)<br />faktor pendukung dan penghambat pengembangan model pembelajaran. <br /><br />1. Hakekat Model Pembelajaran<br />Model pembelajaran yang dikembangkan merupakan suatu strategi atau desain<br />yang didasarkan pada teori dan penelitian, terdiri dari beberapa komponen yang<br />berinterfungsi sehingga dapat digunakan sebagai pedoman berkenaan dengan proses<br />kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan kemampuan<br />reflektif mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Oliva (1992:413), Reigelluth<br />(1983:20), dan Sukmadinata (2004:243). Model pembelajaran untuk meningkatkan<br />kemampuan reflektif, dilandasi filosofis konstruktivisme dan psikologi kognitif.<br />Termasuk kelompok model pemrosesan informasi (Joyce & Weil, 1986); pendekatan<br />kompetensi, kontekstual dan berbasis pengalaman, mencari dan bermakna<br />(Sukmadinata, 2004); model pendidikan guru berbasis pengalaman/lapangan<br />(Hamalik, 2002). <br />Meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa yang menjadi tujuan<br />pengembangan model ini, berdasarkan SKGK SD/MI lulusan S1-PGSD (Depdik-nas,<br />2005) termasuk kompetensi pedagogik (kemampuan menilai proses dan hasil<br />pembelajaran), kompetensi kepribadian (kemampuan menilai kenerja sendiri dengan<br />mengkaji strategi berfikir reflektif dalam memecahkan masalah yang dihadapi), dan<br />kompetensi profesional (mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran melalui<br />penelitian tindakan kelas).<br />Pengembangan model pembelajaran dilakukan melalui tahap studi<br />pendahuluan, perencanaan dan pengembangan, serta validasi model pembelajaran<br />didasarkan pada pembelajaran sebagai sistem yang terdiri dari input-proses-output, <br />berkenaan dengan desain, implementasi dan evaluasi serta tindak lanjut pembelajaran.<br />Desain terdiri atas: tujuan, materi atau pokok bahasan serta sumber belajar, prosedur<br />pembelajaran (tahap persiapan, tahap reflektif teknikal-kontekstual-kritikal, dan tahap<br />pemantapan), dan evaluasi pembelajaran serta tindak lanjutnya. <br />23<br /><br /><br />2. Model Pembelajaran<br /> a. Desain Pembelajaran<br />Konsep pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan<br />reflektif ini didasarkan pada konsep teoretis mengenai komponen pendidikan sebagai<br />sistem (input–proses–output) yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2003:9); sistem<br />pembelajaran (Abdulhak, 2000:23), dan variabel pengajaran di kelas (Dunklin &<br />Biddle,1974:38). Dikembangkan sesuai dengan kondisi yang ada, yaitu dengan<br />memperhatikan karakteristik mahasiswa (lulusan D-2, dewasa, guru SD, punya<br />pengalaman mengajar), tuntutan masyarakat dan perkembangan ipteks abad 21 (guru<br />harus profesional dan kompeten), serta masukan instrumental (strategi kebijakan<br />pendidikan guru SD dan pembelajaran, program dan kurikulum pendidikan guru,<br />sarana dan fasilitas pembelajaran, penilaian pembelajaran, serta personil khususnya<br />kemampuan dosen). <br />Peningkatan kemampuan reflektif mahasiswa yang menjadi tujuan<br />pengembangan model ini sesuai dengan SKGK SD/MI lulusan S1-PGSD (Depdiknas,<br />2005) termasuk kompetensi pedagogik (kemampuan menilai proses dan hasil<br />pembelajaran), kompetensi kepribadian (kemampuan menilai kenerja sendiri dengan<br />mengkaji strategi berpikir reflektif dalam memecahkan masalah yang dihadapi), dan<br />kompetensi profesional (mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran melalui<br />penelitian tindakan kelas). Instrumen pengukuran kemampuan berpikir dan sikap<br />reflektif dikembangkan dari konsep reflective thinking (Dewey, 1993). Prosedur<br />pembelajaran dikembangkan berdasar-kan tiga tingkat reflektif dalam critical<br />reflection (Zeichner dan Liston, 1996).<br />Desain model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif, terdiri<br />dari: tujuan, materi dan sumber, prosedur, dan evaluasi pembelajaran (Tyler, 1949).<br />Apabila dibandingkan dengan model pembelajaran reflektif (Poblete, 1999), maka<br />model pembelajaran yang dikembangkan merupakan proses inkuiri dalam mengatasi<br />masalah pembel-ajaran mahasiswa sebagai guru SD; tidak hanya mengembangkan<br />kemampuan berpikir reflektif, tetapi juga mengembangkan sikap reflektif mahasiswa<br />(openmindedness, responsibility, wholeheartedness); prosedur pembelajaran terdiri<br />dari tahap persiapan, reflektif teknikal, reflektif kontekstual, reflektif kritikal, dan<br />pemantapan. <br />24<br /><br /> b. Implementasi Pembelajaran<br />Implementasi pembelajaran merupakan penerapan desain dalam pelaksanaan<br />proses pembelajaran, difokuskan pada prosedur pembelajaran yang terdiri dari tahap<br />reflektif teknikal, kontekstual, dan kritikal sesuai dengan tingkatan reflektif yang<br />dikemukakan Zeichner dan Liston (1996). Pada tahap reflektif teknikal, refleksi<br />dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik/cara agar mahasiswa memahami<br />materi yang dipelajari. Pada tahap reflektif kontekstual, refleksi dilakukan dengan<br />menemukan keterkaitan antara situasi problematik dengan tindakan yang dilakukan.<br />Pada tahap relfektif kritikal, refleksi dilakukan berdasarkan pertimbangan kritis dan<br />etis berkenaan dengan materi/permasalahan yang dipelajari.. <br />Ketika diimplementasikan, ditemukan beberapa hal yang mengakibatkan<br />desain pembelajaran yang telah direncanakan semula mengalami revisi dan<br />penyempurnaan, diantaranya:<br />- Pentingnya menciptakan interaksi personal yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat<br />Raths (1986) mengenai pembelajaran berpikir (teaching for thinking) bahwa salah<br />satu tugas guru adalah menciptakan iklim kondusif untuk berpikir, sehingga<br />mahasiswa menjadi aktif dan berani bertanya/berdiskusi berkenaan dengan materi<br />yang dipelajarinya.<br />- Pentingnya upaya menggali dan memanfaatkan pengalaman mengajar mahasiswa<br />karena membuat pembelajaran menjadi relevan dan bermakna sehingga dapat<br />mengajar lebih baik/bermutu. Pengalaman sebagai dasar pembelajaran hanya<br />bermakna kalau dilakukan refleksi sehingga orang dapat belajar dari pengalamannya<br />(Stones, 1994); belajar melalui pengalaman banyak terjadi dalam pembelajaran orang<br />dewasa (Kolb, 1984); sesuai dengan pendekatan model pembelajaran yang banyak<br />digunakan yaitu discovery and meaningful learning, contextual teaching and<br />learning), experiential learning (Sukmadinata, 2004). <br />- Kemampuan reflektif tidak hanya dapat dikembangkan pada ketiga tahap reflektif<br />saja, tetapi juga pada tahap persiapan (interaksi kondusif, apersepsi) dan tahap<br />pemantapan (refleksi diri, motivasi untuk mengerjakan tugas/soal evaluasi). Hal ini<br />dikarenakan pada hakekatnya belajar merupakan refleksi pengalaman yang<br />berkembang lebih baik (Dewey, 1933); dan semua kegiatan mengajar/pembelajaran <br />adalah praktek reflektif (Ginsburg & Cliff, 1990). <br />25<br /><br />- Materi pembelajaran selain berpedoman pada silabus mata kuliah Penelitian Tindakan<br />Kelas, juga digali dari pengalaman mahasiswa mengajar di SD.<br />- Metode pembelajaran, tidak harus bentuk atau metode pembel-ajaran reflektif (Hall,<br />1996), tetapi metode mengajar biasa dapat digunakan asal mahasiswa diberi<br />kesempatan untuk melakukan self and shared analysis/ reflection<br />- Pembelajaran lebih efektif pada kelas yang jumlah mahasiswanya sedikit (<20 orang)<br />daripada kelas besar, karena setiap mahasiswa mempunyai kesempatan lebih banyak<br />dalam berpartisipasi aktif dalam belajar. Hal ini sesuai dengan prinsip individualitas<br />dan aktivitas serta Student Centered Learning di PT (Depdiknas, Dirjen Dikti, 2005).<br /><br />c. Evaluasi Pembelajaran<br />Evaluasi proses pembelajaran dilakukan melalui observasi, kemudian<br />didiskusikan secara kolaboratif, hasilnya dideskripsi-kan secara kualitatif dan<br />digunakan sebagai masukan dan tindak lanjut bagi pembelajaran berikutnya. Hal ini<br />sesuai dengan langkah ke 4-7 penelitian pengembangan (Borg and Gall, 1993) yaitu<br />preliminary field testing, main product revision, main field testing, dan operational<br />product revision yang bertujuan mengoptimalkan model pembelajaran yang<br />dikembangkan. <br />Evaluasi hasil belajar berkenaan dengan pencapaian tujuan pembelajaran yang<br />ditetapkan pada setiap putaran pembel-ajaran, diberikan dalam bentuk menjawab<br />pertanyaan atau tugas yang relevan. Hasilnya ternyata nilai rata-rata ujicoba (putaran<br />1-4 dan 5-8), maupun validasi (putaran 1-3) berfluktuasi, karena tingkat kesukaran<br />materi setiap pokok bahasan yang dipelajari tidak sama, namun bila dicermati<br />ternyata gain antara pre dan pos tes tiap putaran cenderung meningkat, berarti<br />pembelajaran yang dikembangkan cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar<br />mahasiswa.<br />Pengukuran kemampuan berpikir maupun sikap reflektif menggunakan tes esei<br />dan skala sikap reflektif dari konsep reflective thinking (Dewey, 1933), <br />dikembangkan melalui uji coba instrumen (dua kali), dan diantaranya dilakukan<br />validasi ahli untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas instrumen. Kegiatan ini<br />sesuai dengan prosedur penyusunan instrumen penelitian (Arikunto,1993). Kemudian<br />dianalisis dengan statistik non-parametrik (Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann-<br />Whitney Test), hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Hal ini <br />26<br /><br />berarti terdapat perbedaan yang bermakna setelah menggunakan model<br />pembelajaran..<br /><br /> 3. Faktor Pendukung – Penghambat <br />a. Karakteristik mata kuliah PTK (Depdikbud, 1996) yang tujuan dan materinya<br />sejalan dengan kemampuan reflektif yang akan ditingkatkan melalui pengembangan<br />model pembelajaran, tetapi menjadi faktor penghambat kalau tidak cermat karena<br />ada unsur penelitian (materi mata kuliah PTK) di dalam penelitian. (penelitian dan<br />pengembangan).<br />b. Lokasi dan subjek penelitian yang tersebar di beberapa tempat/kota. Walaupun<br />peneliti mendapatkan wawasan yang lebih luas, tetapi cukup merepotkan dan<br />melelahkan karena tidak dapat melakukan observasi pembelajaran secara optimal. <br />c. Dosen pengampu mata kuliah PTK hampir semuanya ketua program S1-PGSD,<br />sehingga perubahan perencanaan dan implementasi model pembelajaran dapat lebih<br />mudah, tetapi menjadi faktor penghambat karena tidak mempunyai cukup wakt<br />membuat desain (SAP) secara rinci dan tertulis, memberi-kan laporan observasi<br />implementasi pembelajaran, dan melakukan koreksi hasil belajar dan tes esei<br />berpikir reflektif. <br />Dosen telah berpengalaman melakukan dan membimbing mahasiswa menyusun<br />skripsi dengan PTK. Hal ini sangat membantu peneliti maupun mahasiswa dalam<br />mengimplemen-tasikan model pembelajaran yang dilakukan secara siklikal dan<br />kolaboratif, akan tetapi ada beberapa dosen yang memiliki persepsi dan cara serta<br />gaya mengajar yang kadang agak sedikit sulit menerapkan secara konsisten tahapan <br />model pembelajaran yang direncanakan.<br />Dosen mata kuliah PTK mengajar dalam bentuk team teaching, sehingga proses<br />diskusi secara kolaborasi mendapat lebih banyak masukkan dan pandangan, tetapi<br />tim dosen kadang sulit untuk bertemu/berdiskusi secara lengkap, sehingga masukkan<br />dilakukan secara individual kemudian dirangkum oleh peneliti dalam penyusunan<br />desain/SAP putaran selanjut-nya, dan didiskusikan secara singkat sebelum<br />implementasi putaran pembelajaran selanjutnya.<br />d. Mahasiswa program S1-PGSD berasal dari lulusan program D2-PGSD, bekerja<br />sebagai guru SD, dan sebagian sudah berkeluarga. Kondisi mahasiswa ini dapat<br />menjadi faktor pendukung karena mahasiswa memiliki pengalaman mengajar <br />27<br /><br />sebagai guru SD sehingga dalam implementasi pembelajaran mahasiswa lebih aktif<br />terlibat, didasarkan kontekstual peng-alaman mengajar yang nyata, dan mendapat<br />manfaat mempelajari PTK, tetapi menjadi penghambat karena keku-rangan waktu<br />untuk belajar dan mengerjakan tugas.<br /> Jumlah mahasiswa yang melanjutkan dari program D2 ke S1-PGSD tidak terlalu<br />banyak dan tidak mendapat bantuan biaya studi, sehingga raw material mahasiswa<br />S1-PGSD lebih mampu secara akademis dan termotivasi untuk meningkatkan<br />dirinya. Namun menjadi penghambat karena mereka lebih dibekali dengan<br />keterampilan praktis mengajar bukan pada pembekalan konsep teori seperti<br />mahasiswa jalur akademik S1 sehingga mengalami keterbatasan ketika melakukan<br />kajian teoretis atas masalah yang diteliti.<br />e. Sarana prasarana, walaupun di beberapa program S1-PGSD sudah memiliki<br />perpustakaan, laboratorium MIPA, komputer namun dalam kenyataannya koleksi<br />buku perpustakaan sudah banyak yang kadulawarsa dan tidak mencukupi, mahasiswa<br />juhs kekurangan waktu dan biaya memanfaatkan fasilitas belajar tersebut.<br />f. Evaluasi pembelajaran meliputi evaluasi proses pembelajaran, hasil belajar, dan<br />pengukuran kemampuan reflektif.<br />Evaluasi proses pembelajaran tidak dapat dilakukan peneliti secara optimal karena<br />lokasi penelitian yang cukup berjauhan dan waktu pelaksanaannya pun hampir<br />bersamaan. Namun dengan bantuan dan kerjasama dari ketua program studi maupun<br />tim dosen PTK, observasi proses pembelajaran dapat terlaksana dan dijadikan<br />masukan pembelajaran selanjutnya.<br />Evaluasi hasil belajar dalam bentuk pertanyaan ataupun tugas yang relevan dengan<br />tujuan dan pokok bahasan setiap putaran disusun oleh bersama, hasilnya dijadikan<br />masukkan bagi perbaikan putaran pembelajaran selanjutnya.<br />Pengukuran kemampuan reflektif mengalami hambatan saat menjawab dan<br />mengumpulkan hasil tes esei berpikir reflektif (tidak semua mahasiswa mengerjakan<br />tugas dan mengumpul-kan tepat waktu). Demikian juga ketika koreksi, walau sudah<br />ada kriteria, tapi dosen mata kuliah sebagai korektor kedua kadang mempunyai<br />persepsi berbeda, dan tidak cukup waktu untuk melaksanakan inter-rater reliability.<br />Pengumpulan dan analisis data hasil skala sikap reflektif tidak terlalu banyak kendala<br />karena dikerjakan di kelas dan langsung dikumpulkan, kemudian diolah/dianalisis<br />dengan bantuan program SPSS. <br />28<br /><br /><br />E. SIMPULAN DAN SARAN <br />1. Simpulan<br /> a.Rangkuman temuan hasil penelitian, berkenaan dengan permasalahan dan<br />pertanyaan penelitian yaitu mengenai kondisi pembelajaran program S1-PGSD, <br />model desain pembelajaran, implementasi model pembelajaran pada mata kuliah PTK,<br />dan dampak model pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar dan kemampuan<br />reflektif mahasiswa. (Catatan: telah disajikan pada bagian D. Hasil Penelitian).<br /><br />b.Karakteristik, keunggulan dan keterbatasan model pembelajaran<br />Karakteristik model pembelajaran:<br />- Model pembelajaran dikembangkan melalui tiga langkah penelitian dan<br />pengembangan (studi pendahuluan, perencanaan dan pengembangan, validasi) pada<br />matakuliah Penelitian Tindakan Kelas; didasarkan pada pendekatan pembelajaran<br />sebagai sistem (input–proses-output) yang terdiri dari beberpa komponen yang<br />berinterfungsi untuk mencapai tujuan; berkenaan dengan desain–implementasi-<br />evaluasi dan tindak lanjut secara siklikal melalui 3-4 putaran pembelajaran. <br />- Model desain pembelajaran terdiri dari: tujuan pembelajaran untuk meningkatkan<br />kemampuan reflektif mahasiswa yaitu mampu memahami konsep materi (reflektif<br />teknikal), mengaitkannya dalam konteks pengalaman mengajar mahasiswa (reflektif<br />kontekstual), dan menganalisis secara kritis materi dan permasalahan yang dipelajari<br />pada pokok bahasan PTK (reflektif kritikal); materi sesuai dengan pokok materi pada<br />silabus dan pengalaman mengajar mahasiswa di SD; prosedur pembelajaran terdiri<br />dari tahap persiapan, reflektif teknikal, reflektif kontekstual, reflektif kritikal, dan<br />pemantapan; serta evaluasi. proses pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif<br />dengan mitra peneliti, hasil belajar mahasiswa menguasai materi yang dipelajari setiap<br />pertemuan, serta pengukuran kemampuan reflektif melalui tes kemampuan berfikir<br />reflektif dan skala sikap reflektif yang diberikan pada awal dan akhir (pre dan test).<br />- Implementasi model pembelajaran dilakukan secara siklikal melalui beberapa<br />putaran pembelajaran, difokuskan pada prosedur pembelajaran yang terdiri dari: (1)<br />tahap pesiapan: menciptakan hubungan yang baik sehingga mahasiswa berani<br />mengemukakan pengalaman dan pendapatnya;(2) tahap reflektif teknikal:<br />menggunakan berbagai teknik/metode untuk mema-hami materi yang dipelajari; (3) <br />29<br /><br />tahap reflektif kontekstual: mengaitkan materi dengan pengalaman mengajar<br />mahasiswa, sharing, diskusi, refleksi diri; (4) tahap reflektif kritikal: mendiskusikan<br />pertanyaan/permasalahan, alternatif penyebab dan solusi, serta menganalisis<br />kelaikan tindakan, dan menetap-kan kriteria/indikator; (5) tahap pemantapan:<br />merangkum materi, melakukan refleksi diri mengambil manfaat/hikmah,<br />mengerjakan tugas dan evaluasi hasil belajar, motivasi untuk melakukan refleksi<br />pembelajarannya (reflection in/on/for teaching). <br />- Evaluasi: evaluasi proses pembelajaran, hasil belajar, dan kemampuan reflektif.<br />Evaluasi proses pembelajaran dideskripsikan berdasarkan hasil observasi, dan<br />diskusikan secara kolaboratif antara peneliti dengan dosen bersangkutan, hasilnya<br />sebagai masukan bagi perbaikan pembelajaran selanjutnya. Evaluasi hasil belajar<br />dilakukan pada setiap putaran pembelajaran untuk mengetahui pencapaian tujuan<br />pembelajaran setiap pokok bahasan. Pengukuran kemampuan reflektif dilakukan<br />dengan mengerjakan tes esei berpikir reflektif, dan skala sikap reflektif. Tindak<br />lanjut pembelajaran dilakukan berdasarkan hasil evaluasi proses pembelajaran dan<br />evaluasi hasil belajar untuk perbaikan selanjutnya.<br /><br />Keunggulan dan keterbatasan model pembelajaran:<br />- Mampu meningkatkan hasil belajar dan kemampuan reflektif mahasiswa (terbukti dari<br />hasil pengukuran kemampuan reflektif pada tahap ujicoba terbatas, ujicoba lebih luas<br />maupun validasi melalui eksperimen), walaupun peningkatan sikap reflektif tidak<br />terlalu besar dan masih memerlukan waktu agak lama. <br />- Materi didasarkan pada pokok bahasan silabus PTK dan dikaitkan dengan pengalaman<br />mahasiswa mengajar di SD, sehingga lebih bermakna/bermanfaat membantu<br />mahasiswa mengatasi dan meningkatkan mutu pembelajaran di SD. Keterbatasannya<br />tidak semua mahasiswa terbiasa merefleksikan pengalamannya agar dapat mengajar<br />atau mengelola pembelajaran selanjutnya dengan lebih baik.<br />- Prosedur pembelajaran melalui lima tahap pembelajaran) tidak sulit<br />diimplementasikan oleh dosen maupun mahasiswa. Berbagai metode mengajar dapat<br />digunan hanya perlu lebih disadari dan ditekankan pada upaya mempersiapkan<br />mahasiswa supaya terlibat aktif melalui sharing pengalaman/ permasalahan, menggali<br />pengalaman mahasiswa, kesempatan untuk melakukan refleksi diri dan dengan teman. <br />30<br /><br />- Dapat diterapkan pada pembelajaran regular (perkuliahan tatap muka secara rutin dan<br />teratur) maupun paket (perkuliahan tatap muka dipadatkan), dan lebih efektif bila<br />dilaksanakan pada kelas yang jumlah mahasiswanya tidak terlalu banyak. Kalau kelas<br />dengan jumlah mahasiswa cukup banyak, dapat dibentuk menjadi beberapa kelompok.<br /><br />Implikasi teori:<br />- Interaksi personal yang kondusif dapat mengaktifkan dan melancarkan proses<br />pembelajaran sehingga penting menciptakan hubungan baik dan menggali pengalaman<br />mahasiswa mengajar di SD, baik di luar maupun di dalam kelas selama proses<br />pembelajaran berlangsung.<br />- Pembelajaran berdasarkan pengalaman membuat pembelajaran menjadi lebih<br />bermakna, sehingga penting menggali pengalaman mahasiswa dalam merancang dan<br />mengimplementasikan pembelajaran.<br />- Kemampuan reflektif (berfikir dan sikap reflektif) dapat dilakukan selama proses<br />pembelajaran bukan hanya pada tahap reflektif teknikal-kontekstual-kritikal, tetapi<br />juga pada tahap persiapan dan pemantapan, bahkan pada konsultasi dan sharing<br />pengalaman di luar perkuliahan tatap muka di kelas.<br />- Relfeksi pembelajaran dilakukan pada saat terjadi pembelajaran (reflective in<br />teaching), sesudah pembelajaran (reflective on teaching), dan untuk mengajar<br />berikutnya (reflection for teaching), melalui self and shared analysis.<br />- Berpikir reflektif lebih cepat dilihat hasilnya/peningkatannya daripada sikap reflektif<br />sehingga perlu waktu lebih lama dalam mengembangkan sikap reflektif mahasiswa<br />melalui tugas-tugas yang diberikan sehingga membuka wawasan mahasiswa,<br />menumbuhkan tanggung jawab, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas sebagai<br />guru kelas di SD.<br />- Interaksi personal, motivasi, pemantapan dapat meningkatkan kemampuan reflektif<br />karena mengkondisikan seseorang berfikir dan bersikap reflektif.<br />- Kemampuan reflektif bermanfaat dan membantu mahasiswa dalam memperbaiki dan<br />meningkatkan pembelajaran di SD, karena mahasiswa merefleksikan pengalamannya<br />dan mengambil hikmah dari pengalaman mengajar untuk dapat mengajar lebih baik. <br />- Tumbuh sikap reflektif yang memotivasi mahasiswa untuk selalu belajar dan<br />mengembangkan diri semakin profesional. Sebagai guru kelas SD abad 21 dituntut<br />senantiasa belajar dari buku maupun pengalamannya sehingga dapat mengajar lebih <br />31<br /><br />profesional dan kompeten serta dapat memperbaiki atau meningkatkan mutu<br />pembelajaran menjadi lebih baik.<br />Dengan demikian pembelajaran melalui prosedur tahap persiapan, reflektif<br />teknikal – kontekstual – kritikal, dan pemantapan dapat meningkatkan hasil belajar<br />dan kemampuan reflektif mahasiswa. Kemampuan berfikir dan sikap reflektif ini<br />menjadi kemampuan yang wajib dimiliki oleh guru SD sebagai agen pembelajaran<br />yang profesional dan kompeten dalam mengembangkan pembelajaran yang inovatif,<br />menyenangkan dan bermutu. Pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi mulai<br />pada skala kelas, sekolah, daeraj, bahkan nasional dalam memperbaiki dan<br />meningkatkan mutu pendidikan SD.<br /><br />2. Rekomendasi<br />a. Program S1-PGSD agar berupaya meningkatkan kemampuan reflektif melalui<br />penerapan model pembelajaran dengan lima tahapan pada mata kuliah PTK, dan<br />memodifikasi untuk mata kuliah lainnya, sehingga dapat lebih mempersiapkan<br />mahasiswa menjadi guru SD yang bermutu.<br />b. Dosen PTK agar dapat mengimplementasikan kelima tahap model pembelajaran<br />untuk meningkatkan kemampuan reflektif serta memotivasi diri maupun mahasiswa<br />untuk melakukan refleksi diri dan pembelajaran (reflection in/on/for teaching). <br />c. Mahasiswa S1-PGSD agar dapat memanfaatkan kemampuan reflektif untuk menulis<br />skripsi, dan termotivasi melakukan refleksi secara terus menerus dalam<br />pengembangan karir sebagai guru profesional dan dapat meningkatkan mutu SD.<br />d. Peneliti lain yang tertarik, agar mau melakukan penelitian pada mata kuliah yang<br />sama di lokasi dan subjek berbeda, pada mata kuliah lain di lokasi dan subjek yang<br />sama atau berbeda, atau pada jenjang pendidikan berbeda. <br /><br /> Sebagai akhir dari penulisan makalah ini, maka ditegaskan kembali bahwa<br />pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif diperlukan dan perlu<br />dikembangkan oleh program studi S1-PGSD dalam mempersiapkan guru SD yang<br />kompeten dan professional, khususnya dalam upaya merealisasikan pencapaian<br />kemampuan atau kompetensi sesuai SKGK-SD/MI. Unsur reflektif terdapat di keempat<br />rumpun kompetensi, secara eksplisit pada rumupun kompetensi pedagogik, kepribadian, <br />32<br /><br />profesional, dan secara implisist sebagai dampak pengiring pada rumpun kompetensi<br />sosial. <br /> Kemampuan reflektif dibutuhkan oleh mahasiswa sebagai guru SD dalam<br />mengatasi masalah pembelajaran di kelasnya, atau melakukan perbaikan dan peningkatan<br />mutu pembelajaran di kelas SD. Tumbuhnya sikap reflektif yang ditunjang dengan<br />kemampuan berpikir reflektif, memotivasi mahasiswa sebagai guru SD untuk selalu belajar<br />dan memperbaiki dan meningkatkan diri yang diperlukan bagi pengembangan profesional<br />guru. Kemampuan berpikir dan sikap reflektif dinyatakan dengan selalu berupaya<br />mengembangkan diri dan meningkatkan pembelajaran yang dilakukannya (reflection in /<br />on / for teaching), melalui belajar sepanjang hayat, belajar mengambil hikmah dari<br />pengalaman melalui self and shared analysis/reflection, dll. Dengan adanya model<br />pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa program S1-PGSD,<br />khususnya pada mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas, diharapkan mampu membekali<br />mahasiswa S1-PGSD sebagai guru SD dalam mengantisipasi dan mengatasi permasalahan<br />pembelajaran di kelas akibat perkembangan yang pesat, sehingga dapat menjadi guru<br />profesional dan kompeten sesuai dengan tuntutan profil guru abad 21. <br /><br /><br /> REFLECTIVE IN / ON / FOR TEACHING IS NEEDED<br /> IN TEACHER PROFESSIONAL DEVELOPMENT <br />33<br /><br /> DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Abdulhak, I. (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira.<br /><br />Arikunto, S. (1993). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.<br /><br />Borg, W.R. & Gall, M.D. (1983). Education Research : An Introduction. New York &<br />London: Longman.<br /><br />Calderhead, J. & Gater, P. (1995). Conceptualizing Reflection in Teacher Development. The<br />Palmer Press.<br /><br />Depdikbud. (1996/1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen<br />Dikti BP3GSD.<br /><br />Depdiknas. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21<br />(SPTK-21). Jakarta: Depdiknas.<br /><br />Depdiknas. (2003). Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI<br />No.20. Tahun 2003). Jakarta: Sinar Grafika<br /><br />Depdiknas. (2005). Standar Kompetensi Guru Kelas SD-MI, Lulusan S1 PGSD Jakarta:<br />Dirjen Dikti DP2TK.<br /><br />Dewey, J. (1933). How We Think, A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to the<br />Education Process. Chicago: Henry Regne.<br /><br />Dunkin, M.J. & Biddle, B.J. (1936), The Study of Teaching, New York & Sydney: Holet,<br />Rinehart and Winston, Inc. <br /><br />Ginsburg, M.B. & Clift. (1990). The Hidden Curriculum of Preservice Teacher Education.<br />Hand book of Research on Teacher Education. London: Collier Macmillan Pub. <br /><br />Harrington, H.L. et.al. (1996). Written Case Analyes and Critical Reflection. Teaching and<br />Teacher Education: An International Journal of Research and Studies. Vol.12 no.1.<br />January, 1996.<br /><br />Joice, B. & Weil, M. (1986). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood<br />Cliffs.<br /><br />LaBoskey, V.K. Why Reflection in Teacher Education?. Teaching and Teacher Education:An<br />International Journal of Research & Studies.Vol.12 no.1. 1996.<br /><br />Oliva, P.F. (1992). Developing the Curriculum. New York: Harper Collins.<br /><br />Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.<br /> <br />34<br /><br />Pintrich, P.R. (1990). Implications of Psychological Research on Student Learning and<br />College Teaching for Teacher Education. Handbook of Research on Teacher<br />Education. London: Collier Macmillan Pub.<br /><br />Poblete, D.P. (1999). A Reflective Teaching Model: An Adventist Assesment, Michigan:<br />Andrews University. Tersedia: http://www.aiias.edu/ict/ vol24/ 24cc_ 257-276.htm <br />[02/06/04].<br /><br />Pollard, A. & Tann, S. (1987). Reflective Teaching in the Primary School: A Handbook for<br />the Classroom, London: Cassell Education Ltd.<br /><br />Reilgelluth, C.M. (1983), Instructional Design Theoris and Models. New Jersey: Lawrence<br />Erlbaum Associates.<br /><br />Smith, R.M. (1982). Learning How to Learn: Applied Theory for Adults. Chicago: Follett<br />Pub.Co.<br /><br />Sugiyono,.(2003). Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.<br /><br />Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma<br />Karya.<br /><br />Suparno,P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.<br /><br />Tyler, R.W. (1949). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago: The University<br />of Chicago Press.<br /><br />Undang-undang RI No. 14. Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen<br /><br />Unesco. (1996). Learning: The Treaure Within. Paris: Unesco.<br /><br />Valli & Linda. (1994). Reflective Teacher Education: Cases and Critiques. Bulletin Reflective<br />Practice in Social Studies, No.88.<br /><br />Zeichner, K. & Liston, .P. (1995). A Handbook for Reflective Teaching: Designed for the<br />New and Student Teacher. Tersedia: http://www.iloveteaching.com/ mentor/html. [30-<br />07-2003].<br /><br />Zeichner, K. & Liston, P. (1996), Reflective Teaching: An Intro-duction. New Jersey:<br />Lawrence ErlbaumUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-20221901018208092642011-01-09T07:07:00.000-08:002011-01-09T07:08:44.803-08:00Daftar Pustaka (Bahasa Inggris)Abedi, J. (2004). The no child left behind act and English language learners: <br />Assessment and accountability issues. Journal of American Educational<br />Research Association, 33, 4-13.<br /><br />Arikunto, S. (1999). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. (Edisi revisi). Jakarta: Bumi<br />Aksara. <br /><br />Artini, L.P. (1998). Is speaking easier than writing?: Exploring the complexity of<br />spoken language. Jurnal Ilmu Pendidikan, 5, 38-48.<br /><br />Astin, A.W. (1993). Assesment for excellence: The philosophy and practice of<br />assessment and evaluation in higher education. New York: The Oryx Press.<br /><br />Azwar, S. (2004). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.<br /><br />Bachman, L.F. (1990). Fundamental considerations in language testing. Hong Kong:<br />Oxford University Press.<br /><br />Baumgartner, T.A., & Jackson, S. (1995). Measurement for evaluation. NewYork:<br />Wm C. Brown Comunications. Inc.<br /><br />Bogdan, C.R. (1982). Qualitative research for education: An introduction to theory<br />and methods. Boston: Ally and Bacon Inc.<br /><br />Bolt, D.M., Cohen, A.S., & Wollack, J.A. (2001). A mixure item response model for <br />multiple-choice data. Journal of Educational and Behavioral Statistics, 381-<br />409.<br /><br />Borg, W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational research: An introduction. (4th<br /> ed).<br />New York & London: Longman.<br /><br />Brinkerhoff, R.O., Brethower, D.M., Hluchyj, T., et al. (1983). Program evaluation:<br />A practitioner’s guide for trainers and educators. Boston: Kluwer-Nijhoff<br />Publishing.<br /><br />Brown, H.D. (1987). Principles of language learning and teaching. (2nd<br /> ed). London:<br />Printice-Hall Inc.<br /><br />Brown, D.J. (1990). Decentralization and school-based management. London: Taylor<br />& Francis (Prenters) Ltd. 304<br /><br />Brown, H.D. (2000). Principle of language learning and teaching. (4th<br /> ed). San<br />Fransisco: Addison Wesley Longman, Inc.<br /><br />Brown, H.D. (2001). Teaching by principles: An active approach to language<br />pedagogy. (2nd<br />ed). San Francisco: Addison Wesley Longman, Inc.<br /><br />Brown, H.D. (2004). Language assessment: Principle and classroom practices.<br />NewYork: Longman, Pearson Education, Inc.<br /><br />Buck, G. (2001). Assessing listening. Cambridge: Cambridge University Press.<br /><br />Cahyono, B.Y. (1996). Development and application of content-based summarizing<br />teachnique in reading instruction. Jurnal Ilmu Pendidikan, 3, 27-36.<br /><br />Caldwell, B.J., & Spinks, J.M. (1992). Leading the self managing school. London:<br />The Falmer Press.<br /><br />Celce-Murcia, M. (2001). Teaching English as a second or foreign language. (3rd<br /> ed).<br />New York: Heinle and Heinle.<br /><br />Clapham, C. (1996). The development of IELTS: A study of the effect of background<br />knowledge on reading comprehension. Cambridge: Cambridge University<br />Press.<br /><br />Clark, D. (1997). Implementing the Kirkpatrick evaluation model plus: Five levels of<br />evaluation enable continuous improvement. Diambil dari Instructional System<br />Development, “Evaluation Phase,” Chapter VI. (Rev.ed.).<br />http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/sat.html.<br /><br />Crystal, D. (2000). English as a global language. Cambridge: Cambridge University<br />Press.<br /><br />Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1996). Kamus besar bahasa Indonesia.<br />Jakarta: Balai Pustaka.<br /><br />Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004, Standar kompetensi,<br />mata pelajaran: Bahasa Inggris sekolah menengah atas. Jakarta: Pusat<br />Kurikulum, Balitbang Depdiknas.<br /><br />Departemen Pendidikan Nasional. (2004 b). Pengembangan perangkat penilaian<br />kinerja guru. Jakarta: Ditjen Dikti, Bagian Proyek P2TK.<br /> 305<br />Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Petunjuk teknis monitoring dan evaluasi.<br />Jakarta: Depdiknas.<br /><br />Djemari Mardapi. (1999). Pengukuran, penilaian dan evaluasi. Makalah disampaikan<br />pada Penataran evaluasi pembelajaran matematika untuk guru inti matematika<br />tanggal 8 – 23 Nopember 1999 di PPPG Matematika Yogyakarta.<br /><br />Djemari Mardapi. (2000). Evaluasi pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi<br />Pendidikan Nasional tanggal 19–23 September 2000 di Universitas Negeri<br />Jakarta.<br /><br />Ellis, R. (2005). Principles of instructed language learning. Diambil pada tanggal 9<br />Agustus 2006, dari file://F:\Principles of Instructed Language Learning Rod<br />Ellis.htm.<br /><br />El-Okda, M. (2005). A propose model for EFL teacher involvement in on-going<br />curriculum development. Diambil dari sumber ASEAN EFL JOURNAL<br />File:/F\A Propose Model for EFL Teacher Involvement.htm.<br /><br />Fernandes, H.J.X.(1984). Testing and measurement. Jakarta: National Education<br />Planning, Evaluation and Curriculum Development.<br /><br />Fetterman, D.M. (1988). Qualitative approaches to evaluation in education: The<br />silent scientific revolution. New York: Praeger Publishers.<br /><br />Flannery, K.T. (2000). Contextualizing course evaluations: Using students’ self-<br />evaluation. Diambil pada tanggal 15 September 2006 dari Sumber:<br />File:/E:\Kumpulan Jurnal\Contextualizing Course Evaluation.htm. C 2000 by<br />the Association of Departments of English. All Rights Reserved ADE Bulletin<br />126 (Fall 2000): 53-57. <br /><br />Ghani, A.R.A., Hari, S., & Suyanto. (Ed). (2006). Evaluasi pendidikan: Konsep dan<br />aplikasi. Jakarta: UHAMKA Press.<br /><br />Grambs, J.D. & Carr, J.C. (1979). Modern methods in secondary education. New<br />York: Holt, Rinehart and Winston.<br /><br />Gronlund, N.E. (1971). Measurement and evaluation in teaching. (3rd<br /> ed). New York:<br />Macmillan publishing.<br /><br />Gronlund, N.E. (1981). Measurement and evaluation in teaching. (4th<br /> ed). New York:<br />Macmillan Publishing.<br /> 306<br />Gronlund, N.E. & Linn, R.L. (1990). Measurement and evaluation in teaching.<br />NewYork: Macmillan Publishing.<br /><br />Hadi, S. (2000). Metodologi research (jilid 1). Yogyakarta: Andi.<br /><br />Hamalik, O. (1991). Pendidikan guru: Konsep dan strategi. Bandung: Penerbit<br />Mandar Maju.<br /><br />Holman, R. & Berger, M.P.F. (2001). Optimal calibration designs for tests of<br />polytomously scored items described by item response theory models. Journal<br />of Educational and Behavioral Statistics, 361-380.<br /><br />Hughes, A. (2003). Testing for language teahers. Cambridge: Cambridge University<br />Press.<br /><br />Hulin, C.L., Drasgrow, F., & Parsons, C. (1983). Item response theory: Application to<br />psychological measurement. Homewood, Illinois: Dow Jones-Irwin.<br /><br />Imam Ghozali. (2005). Structural equation modeling: Teori, konsep, dan aplikasi<br />dengan program Lisrel. Semarang: Badan penerbit Universitas Dipenogoro.<br /><br />Irvine, S.H. & Kyllonen, P.C. (2002). Item generation for test development. Mahwa,<br />NJ: Lawrence Erlbaum Association, Publishers.<br /><br />Johnson, D.W. & Johnson, R.T. (2002). Meaningful assessment: A manageable and<br />cooperative process. Boston: Allyn and Bacon.<br /><br />Jones, J., Jenkin, M., & Lord, S. (2006). Developing effective teacher performance.<br />London: Paul Chapman Publishing.<br /><br />Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon.<br /><br />Kellaghan, T & Greaney, V. (2001). Using assessment to improve the quality of<br />education. Paris: Imprimerie Alenconnnaise.<br /><br />Kirkpartrick, D.L. (1998). Evaluating training programs: The four levels. (2nd<br /> ed).<br />San Fransisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc.<br /><br />Larson, R.L. (1972). Process or product: The evaluation of teaching or the evaluation<br />of learning. Diambil pada tanggal 9 september 2006 dari file://F:\ Process or<br />Product: The Evaluation of Teching or the Evaluation of Learning.htm. 307<br />Levine, R.A., Solomon, M.A., Hellstern, G.M, et al. (1981). Evaluation research and<br />practice: Comparative and international perspectives. Beverly Hills: Sage<br />Publications.<br />Littelewood, W. (1984). Communicative language teaching. Cambridge: Cambridge<br />University Press.<br />Lynch, B.K. (1996). Language program evaluation: Theory and practice.<br />Cambridge: Cambridge University Press.<br />Madaus, G., Scriven, M.S., & Stafflebeam, D.L. (1986). Evaluation models:<br />Viewpoints on educational and human services evaluation. Boston: Kluwer-<br />Nijhoff Publishing.<br />Mann, G. (2004). An evaluation approach towards feedback “betterment” in an<br />initial teacher training in EFL. Diambil pada tanggal 9 Agustus 2006 dari<br />file://F:\ An Evaluation Approach.htm.<br /><br />Mazzei, L.A. (2004). Silent Listening: Deconstructive practices in discourse-based<br />research. Journal of American Educational Research Association,33, 26-33.<br /><br />McDonald, R.P. (1999). Test theory: A unified treatment. Mahwa, N.J: Lawrence<br />Erlbaum Association, Publishers.<br /><br />Mehrens, W.A. & Lehmann, I.J. (1973). Measurement and evaluation: An education<br />and psychology. New York: Holt, Rinehart and winston, Inc.<br /><br />Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded<br />sourcebook. New York: SAGE Publications.<br /><br />Ming-Chung Yu. (2006). On the teaching of L2 sosiolinguistic competence in<br />classroom settings. Diambil pada tanggal 8 September 2006, dari file://F:\Asian<br />EFL Journal English Language Teaching and Research Articles.htm.<br /><br />Morse, J.M. (1994). Critical issues in qualitative research methods. London: Sage<br />Publications.<br /><br />Mueller, R. O. (1996). Basic principles of structural equation modeling: An<br />introduction to lisrel and EQS. New York: Springer.<br /> 308<br />Naugle, K.A. (2000) . Kirkpatrick's evaluation model as a means of evaluating<br />teacher performance. Diambil pada tanggal 15 November 2005, dari<br />http://www. findarticles.com/p/articles.<br /><br />Nunan, D. (1992). Research methods in language learning. Cambridge: Cambridge<br />University Press.<br /><br />O’Malley, J.M. & Pierce, L.V. (1996). Authentic assessment for English language<br />learners: Practical approaches for teachers. New York: Addison Wesley<br />Longman, Inc.<br /><br />Owen, R.E. (1992). Language development: An introduction. New York: Macmillan<br />Publishing Company Inc.<br /><br />Partners, C. (2006). Implementing the Kirkpatrick evaluation model plus. Diambil<br />pada tanggal 2 Januari 2006, dari http://www.coe.wayne. edu/ eval/pdf.<br /><br />Patton, M.Q. (1978). Utilization-focused evaluation. Beverly Hills: Sage<br />Publications.<br /><br />Peraturan Pemerintah Republik Indonesi nomor 19 tahun 2005 tentang Standar<br />Nasional Pendidikan.<br /><br />Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006<br />tentang standar kompetensi lulusan (SKL).<br /><br />Phillips, J.J. (1991). Handbook of training evaluation and measurement methods.<br />Houson: Gulf Publishing Company.<br /><br />Popham, W.J. (1995). Classroom assessments: What teachers need to know. Toronto:<br />Allyn Bacon.<br /><br />Prihartono, Nurudin, & Sudaryanto. (2005). Upaya meningkatkan keefektifan<br />pembelajaran bahasa Inggris melalui kreativitas guru dalam merancang tugas-<br />tugas komunikatif di SMA 2 Wonosari (penelitian tindakan kelas). Jurnal<br />Penelitian dan Evaluasi, 1, 114-159.<br /><br />Purpura, J.E. (1999). Leaner strategy use and performance on language tests: A<br />structural equation modeling approach. Cambridge: The Press Syndicate of the<br />University of Cambridge. 309<br /><br />Rea-Dickins, P. & Germaine, K.P. (1998). Managing evaluation and innovation in<br />language teaching: Building bridges. London: Longman.<br /><br />Richards, J.C. & Renandya, W.A. (2002). Methodology in language teaching: An<br />anthology of current practice. Cambridge: Cambridge University Press.<br /><br />Richards, J.C. (2006). Curriculum development in language teaching. New York:<br />Cambridge University Press.<br /><br />Rist, R.C. (1994). Influencing the policy process with qualitative research in<br />handbook of qualitative research. Thousand Oaks: Sage Publications.<br /><br />Samana, A. (1994). Profesionalisme keguruan. Yogyakarta: Kanisius.<br /><br />Sanders, J.R. & Sullins, C.D. (2006). Evaluating school programs. (3rd<br /> ed). Thousand<br />Oaks: Corwin Press.<br /><br />Saukah, A. (1998). Evaluation of pre-departure English training program. Jurnal Ilmu<br />Pendidikan, Jilid 5, Nomor Suplemen, 68-83.<br /><br />Saukah, A. (2000). The English profeciency of the academics of the teacher training<br />and education institutions. Jurnal Ilmu Pendidikan, 7, 67-76.<br /><br />Sawyer, R.K. (2004). Creative teaching: Collaborave discussion as disciplined<br />improvisation. Journal of American Education Research Association, Volume<br />33, Number 2, 12-19.<br /><br />Scheaffer, R.L., Mendenhall III, W., & Ott, L. (1996). Elementary survey sampling,<br />fifth edition. New York: Duxbury Press.<br /><br />Schmitt, N. & McCarthy, M. (2000). Vocabulary description, acquisition and<br />pedagogy. Cambridge: Cambridge University Press.<br /><br />Scholes, R. (2003). Learning and teaching. Diambil dari sumber File://E\Kumpulan<br />Jurnal\ Learning and Teaching.htm. @ 2003 by the Associstion of Departmens<br />of English. All Rights Reserved. ADE Bulletin 134-135 (Spring-Fall 2003): 11-<br />16.<br /><br />Solimun. (2002). Structural equation modeling (SEM) Lisrel dan Amos. Malang:<br />Fakultas MIPA Universitas Brawijaya.<br /> 310<br />Sparks, R.L., Patton, J., Javorsky, et al. (2006). Native language predictors of foreign<br />language proficiency and foreign language aptitude. Diambila pada tanggal 5<br />November, 2006 dari Sumber: Annals of Dyslexia; Jun 2006; 56, 1; Proquest<br />Education Journals pg. 129. <br /><br />Stern, H. (1983). Fundamental concept of language teaching. London: Oxford<br />University Press.<br /><br />Stronge, J.H. (2006). Evaluating teaching. London: Corwin Press.<br /><br />Stufflebeam, L.D. & Shrinkfield, J. (1985). Systematic evaluation: A self–<br />instructional guide to theory and practice. New York: Kluwer Nijhoff<br />Publishing.<br /><br />Sudiyono, A. (2003). Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo<br />Persada.<br /><br />Sugiyono. (2004). Metode penelitian bisnis. Bandung: CV Alfabeta.<br /><br />Suriasumantri, J.S. (1998). Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka<br />Sinar Harapan.<br />Suwarsih Madya. (1991). Introducing the communicative approach to EFL student<br />teachers in Yogyakarta. Yogyakarta: Seminar Paper.<br />Suwarsih Madya. (2004). Sosok sejati guru bahasa Inggris belum muncul. Harian<br />Kompas, Senin, 29 Maret 2004. Diambil pada tanggal 23 Desember 2006, dari<br />Design By KCM Copyright © 2002 Harian KOMPAS.<br />Tarigan, H.G. (1998). Metodologi pengajaran bahasa. Jakarta: Depdikbud.<br />Tudiver, F., Bass, M.J., Dunn, E.V., et al. (1992). Assessing interventions:<br />Traditional and innovative methods. New York: Sage Publication.<br /><br />Tudiver, F., Bass, M.J., Dunn, E.V., et al. (2006). Teaching and learning English<br />more effectively. Diambil pada tanggal 29 April 2006, dari file://F:\Teaching &<br />Learning English More Effectively.htm.<br /><br />Undang – Undang Nomor 14 Tahun (2005) Tentang Guru dan Dosen.<br /><br />Walcott, H.F. (1994). Transforming qualitative data: Description, analysis, and<br />interpretation. New York: Sage Publications. 311<br /><br />Weiss, C.H. (1972). Evaluation research: Methods for assessing program<br />effectiveness. Toronto: Englewood Cliff.<br /><br />Wholey, J.S., Harty, H.P., & Newcomer, K.E. (1994). Handbook of practical<br />program evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.<br /><br />Wilson, M. (1992). Objective measurement: Theory into practice (vol.2). Norwood:<br />Alex Publishing Corporation.<br /><br />Witkin, B.R. (1984). Assessing need in educational and social programs. San<br />Fransisco: Jossey-Bass Publisher.<br /><br />Worthen, B.R., & Sanders, J.R. (2002). Educational evaluation: Theory and practice.<br />Worthington: Charles Publishing Company.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-76758578325565858642011-01-09T06:55:00.000-08:002011-01-09T07:01:27.169-08:00METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN KELASI. KONSEP DASAR<br />1.1 Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas<br />Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan.<br />Sebagai agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif<br />berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya.<br />Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari<br />pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sangat<br />mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya adalah<br />peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini, karena dalam proses pembelajaran, guru adalah<br />praktisi dan teoretisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas pembelajaran,<br />merupakan tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni<br />(Ipteks) yang semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan penyesuaian dan<br />peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif<br />terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat guru itu mengajar.<br />Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan kompetensi guru merupakan<br />tanggung jawab moral bagi para guru di sekolah. Peningkatan kompetensi guru mencakup<br />empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi<br />sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Berdasarkan UURI Nomor 20 tahun 2003 tentang<br />Sistem Pendidikan Nasional, PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional<br />Pendidikan, dan UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, peningkatan<br />kompetensi guru menjadi isu strategis dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Bahkan<br />menurut PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tersebut pada pasal 31 ditegaskan, bahwa selain<br />kualifikasi, guru sebagai tenaga pendidik juga dituntut untuk memiliki sertifikat<br />kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya.<br />Upaya peningkatan keempat kompetensi merupakan upaya peningkatan<br />profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme dapat dicapai oleh guru dengan cara<br />melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara berkesinambungan. Praktik<br />pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan profesionalisme guru (Ahmar, 2005; Jones<br />& Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005; McNeiff, 1992). Hal ini, karena PTK dapat<br />membantu (1) pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan masalah3<br />pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan<br />hasil belajar siswa, (2) peningkatan kemampuan pembelajaran akan berdampak pada<br />peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru (Prendergast, 2002).<br />Lewin (dalam Prendergast, 2002:2) secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan<br />kelas merupakan cara guru untuk mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan<br />pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain. Sementara itu,<br />Calhoun dan Glanz (dalam Prendergast, 2002:2) menyatakan, bahwa penelitian tindakan<br />kelas merupakan suatu metode untuk memberdayakan guru yang mampu mendukung<br />kinerja kreatif sekolah. Di samping itu, Prendergast (2002:3) juga menyatakan, bahwa<br />penelitian tindakan kelas merupakan wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan<br />tindakan secara sistematis dalam pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar<br />siswa. Cole dan Knowles (Prendergast (2002:3-4) menyatakan bahwa, penelitian tindakan<br />kelas dapat mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu<br />dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar, tetapi<br />juga membantu para guru mengembangkan hubungan-hubungan personal. Pernyataan<br />Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast (2002:5), bahwa penelitian<br />tindakan kelas dapat mendorong para guru melakukan refleksi terhadap praktek<br />pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam dan mengembangkan<br />hubungan-hubungan personal dan sosial antar guru. Whitehead (1993) menyatakan, bahwa<br />penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan pemahaman<br />tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki pemberlajarannya.<br />Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut mengindikasikan, bahwa pemahaman dan<br />penerapan PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang<br />dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk<br />meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.<br />Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri, maka sebelum seorang<br />Guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan PTK, perlu memperhatikan<br />hal-hal berikut.<br />1. PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas<br />sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin4<br />memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak<br />mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.<br />2. Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas utama<br />Guru tidak terbengkalai.<br />3. Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru untuk<br />merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan suasana<br />dan keadaan kelas tempatnya mengajar.<br />4. Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat<br />dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat<br />dipecahkan melalui PTK oleh Guru itu sendiri.<br />5. Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah. Dalam<br />hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi, sehingga pada<br />gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian tersebut. Jika<br />kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat bekerja sama untuk<br />menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus diteliti melalui PTK.<br />1.2 Pengertian PTK<br />Penelitian tindakan telah mulai berkembang sejak perang dunia kedua. Oleh sebab<br />itu, terdapat banyak pengertian tentang PTK. Istilah PTK dideferensiasi dari pengertian-<br />pengertian berikut.<br />Kemmis (1992): Action research as a form of self-reflective inquiry undertaken by<br />participants in a social (including educational) situation in order to improve the<br />rationality and justice of (a) their on social or educational practices, (b) their<br />understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are<br />carried out.<br />McNeiff (2002): action research is a term which refer to a practical way of looking<br />at your own work to sheck that it is you would like it to be. Because action research<br />is done by you, the practitioner, it is often referred to as practitioner based<br />research; and because it involves you thinking about and reflecting on your work, it<br />can also be called a form of self-reflective practice.5<br />Berdasarkan penjelasan Kemmis dan McNeiff tersebut, dapat dicermati pengertian<br />PTK secara lebih rinci dan lengkap. PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang<br />bersifat reflektif oleh pelaku tindakan. Tindakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan<br />kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas sehari-hari,<br />memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki<br />kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan<br />tujuan-tujuan tersebut, PTK dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari<br />empat tahapan, planing, action, observation/evaluation, dan reflection.<br />1.3 Karakteristik PTK<br /> Karakteristik PTK yang sekaligus dapat membedakannya dengan penelitian formal<br />adalah sebagai berikut.<br />1. PTK merupakan prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk menanggulangi<br />masalah nyata yang dialami Guru berkaitan dengan siswa di kelas itu. Ini berarti, bahwa<br />rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di kelas itu, termasuk pengumpulan data,<br />analisis, penafsiran, pemaknaan, perolehan temuan, dan penerapan temuan. Semuanya<br />dilakukan di kelas dan dirasakan oleh kelas itu.<br />2. Metode PTK diterapkan secara kontekstual, dalam arti bahwa variabel-variabel yang<br />ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu sendiri. Dengan demikian, temuan<br />hanya berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak dapat digeneralisasi untuk kelas yang<br />lain. Temuan PTK hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali<br />efektivitasnya dalam kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.<br />3. PTK terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran, dalam arti<br />bahwa hasil atau temuan PTK itu adalah pada diri Guru telah terjadi perubahan,<br />perbaikan, atau peningkatan sikap dan perbuatannya. PTK akan lebih berhasil jika ada<br />kerja sama antara Guru-Guru di sekolah, sehingga mereka dapat sharing permasalahan,<br />dan apabila penelitian telah dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan<br />tindakan yang dilakukan. Dengan demikain, PTK itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.<br />4. PTK bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan demikian, maka cocok digunakan<br />dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas. Hal ini juga memungkinkan6<br />diterapkannya suatu hasil studi dengan segera dan penelaahan kembali secara<br />berkesinambungan.<br />5. PTK banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung atas refleksi diri peneliti.<br />Pada saat penelitian berlangsung Guru sendiri dibantu rekan lainnya mengumpulkan<br />informasi, menata informasi, membahasnya, mencatatnya, menilainya, dan sekaligus<br />melakukan tindakan-tindakan secara bertahap. Setiap tahap merupakan tindakan lanjut<br />tahap sebelumnya.<br />6. PTK sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen dalam hal percobaan<br />tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah kembali efektivitasnya. Tetapi, PTK tidak<br />secara ketat memperdulikan pengendalian variabel yang mungkin mempengaruhi hasil<br />penelaahan. Oleh karena kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah dapat dipertahankan<br />terutama dalam pengambilan data, perolehan informasi, upaya untuk membangun pola<br />tindakan, rekomnedasi dan lain-lain, maka PTK tetap merupakan proses ilmiah.<br />7. PTK bersifat situasional dan spesisifik, yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk<br />studi kasus. Subyek penelitian sifatnya terbatas, tidak representatif untuk merumuskan<br />atau generalisasi. Penggunaan metoda statistik terbatas pada pendekatan deskriptif<br />tanpa inferensi.<br />1.4 Prinsip PTK<br />Menurut Hopkins (1993: 57-61), terdapat 6 prinsip penelitian tindakan kelas.<br />Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.<br />1. Sebagai seorang guru yang pekerjaan utamanya adalah mengajar, seyogyanya PTK<br />yang dilakukan tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Ada dua hal penting<br />terkait dengan prinsip ini. Pertama, mungkin metode pembelajaran yang diterapkannya<br />dalam PTK tidak segera dapat memperbaiki pembelajarannya, atau hasilnya tidak jauh<br />berbeda dengan metode yang digunakan sebelumnya. Sebagai pertanggungjawaban<br />profesional, Guru hendaknya selalu secara konsisten menemukan sebabnya, mencari<br />jalan keluar terbaik, atau menggantinya agar mampu memfasilitasi para siswa dalam<br />belajar dan meningkatkan hasil belajar secara lebih optimal. Kedua, banyaknya siklus<br />yang diterapkan hendaknya mengutamakan pada ketercapaian kriteria keberhasilan,<br />misalnya pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) ketimbang7<br />sekadar menghabiskan kurikulum (content coverage), dan tidak semata-mata mengacu<br />pada kejenuhan informasi (saturation of information).<br />2. Teknik pengumpulan data tidak menuntut waktu dan cara yang berlebihan. Sedapat<br />mungkin hendaknya dapat diupayakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangai<br />sendiri, sementara Guru tetap aktif sebagai mana biasanya. Teknik pengumpulan data<br />diuapayakan sesederhana mungkin, asal mampu memperoleh informasi yang cukup<br />signifikan dan dapat dipercaya secara metodologis.<br />3. Metodologi yang digunakan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan reliabilitasnya<br />yang memungkinkan Guru dapat mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara<br />meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelas, serta<br />memperoleh data yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tindakannya.<br />Jadi, walaupun terdapat kelonggaran secara metodologis, namun PTK mestinya tetap<br />dilaksanakan atas dasar taat kaidah keilmuan.<br />4. Masalah yang terungkap adalah masalah yang benar-benar membuat Guru galau,<br />sehingga atas dasar tanggung jawab profesional, dia didorong oleh hatinya untuk<br />memiliki komitmen dalam rangka menemukan jalan keluarnya melalui PTK.<br />Komitmen tersebut adalah dorongan hati yang paling dalam untuk memperoleh<br />perbaikan secara nyata proses dan hasil pelayanannya pada siswa dalam menjalankan<br />tugas-tugas kesehariannya dibandingkan dengan proses dan hasil-hasil sebelumnya.<br />Dengan demikian, mengajar adalah penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan<br />dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan sendiri agar mampu melakukan perbaikan<br />praktiknya.<br />5. Pelaksanaan PTK seyogyanya mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi.<br />Artinya, PTK hendaknya diketahui oleh kepala sekolah, disosialisasikan pada rekan-<br />rekan Guru, dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, dilaporkan hasilnya<br />sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis ilmiah, dan tetap mengedepankan<br />kepentingan siswa layaknya sebagai manusia.<br />6. Permasalahan yang hendaknya dicarikan solusinya lewat PTK hendaknya tidak terbatas<br />hanya pada konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi tetap mempertimbangkan<br />perspektif sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini, pelibatan lebih dari seorang<br />pelaku akan sangat mengakomodasi kepentingan tersebut.8<br />1.5 Tujuan PTK<br /> Tujuan PTK dapat digolongkan atas dua jenis, tujuan utama dan tujuan sertaan.<br />Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut.<br />1. Tujuan utama pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan profesional<br />Guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan<br />melakukan refleksi untuk mendiagnosis kondisi, kemudian mencoba secara sistematis<br />berbagai model pembelajaran alternatif yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat<br />memecahkan masalah pembelajaran. Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan,<br />melaksanakan tindakan, melakukan evaluasi, dan refleksi.<br />2. Tujuan utama kedua, melakukan pengembangan keteranpilan Guru yang bertolak dari<br />kebutuhan untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual yang dihadapinya terkait<br />dengan pembelajaran. Tujuan ini dilandasi oleh tiga hal penting, (1) kebutuhan<br />pelaksanaan tumbuh dari Guru sendiri, bukan karena ditugaskan oleh kepala sekolah,<br />(2) proses latihan terjadi secara hand-on dan mind-on, tidak dalam situasi artifisial, (3)<br />produknyas adalah sebuah nilai, karena keilmiahan segi pelaksanaan akan didukung<br />oleh lingkungan.<br />3. Tujuan sertaan, menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan Guru.<br />1.6 Manfaat PTK<br />PTK dapat memberikan manfaat sebagai inovasi pendidikan yang tumbuh dari<br />bawah, karena Guru adalah ujung tombak pelaksana lapangan. Dengan PTK Guru menjadi<br />lebih mandiri yang ditopang oleh rasa percaya diri, sehingga secara keilmuan menjadi lebih<br />berani mengambil prakarsa yang patut diduganya dapat memberikan manfaat perbaikan.<br />Rasa percaya diri tersebut tumbuh sebagai akibat Guru semakin banyak mengembangkan<br />sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman praktis. Dengan secara kontinu<br />melakukan PTK, Guru sebagai pekerja profesional tidak akan cepat berpuas diri lalu diam<br />di zone nyaman, melainkan selalu memiliki komitmen untuk meraih hari esok lebih baik<br />dari hari sekarang. Dorongan ini muncul dari rasa kepedulian untuk memecahkan masalah-<br />masalah praktis dalam kesehariannya.<br />Manfaat lainnya, bahwa hasil PTK dapat dijadikan sumber masukan dalam rangka<br />melakukan pengembangan kurikulum. Proses pengembangan kurikulum tidak bersifat9<br />netral, melainkan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling terkait mengenai hakikat<br />pendidikan, pengetahuan, dan pembelajaran yang dihayati oleh Guru di lapangan. PTK<br />dapat membantu guru untuk lebih memahami hakikat pendidikan secara empirik.<br />1.7 Prosedur PTK<br /> PTK merupakan proses pengkajian suatu masalah pada suatu kelas melalui sistem<br />daur ulang dari berbagai kegiatan, seperti yang ditunjukkan pada Bagan 01.<br />Merencanakan ® Melakukan Tindakan ® Mengamati dan menilai ® Merefleksikan<br />® Merencanakan ® Melakukan Tindakan® Mengamati dan Menilai<br />® Merefleksikan ® dan seterusnya.<br />Bagan 01<br />Daur Ulang dalam Penelitian Tindakan Kelas<br />Daur tersebut dapat dilaksanakan bertolak dari hasil refleksi diri tentang adanya unsur<br />ketidakpuasan diri sendiri terhadap kinerja yang dilakukan dan yang dilalui sebelumnya.<br />Misalnya, Guru sadar bahwa hasil belajar siswa pada bidang studi yang diasuh selalu<br />terpuruk. Guru saat itu berpikir tentang strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini,<br />fasilitas yang mendukung pelajaran, lalu mencari kelemahan-kelemahan kinerja yang telah<br />dilakukan yang diduga sebagai penyebab terpuruknya hasil belajar siswa. Untuk<br />merencanakan tindakan perbaikan, ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu Guru,<br />sebagai berikut. (1) Apa kepedulian anda terhadap kelas itu? (2) Mengapa anda peduli<br />terhadap hal tersebut? (3) Apa yang menurut pendapat anda, anda dapat lakukan berkenan<br />dengan hal itu? (4) Bukti-bukti yang bagaimana yang dapat anda kumpulkan untuk<br />membantu menelaah apa yang terjadi? (5) Bagaimana anda akan mengumpulkan bukti-<br />bukti itu? (6) Bagaimana anda akan memeriksa bahwa pertimbangan anda mengenai apa<br />yang terjadi itu cukup tepat dan cermat?<br />Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu akan menghasilkan penilaian praktis<br />tentang situasi yang dihadapi dan menghasilkan pula rencana yang mungkin digunakan<br />untuk menangani situasi itu. Dalam hal seperti itu, daur ulang yang serupa dengan yang<br />dikemukakan tersebut terjadi pula, yaitu dengan terjadinya apa yang dirasakan Guru.10<br />1. Guru mengalami suatu masalah dalam mengajar apabila sistem nilai yang diperoleh<br />tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.<br />2. Guru membayangkan pemecahan masalah tersebut.<br />3. Guru bertindak sesuai dengan cara pemecahan yang dibayangkan.<br />4. Guru menilai hasil upaya pemecahan itu.<br />5. Guru memperbaiki praktik, rencana, dan gagasan-gagasan mengajar dengan strategi<br />baru sesuai dengan hasil penilaian itu.<br />6. Guru menerangkan hasil perubahan itu sambil menelaah dampaknya terhadap hasil<br />kerjanya.<br />1.8 Proses PTK<br /> Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa keseluruhan proses PTK<br />selengkapnya terdiri atas tahapan-tahapan seperti yang dilukiskan pada Bagan 02, yang<br />pada pokoknya terdiri dari empat tahapan.<br />Refleksi Awal<br />® Penelaahan Lapangan ® Tema Kepedulian<br />Gagasan Umum ¯<br />Perencanaan Umum<br />¯<br />Perencanaan ® Tindakan<br /> ¯<br />Observasi ¬ Refleksi<br />Bagan 02<br />Proses Siklus Penelitian Tindakan kelas<br />1.8.1 Refleksi Awal, Gagasan Umum, Penelaahan Lapangan,<br />dan Tema Kepedulian<br />Keempat tahapan berpikir ini adalah langkah awal yang merupakan akumulasi dan<br />rasa ketidakpuasan seorang Guru atau hasil renungannya terhadap kinerja yang dilakukan.<br />Refleksi awal tidak lain merupakan latar belakang masalah untuk melahirkan gagasan11<br />umum. Penelaahan lapangan adalah keberhasilan dalam mengidentifikasi permasalahan<br />yang ada. Menganalisis sumber penyebabnya, dan berdasarkan logika ilmiah<br />diwujudkanlah tema kepedulian yang merupakan permasalahan pokok yang akan diteliti.<br />Agar hasil penelaahan lapangan dapat seakurat mungkin, maka Guru dianjurkan menyimak<br />kepustakaan penelitian pendidikan (jurnal dan buku sumber) dan pengalaman pribadinya.<br />Hal ini akan membantu kerja yang lebih tepat. Di samping itu, kajian kepustakaan akan<br />menyadarkan Guru ke arah kesiapan pengenalan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai sosial,<br />minat siswa dan atau kelompok kerjanya, yang semuanya akan mempengaruhi rasionalitas,<br />keterbukaan, dan keserasian kerja.<br />Sebagai ilustrasi, misalkan seorang Guru Biologi sangat peduli terhadap hasil belajar<br />siswanya yang selalu terpuruk (dilihat dari nilai formatif, sumatif, dan ebtanas). Guru mulai<br />bertanya-tanya mengapa nilai siswa selalu buruk? Padahal pembelajaran telah dilakukan<br />sesuai dengan tuntutan kurikulum, banyak pembahasan masalah-masalah nyata, sering<br />ulangan, dan sebagainya. Setelah diselidiki lebih jauh, misalnya dengan mengadakan<br />wawancara pada beberapa siswa, terungkap bahwa siswa kurang puas dengan model<br />pembelajaran diskusi biasa yang diterapkan selama ini. Disinyalir bahwa Guru tidak pernah<br />mengubah cara memfasilitasi pembelajaran, tidak pernah mengajak siswa bereksperimen<br />atau penyelidikan. Berdasarkan data tersebut, Guru mulai memikirkan tema kepeduliannya,<br />misalnya Penerapan Model Problem-Based Learning Sebagai Upaya Peningkatan<br />Kompetensi Dasar Siswa Pada Bidang Studi Biologi. Rumusan-rumusan tema tersebut<br />selanjutnya dijabarkan ke dalam rumusan masalah, misalnya apakah penerapan model<br />Problem-Based Learning dapat meningkatkan kompetensi dasar siswa? Bagaimana respon<br />siswa terhadap pembelajaran biologi dengan model Problem-Based Learning? Untuk<br />menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, Guru hendaknya menyimak tentang<br />peranan Model Problem-Based Learning dalam peningkatan kompetensi dasar siswa,<br />sehingga dia dapat merumuskan hipotesis tindakan.<br />1.8.2 Perencanaan<br />Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa yang dilakukan, dengan<br />mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif dan subyektif. Dalam perencanaan<br />tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus apa yang dilakukan, apa tujuannya.<br />Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana melakukan, dan apa hasil yang diharapkan.12<br />Setelah pertimbangan itu dilakukan, maka selanjutnya disusun gagasan-gagasan dalam<br />bentuk rencana yang dirinci. Kemudian gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang tidak<br />penting dihilangkan, pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat bagi<br />upaya perbaikan yang dipikirkan. Sebainya perencanaan tersebut didiskusikan dengan Guru<br />yang lain unutk memperoleh masukan.<br />Berkaitan dengan contoh permasalahan dan tema kepedulian yang telah diuarikan<br />tersebut, alternatif perencanaan untuk melaksanakan PTK adalah menyiapkan rancangan<br />pembelajaran dan lembaran kerja siswa dengan model Problem-Based Learning,<br />mengalokasikan waktu sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model Problem-<br />Based Learning, menyiapkan pedoman observasi, pedoman penilaian kinerja, , menyiapkan<br />tes kompetensi kognitif, menyiapkan tes sikap, meyiapkan format observasi, menyiapkan<br />angket respon siswa.<br />1.8.3 Pelaksanaan Tindakan<br /> Jika perencanan yang telah dirumuskan sebelumnya merupakan perencanaan yang<br />cukup matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan pelaksanaan perencanaan itu.<br />Namun, kenyataan dalam praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu,<br />pelaksanaan tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan di<br />lapangan. Tetapi jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika<br />perencanaan yang telah dirumuskan tidak dilaksanakan, maka Guru hendaknya<br />merumuskan perencanaan kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.<br /> Sesuai dengan contoh permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tindakan<br />dapat dilakukan sesuai dengan berikut. Pertama-tama Guru menyajikan permasalahan<br />kepada siswa. Selanjutnya, dia bisa memulai pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai<br />dengan model Problem-Based Learning. Jika perencanaan telah menetapkan pelaksanaan<br />asesmen kinerja diadakan setiap kali pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut<br />dengan seksama. Hasil asesmen dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing<br />konsep yang menjadi materi kinerja para siswa. Komentar hendaknya menyatakan<br />penilaian kuantitatif pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar berikut<br />nilai dikembalikan kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. Agar waktunya<br />efisien, maka diadakan identifikasi kesalah pahaman siswa sekaligus dapat dikelompokkan13<br />jenis-jenis kesalah pahaman tersebut. Setelah pembahasan tentang hasil asesmen tersebut<br />selesai, mulailah pembelajaran topik baru, dan demikian seterusnya.<br />1.8.4 Observasi dan Evaluasi<br />Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan tindakan hendaknya juga<br />dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang terjadi. Dalam pemantauan itu,<br />lakukan pencatatan-pencatatan sesuai dengan form yang telah disiapkan. Catat pula<br />gagasan-gagasan dan kesan-kesan yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar<br />terjadi dalam proses pembelajaran. Secara teknis operasional, kegiatan pemantauan dapat<br />dilakukan oleh Guru lain. Di sinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika<br />petugas pemantau itu bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi<br />pemantauan untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat<br />pribadinya. Untuk memperoleh data yang lebih obyektif, Guru dapat menggunakan alat-alat<br />optik atau elektronik, seperti kamera, perekam video, atau perekam suara. Pada setiap kali<br />akan mengakhiri penggalan kegiatan, lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal yang telah<br />direncanakan. Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka<br />evaluasi berperanan untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah<br />dirumuskan melalui tujuan tindakan.<br />Seacara ilustratif, berkaitan dengan contoh permasalahan yang telah diungkapkan<br />sebelumnya, maka pemantauan dilakukan untuk mengamati selama pembelajaran,<br />mengamati interaksi selama proses penyelidikan berlangsung, mengamati respon siswa<br />terhadap proses pembelajaran. Sedangkan evaluasi ditujukan kepada hasil belajar siswa<br />melalui asesmen kinerja, portofolio, tes, dan respon siswa melalui penyebaran angket.14<br />1.8.5 Refleksi<br />Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah<br />dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau<br />upaya yang telah dilakukan. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian<br />terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru<br />hendaknya terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan. Refleksi terdiri atas 5<br />komponen. Komponen-komponen tersebut dilukiskan pada Bagan 03.<br />Analisis ® Sintesis ® Pemaknaan ® Penjelasan ® Penyusunan<br /> Kesimpulan<br />Bagan 03<br />Komponen-komponen Refleksi dalam PTK<br />Kelima komponen itu dapat terjadi secara berurutan, atau terjadi bersamaan. Apabila Guru<br />selaku pelaksana PTK telah memiliki gambaran menyeluruh mengenai apa yang terjadi<br />pada fase sebelumnya, maka kalau dia ingin melanjutkan tindakan berikutnya, dia harus<br />memikirkan faktor-faktor penyebabnya. Pengkajian seperti itu dilakukan dengan tetap<br />memperhatikan ke seluruhan tema kepedulian PTK yang sedang berjalan dan tentu saja<br />dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai atau perubahan yang diharapkan. Dalam<br />rangka menetapkan tindakan selanjutnya, Guru hendaknya jangan semata-mata terpaku<br />kepada faktor-faktor penyebab yang berhasil dianalisis, tetapi yang lebih penting adalah<br />penetapan langkah berikutnya merupakan hasil renungan kembali mengenai kekuatan dan<br />kelemahan tindakan yang telah dilakukan, perkiraan peluang yang akan diperoleh, kendala<br />atau kesulitan bahkan ancaman yang mungkin dihadapi. Hasil refleksi hendaknya<br />didiskusikan sebelum diambil suatu keputusan, lebih-lebih hasil refleksi yang akan<br />digunakan sebagai dasar kesimpulan dan rekomendasi.<br />Berikut disajikan contoh ilustrasi refleksi. Misalkan hasil observasi terungkap bahwa<br />dari strategi (misalkan diskusi kelas) yang telah digunakan dalam pembelajaran, ternyata<br />siswa ribut, kurang bertanggung jawab, kesiapannya kurang. Hasil observasi terhadap<br />proses pembahasan hasil asesmen diperoleh data bahwa siswa kurang aktif berinteraksi<br />terhadap materi pelajaran, temannya, dan terhadap Guru. Hasil analisis kompetnsinya15<br />terungkap masih rendah (belum mencapai target minimal). Respon siswa tidak bisa<br />mengikuti pembelajaran secara optimal dalam waktu singkat, sulit mendapat giliran dalam<br />diskusi kelas, tidak ada kesesuaian antara materi diskusi dengan materi tes, dan lain-lain.<br />Terhadap semua data tersebut, maka Guru melakukan refleksi. Misalnya diskusi kelas<br />diubah menjadi diskusi kelompok, lebih banyak menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dalam<br />diskusi, memberikan tugas sebelumnya kepada siswa, menunjuk secara bergiliran siswa<br />untuk mengerjakan tugas sekaligus dinilai secara kualitatif atau kuantitatif, hasil asesmen<br />didiskusikan kepada siswa sebelum pembelajaran berikutnya, sasaran belajar dirumuskan<br />secara realistis yang mudah diukur, dan lain-lain.16<br />II. TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL<br />Substansi secara umum, sistematika proposal penelitian tindakan kelas terdiri dari<br />komponen-komponen berikut: (1) judul, (2) latar belakang masalah, (3) identifikasi<br />masalah, (4) pembatasan dan perumusan masalah, (5) cara pemecahan masalah, (6) tujuan<br />tindakan, (7) manfaat tindakan, (8) krangka konseptual dan hipotesis tindakan, (9) metode<br />penelitian. Metode penelitian mencakup unsur-unsur: (a) subjek dan objek penelitian, (b)<br />rancangan penelitian, yang mencakup: perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi,<br />perencanaan ulang, dst, (c) instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, (d) analisis<br />data dan kriteria keberhasilan.<br />2.1 Judul Penelitian<br />Judul hendaknya dibuat secara ringkas dan mencerminkan tindakan, perbaikan<br />pembelajaran, dan subyek sasaran.<br />Contoh:<br />(1) Penerapan model group investigation untuk meningkatkan keterampilan berpikir<br />kritis dalam pembelajaran matematika bagi siswa kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida.<br />Pada contoh nomor 1, sebagai tindakan adalah model group investigation, perbaikan<br />pembelajaran yang diharapkan adalah peningkatan keterampilan berpikir kritis<br />siswa dalam pembelajaran matematika, dan subyek sasaran adalah siswa kelas VIII<br />SMPN 2 Nusa Penida.<br />(2) Penerapan model project-based learning untuk meningkatkan hasil pembelajaran<br />menulis bagi siswa kelas IX SMPN 5 Nusa Penida.<br />Pada contoh nomor 2, sebagai tindakan adalah model project-based learning,<br />perbaikan pembelajaran yang diharapkan adalah peningkatan hasil pembelajaran<br />menulis, dan subyek sasaran adalah siswa kelas IX SMPN 5 Nusa Penida.<br />2.2 Latar Belakang Masalah<br />Uraian latar belakang masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam PTK.<br />Uraian tersebut mendeskripsikan permasalahan real yang dialami oleh guru dalam<br />pembelajaran. Secara umum, masalah biasanya muncul disebabkan oleh tiga faktor. (1)<br />Masalah berkaitan dengan karakter mata pelajaran atau pokok bahasan dari mata17<br />pelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru mencermati tingkat kesulitan materi pelajaran,<br />sehingga memerlukan pemecahan secara khusus melalui PTK. (2) Masalah berkaitan<br />dengan faktor internal siswa. Termasuk dalam hal ini, adalah kurangnya minat dan<br />bakat siswa terhadap pelajaran, rendahnya motivasi belajar, dan rendahnya hasil belajar<br />siswa, semuanya memerlukan penanganan secara profesional melalui PTK. (3)<br />Masalah yang berkaitan dengan fakror internal guru. Termasuk dalam hal ini, adalah<br />kurangnya penguasaan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan dan penguasaan<br />guru dalam mendesain, mengembangkan, menerapkan, mengelola, dan mengevaluasi<br />proses dan sumber belajar. Faktor-faktor internal guru tersebut juga memerlukan<br />refleksi secara obyektif dan melakukan tindakan sebagai akibat dorongan dari dalam<br />diri untuk melakukan perbaikan diri yang akan bermuara pada peningkatan mutu<br />pelayanan, proses, dan hasil belajar siswa.<br />Secara metodologis, ada enam pertanyaan yang jawabannya akan menuntun dalam<br />penyusunan latar belakang masalah PTK, yaitu: (1) apa yang menjadi harapan? (2) apa<br />kenyataan yang terjadi (3) apa kesenjangan yang dirasakan, (4) apa yang menyebabkan<br />terjadinya kesenjangan (5) tindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kesenjangan<br />(6) apa kekuatan tindakan yang dilakukan tersebut dalam mengatasi kesenjangan?<br />2.3 Identifikasi Masalah<br />Sesungguhnya, identifikasi masalah telah disinggung ketika peneliti mengungkap<br />jawaban terhadap pertanyaan “apa kesenjangan yang terjadi”) dan pertanyaan “apa yang<br />menyebabkan terjadinya kesenjangan”. Namun, untuk lebih memperjelas, identifikasi<br />masalah diungkapkan kembali secara tersendiri.<br />2.4 Pembatasan dan Perumusan Masalah<br />Agar penelitian lebih terarah dan jelas skupnya, maka masalah yang telah diidentifikasi<br />perlu dibatasi. Pembatasan masalah ditujukan pada objek penelitian, yaitu objek<br />tindakan dan objek hasil tindakan. Batasan terhadap objek tindakan dilakukan dengan<br />memberikan penjelasan istilah secara konseptual, sedangkan batasan masalah terhadap<br />objek hasil tindakan dilakukan dengan menyajikan definisi operasional. Definisi<br />operasional mengarah pada pengukuran. Setelah masalah dibatasi dengan cermat, maka18<br />diajukan rumusan masalah. Rumusan masalah penelitian tindakan kelas dinyatakan<br />dalam kalimat tanya. Esensinya adalah menanyakan apakah tindakan dapat melakukan<br />perbaikan pembelajaran. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan masalahnya<br />adalah sebagai berikut.<br />Bagaimana model pembelajaran group investigation dapat meningkatkan<br />keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika?<br />2.5 Cara Pemecahan Masalah<br />Cara pemecahan masalah yang diungkapkan adalah ringkasan dari kerangka konseptual.<br />Ringkasan ini menampilkan bagian-bagian esensial dari kerangka konseptual yang<br />dapat mencerminkan alternatif tindakan yang akan dilakukan. Walaupun cara<br />pemecahan masalah ini masih dalam bentuk konsepsi, namun tetap dapat melukiskan<br />jawaban terhadap masalah yang diajukan. Terkait dengan contoh judul nomor 1, maka<br />cara pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut.<br />Untuk memecahkan masalah tersebut, digunakan model group investigation. Secara<br />konseptual, model group investigation terdiri dari 6 langkah pembelajaran, (1)<br />grouping, (2) planning, (3) investigating, (4) organizing, (5) presenting, dan (6)<br />evaluating. Keenam langkah pembelajaran tersebut mencerminkan konteks (grouping<br />dan planning), input (grouping dan planning), proses (investigating, organizing,<br />presenting, dan evaluating), dan produk (evaluating). Dalam rangka memecahkan<br />masalah secara lebih optimal, penerapan model group investigation dipadukan dengan<br />evaluasi model CIPP. Perpaduan antara model group investigation dan evaluasi model<br />context—input—process--product (CIPP) memberi peluang kepada siswa untuk<br />menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya secara optimal. Oleh sebab itu,<br />penerapan model group investigation diyakini dapat keterampilan berpikir siswa.<br />2.6 Tujuan Tindakan<br />Tujuan penelitian tindakan diungkapkan dalam kalimat pernyataan. Tujuan<br />diungkapkan secara optimis bahwa perbaikan pembelajaran dapat dilakukan dengan<br />tindakan yang diadopsi tersebut. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan tujuan<br />penelitian adalah sebagai berikut.19<br />Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran<br />matematika kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida dengan model pembelajaran<br />group investigation.<br />2.7 Manfaat Tindakan<br />Dalam penelitian tindakan kelas, Guru atau peneliti secara tidak langsung akan<br />mengembangkan perangkat-perangkat pembelajaran (suplemen buku ajar, desain<br />pembelajaran, perangkat keras dan atau perangkat lunak praktikum, alat evaluasi, dan<br />lain-lain) yang koheren dengan teori yang mendasari tindakan. Rumuskan manfaat<br />perangkat-perangkat pembelajaran tersebut kaitannya dengan upaya melakukan<br />perbaikan pembelajaran. Di samping itu, Guru atau peneliti akan berhasil<br />mengeksplorasi atau mengungkap temuan data atau fakta empiris. Lakukan prediksi<br />terhadap data atau fakta empiris tersebut dan rumuskan manfaatnya. Semua manfaat<br />yang dirumuskan tersebut dispesifikasi untuk siswa, Guru, peneliti, sekolah, atau pihak-<br />pihak lain yang berkepentingan.<br />2.8 Krangka Konseptual<br />Kerangka konseptual sangat penting untuk diformulasikan. Kerangka konseptual<br />merupakan landasan yang kuat dilakukannya tindakan tersebut. Dengan dasar<br />konseptual peneliti yakin dapat melakukan perbaikan pembelajaran. Kerangka<br />konseptual hendaknya diformulasikan sejelas-jelasnya, karena rumusan tersebut akan<br />digunakan sebagai dasar dalam menentukan perencanaan, langkah-langkah operasional<br />tindakan, dan evaluasi. Jadi, kerangka konseptual mendasari rencana tindakan,<br />pelaksanaan tindakan, dan evaluasi tindakan. Oleh sebab itu, kerangka konseptual<br />seyogyanya dibuat secara spesifik dan memiliki keunggulan teoretik dibandingkan<br />dengan perspektif yang mengalami anomali ketika peneliti mencermati permasalahan.<br />Kerangka konseptual hendaknya merupakan kombinasi antara reviu teoretis dan<br />empiris. Pertemuan antara landasan teori dan pengalaman empiris tersebut akan<br />melahirkan kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan<br />terhadap pembelajaran yang dilakukan. Kesimpulan tersebut merupakan hipotesis<br />tindakan. Terkait dengan contoh judul nomor 1, kerangka konseptual baik teoretis20<br />maupun empiris yang perlu direviu adalah: (1) karakteristik pembelajaran matematika,<br />(2) proses pembelajaran, (3) model pembelajaran group investigation, (4) evaluasi CIPP<br />dan kaitannya dengan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar.<br />Kerangka konseptual seyogyanya diakhiri dengan kerangka berpikir. Kerangka berpikir<br />merupakan preskripsi yang disusun sendiri oleh peneliti (guru) berdasarkan kerangka<br />konseptual yang telah disusun. Preskripsi tersebut menggambarkan keefektifan<br />hubungan secara konseptual antara tindakan yang dilakukan dan hasil-hasil tindakan<br />yang diharapkan. Akan lebih jelas, apabila kerangka berpikir dilukiskan dengan<br />diagram balok.<br />2.9 Hipotesis Tindakan<br />Hipotesis tindakan diungkapkan dalam bentuk kalimat pernyataan yang merupakan<br />jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan. Hipotesis menyatakan secara tegas<br />bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan pembelajaran. Terkait<br />dengan contoh judul 1, maka rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.<br />Penerapan model pembelajaran group investigation dengan pemberdayaan<br />evaluasi CIPP dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam<br />pembelajaran matematika bagi siswa kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida.<br />2.10 Cara Penelitian<br />Cara penelitian yang akan dijelaskan adalah: (1) rancangan penelitian, (2) subjek dan<br />objek penelitian, (3) prosedur penelitian, (4) instrumen penelitian, (5) teknik<br />pengumpulan data, (6) teknik analisis data, (7) kriteria keberhasilan tindakan.<br />2.11 Rancangan penelitian<br />Rancangan penelitian yang dimaksud adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cuman<br />yang perlu ditekankan adalah rancangannya akan ditetapkan berapa siklus dalam<br />penelitian itu. Hal tersebut adalah otoritas peneliti, karena hanya peneliti yang tahu.<br />Hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan banyaknya siklus<br />adalah: waktu yang tersedia, panjangnya pokok bahasan, karakteristik materi, siswa<br />semester berapa yang akan menjadi subyek, dan sebagainya. Secara teoretis,21<br />sesungguhnya siklus PTK tidak harus ditetapkan terlebih dulu. Banyaknya siklus yang<br />akan dilaksanakan sangat tergantung pada tingkat ketercapaian kriteria keberhasilan.<br />Jika penelitian dalam dua siklus telah mencapai kriteria keberhasilan, maka penelitian<br />dapat dihentikan. Namun, jika dilihat dari beragamnya karakteristik materi pelajaran,<br />keberhasilan pada siklus sebelumnya tidaklah 100% akan menjadi jaminan bagi<br />keberhasilan siklus berikutnya, oleh karena peneliti akan banyak berurusan dengan<br />karakteristik materi pelajaran yang sering berbeda. Di samping itu, PTK tidak bertujuan<br />memenuhi keinginan peneliti, tetapi bertujuan lebih memuaskan subyek sasaran yang<br />akan belajar pada sejumlah silabus dengan karakteristik materi yang beragam. Itulah<br />sebabnya penentuan jumlah siklus tetap menjadi otoritas peneliti. Tetapi yang tidak<br />dapat dilupakan, bahwa setiap siklus akan selalu terdiri dari 4 langkah, yaitu: (1)<br />perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi.<br />2.12 Subjek dan objek penelitian<br />Subjek penelitian adalah orang yang dikenai tindakan. Dalam konteks pendidikan di<br />sekolah, subjek penelitian adalah siswa, guru, pegawai, atau kepala sekolah. Dalam<br />kontek pembelajaran di sekolah, subjek penelitian umumnya adalah siswa. Tetapi harus<br />dijelaskan siswa kelas berapa, semester berapa pada tahun akademik tertentu, hal ini<br />karena terkait dengan asal masalah yang dirasakan oleh Guru bersangkutan. Jika<br />masalah dirasakan di kelas VIII semester I, maka sebagai subyek penelitian adalah<br />siswa kelas VIII semester I. Tentunya, klarifikasi mengapa siswa di kelas VIII semester<br />I itu digunakan sebagai subjek, harus diungkapkan secara jelas.<br />Objek penelitian dibedakan atas dua macam, yaitu (1) objek yang mencerminkan proses<br />dan (2) objek yang mencerminkan produk. Objek yang mencerminkan proses<br />merupakan tindakan yang dilakukan berikut perangkat-perangkat pendukungnya.<br />Sedangkan objek yang mencerminkan produk merupakan masalah pembelajaran yang<br />diharapkan mengalami perbaikan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang<br />dilakukan. Tanggapan siswa cukup penting diperhitungkan sebagai objek penelitian,<br />karena esensi penelitian tindakan kelas adalah students satisfaction. Tanggapan siswa<br />tersebut juga dapat mencerminkan secara tidak langsung mengenai proses tindakan.22<br />Tanggapan positif mencerminkan proses pembelajaran yang kondusif, sedangkan<br />tanggapan negatif mencerminkan proses pembelajaran yang kurang kondusif.<br />Tekait dengan contoh judul nomor 1, maka sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas<br />VIII semester I SMPN 2 Nusa Penida pada tahun pelajaran 2007/2008. Sebagai objek<br />penelitian, adalah: model group investigation, keterampilan berpikir kritis siswa, dan<br />tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.<br />2.13 Prosedur penelitian<br />Yang dimaksud prosedur penelitian adalah langkah-langkah operasional baik yang<br />terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, maupun refleksi.<br />Langkah-langkah operasional tersebut bersumber dari kerangka konseptual yang<br />diuraikan pada bagian sebelumnya.<br />Perencanaan. Uraikan langkah-langkah kolaborasi yang dilakukan, fakta-fakta empiris<br />yang diperlukan dalam rangka tindakan, sosialisasi esensi tindakan dan skenario<br />pembelajaran yang akan dilaksanakan pada guru sejawat dan siswa, perangkat-<br />perangkat pembelajaran yang perlu disiapkan dan dikembangkan, lembaran-lembaran<br />evaluasi dan instrumen lain berikut kriteria penilaian yang akan disiapkan dan<br />dikembangkan.<br />Pelaksanaan. Uraikan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan skenario yang<br />telah dikembangkan pada langkah perencanaan. Langkah-langkah pembelajaran ini<br />akan sesuai dengan hakikat teori yang mendasari strategi pembelajaran, atau sesuai<br />dengan sintaks model pembelajaran yang diadaptasi. Langkah-langkah pembelajaran<br />tersebut hendaknya dibuat secara rinci, karena akan mencerminkan kualitas proses<br />pembelajaran yang akan dihasilkan.<br />Observasi/Evaluasi. Observasi dilakukan terhadap interaksi-interaksi akademik yang<br />terjadi sebagai akibat tindakan yang dilakukan. Interaksi-interaksi yang dimaksud dapat<br />mencakup interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, interaksi antar siswa,<br />interaksi antara siswa dengan guru. Oleh sebab itu, uraian secara jelas tindakan yang23<br />dilakukan tertuju pada interaksi yang mana saja, bagaimana melakukan observasi,<br />seberapa sering obserbasi itu dilakukan, dan apa tujuan observasi tersebut. Observasi<br />yang utuh akan mencerminkan proses tindakan yang berlangsung. Untuk memperoleh<br />data yang lebih akurat, observasi sering dilengkapi dengan perekaman dengan tape atau<br />video. Evaluasi biasanya dilakukan untuk mengukur obyek produk, misalnya kualitas<br />proses pembelajaran, sikap siswa, kompetensi praktikal, atau tanggapan siswa. Untuk<br />itu, uraikan evaluasi yang dilakukan, jenisnya dan tujuannya, dan untuk mengukur apa<br />evaluasi itu dilakukan.<br />Refleksi. Hasil observasi dan evaluasi selanjutnya direfleksi tingkat ketercapaiannya<br />baik yang terkait dengan proses maupun terhadap hasil tindakan. Refleksi ini bertujuan<br />untuk memformulasikan kekuatan-kekuatan yang ditemukan, kelemahan-kelemahaman<br />dan atau hambatan-hambatan yang mengganjal upaya dalam pencapaian tujuan secara<br />optimal, dan respon siswa. Refleksi ini harus dijelaskan secara rinci. Tujuannya adalah<br />untuk melakukan adaptasi terhadap strategi/pendekatan/metode/model pembelajaran<br />yang diterapkan, lebih memantapkan perencanaan, dan langkah-langkah tindakan yang<br />lebih spesifik dalam rangka pelaksanaan tindakan selanjutnya.<br />2.14 Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data<br />Instrumen sangat terkait dengan obyek penelitian, utamanya obyek produk. Instrumen-<br />instrumen tersebut misalnya: pedoman observasi, checklist, pedoman wawancara, tes,<br />angket, dan lain-lain. Uraikan instrumen yang diperlukan sesuai dengan PTK yang akan<br />diakukan. Untuk contoh judul PTK yang pertama, maka instrumen yang diperlukan<br />adalah: pedoman penilaian tentang kinerja dan portofolio siswa, baik yang terkait<br />dengan konteks, input, proses, maupun yang terkait dengan produk yang dihasilkan.<br />Dalam contoh ini, kriteria penilaian (rubrik) mutlak diperlukan. Teknik pengumpulan<br />data menekankan secara lebih spesifik tentang cara mengumpulkan data yang<br />diperlukan. Apabila data yang diperlukan adalah kompetensi praktikal siswa di<br />laboratorium, maka teknik pengambilan datanya adalah observasi. Apabila data yang<br />akan dikumpulkan adalah hasil belajar kognitif, maka teknik pengumpulannya adalah<br />tes lisan atau tes tertulis, portofolio, atau asesmen otentik. Apabila data yang akan24<br />dikumpulkan adalah respon siswa, maka tekniknya adalah angket atau wawancara, dan<br />seterusnya. Uraikanlah teknik pengumpulan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan<br />PTK.<br />2.15 Teknik analisis data dan kriteria keberhasilan<br />Data yang telah dikumpulkan harus dianalisis. Analisis hanya bersifat kualitatif. Jika<br />ada data kuantitatif, analisisnya paling banyak menggunakan statistik deskriptif dengan<br />penyimpulan lebih mendasarkan diri pada nilai rata-rata dan simpangan baku amatan<br />atau persentase amatan. Hasil analisis data kualitatif dikonsultasikan dengan makna<br />kualitatif yang mencerminkan struktur dasar terhadap jawaban masalah penelitian.<br />Misalnya, bagaimana metode demontrasi dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam<br />belajar? Hasil analisis data hendaknya dikonsultasikan dengan makna demonstrasi<br />secara aktual, bukan pikiran guru atau pengamat lainnya. Hasil analisis kuantitaif,<br />selanjutnya dikonsultasikan pada pedoman konversi. Dalam PTK biasanya digunakan<br />pedoman konversi nilai absolut skala lima. Misalnya, data hasil belajar, pedoman<br />konversinya adalah sebagai berikut.<br /> Interval Kualifikasi<br /> 0 – 39,9 Sangat kurang<br /> 40,0 – 54,9 Kurang<br /> 55,0 – 69,9 Cukup<br /> 70,0 – 84,5 Baik<br /> 85,0 – 100 Sangat baik<br />Sebagai kriteria keberhasilan, peneliti dapat menetapkan nilai rata-rata minimal 55,0<br />atau 70,0 tergantung rasional yang dijadikan dasar atau Kriteria Ketuntasan Minimal<br />(KKM) yang ditetapkan oleh guru.<br /> Di samping itu, kriteria ketuntasan belajar juga dapat dijadikan kriteria keberhasilan.<br />Misalnya, ketuntasan individual adalah nilai 7,5 pada skala 11 dan ketuntasan klasikal<br />85%, dan seterusnya.25<br />DAFTAR RUJUKAN<br />Kirkey, T. L. 2005. Differentiated instruction and enrichment opportunities: An action<br />research report. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V833E.pdf<br />McNiff, J. 1992. Action research: Principles and practice. London: Routledge<br />McNiff, J. 1992. Action research for professional development: Concise advise for new<br />action esearchers. http://www.jeanmcneiff.com/booklet1.html<br />McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature of professional learning<br />communities. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf<br />Prendergast, M. 2002. Action research: The improvement of student and teacher learning.<br />http://educ.queensu.ca/~ar/reports/MP2002.htm<br />Ryan, Thomas G. 2002. Action research: Collecting and analyzing data. http://www.<br />nipissingu.ca.oar/Reports/reports_and_document-Thomas_G_Ryan%20.pdf<br />Jones, P., & Song, L. 2005. Action research fellows at Towson University.<br />http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V832E.pdf<br />Stringer, R. T. 1996. Action research: A handbook for practitioners. London: International<br />Educational and Profesional Publisher.26<br />CONTOH SISTEMATIKA PROPOSAL<br />HALAMAN DEPAN i<br />HALAMAN PENGESAHAN ii<br />1. PENDAHULUAN 1<br />1.1 Latar Belakang Masalah 1<br />1.2 Identifikasi Masalah 3<br />1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah 4<br />1.4 Tujuan Penelitian 4<br />1.5 Manfaat Hasil Penelitian 5<br />2. KAJIAN PUSTAKA 7<br />2.1 dst<br />2.2<br />2.3<br />....<br />2... Kerangka Berpikir<br />2... Hipotesis Tindakan<br />3. METODE PENELITIAN<br />3.1 Rancangan Penelitian<br />3.2 Subjen dan Objek Penelitian<br />3.3 Prosedur Penelitian<br />3.4 Metode Pengumpulan Data<br />3.5 Metode Analisis Data dan Kriteria Keberhasilan<br />DAFTAR PUSTAKA<br />LAMPIRAN-LAMPIRAN27<br />FORMAT COVER PROPOSAL<br />Logo<br />Kabupaten<br />USULAN<br />PENELITIAN TINDAKAN KELAS<br />Oleh<br />............................................................<br />PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG<br />DINAS PENDIDIKAN<br />SEKOLAH DASAR ......................................................................<br />.... (Bulan), 2007<br />Judul Penelitian28<br />FORMAT HALAMAN PENGESAHAN<br />LEMBAR PENGESAHAN<br />PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS<br />TAHUN ANGGARAN 2007<br />1. Judul Penelitian :<br />2. Peneliti<br />a. Nama Lengkap dengan Gelar :<br />b. Pangkat, Golongan, NIP :<br />c. Jabatan Fungsional :<br />d. Nama Sekolah :<br />Alamat Sekolah :<br />Nomor Telepon Sekolah :<br />e. Alamat Rumah :<br />Nomor Telepon Rumah :<br />Nomor HP :<br />f. Mata Pelajaran Yang Menjadi :<br />Obyek Penelitian :<br />3. Lokasi Penelitian :<br />4. Lama Penelitian : ... (...) bulan, dari bulan ... s.d ... 2007<br />5. Biaya Penelitian : Rp .........................................................<br /> ( ............................................................)<br /> Klungkung, ..................... 2007<br />Mengetahui: Peneliti,<br />Kepala Sekolah .....................<br />..................................................... ....................................................<br />NIP ............................................ NIP ...........................................<br />Menyetujui:<br />Kepala Dinas Kabupaten Klungkung,<br />..........................................................<br />NIP .................................................Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-89893722558484881602011-01-09T06:44:00.000-08:002011-01-09T06:52:02.166-08:00penerapan pendekatan kontekstual Bahasa Inggris1<br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang Masalah<br />Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan suatu<br />kegiatan yang mempunyai hubungan dengan proses berpikir serta keterampilan<br />ekspresi dalam bentuk tulisan walaupun menulis merupakan salah satu dari empat<br />keterampilan berbahasa, tetapi dalam proses pembelajaran bahasa tidak mungkin<br />dipisahkan dengan keterampilan berbahasa yang lain seperti mendengarkan, berbicara<br />dan membaca. Keempat keterampilan berbahasa itu terdapat saling melengkapi.<br />Sebagaimana dalam kurikulum 2004 (KBK) yang kemudian disempurnakan dengan<br />kurikulum 2006 (KTSP) mata pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Menengah Atas<br />(SMA) disebutkan bahwa salah satu tujuan pengajaran bahasa Inggris adalah<br />mengembangkan kemampuan dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis.<br />Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking),<br />membaca (reading), dan menulis (writing).<br />Berkomunikasi secara lisan dan tulis dengan menggunakan ragam bahasa<br />yang sesuai secara lancar dan akurat dalam wacana interaksional dan atau monolog<br />yang melibatkan wacana berbentuk, deskriptif, naratif, spoofl, recount, prosedur,<br />report, news item, anekdot, eksposisi, explanation, discussion, commentary, dan<br />review dengan variasi ungkapan makna interpersonal, ideasional, dan tekstual<br />sederhana (Depdiknas, 2004:8). 2<br /><br />Pengajaran keterampilan menulis bahasa Inggris untuk siswa SMA diarahkan<br />ke pencapaian kompetensi yang dapat terlibat dalam kemampuan siswa<br />mengungkapkan berbagai makna dengan langkah-langkah retorika yang benar di<br />dalam teks tertulis tentang suatu topik berkaitan dengan pengalaman nyata dalam<br />kehidupan sehari-hari (kontekstual), dengan penekanan ciri-ciri ragam bahasa tulis.<br />Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang terpadu,<br />yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Menurut Akhadiah,<br />dkk (1988:2) bahsa menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik<br />serta mengungkapkannya secara tersurat. Dalam proses pembelajaran keterampilan<br />ini bisa diwujudkan dalam bentuk materi menulis dengan berbagai indikatornya.<br />Sebagaimana materi lainnya, materi inipun seharusnya disajikan secara bertahap,<br />karena menulis merupakan keterampilan lanjutan yang cukup kompleks.<br />Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan menulis bahasa Inggris yang<br />diberikan pada siswa kelas XI di SMA Negeri sebagai salah satu keterampilan<br />berbahasa yang harus dikembangkan di sekolah, dengan tujuan untuk memberikan<br />bekal pada siswa dalam hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan<br />penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Para siswa<br />memposisikan diri sebagai diri sendiri yang memerlukan sesuatu bekal untuk<br />kehidupannya nanti. Siswa perlu mengerti apa makna belajar keterampilan menulis<br />bahasa Inggris bagi dirinya, apa manfaatnya dan bagaimana usaha mereka<br />mencapainya sehingga mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi<br />hidupnya nanti. Hal ini disadari penulis selaku guru yang mengajar bahasa Inggris<br />dihadapkan beberapa masalah dalam pembelajaran menulis pada siswa kelas XI-A1 3<br /><br />di SMA Negeri . Masalah tersebut meliputi: (1) rendahnya minat siswa terhadap<br />pembelajaran menulis bahasa Inggris, aktivitas proses belajar menulis siswa<br />cenderung rendah, (2) ketidakmampuan siswa dalam menuangkan dan<br />mengembangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan, dan (3) ketidakmampuan<br />siswa dalam pengorganisasian tulisan yang bermakna. Kondisi ini terungkap dari<br />pengamatan selama berlangsungnya aktivitas proses belajar latihan keterampilan<br />menulis dan terungkap dari evaluasi hasil belajar siswa dalam membuat tulisan<br />berupa karangan sederhana bahasa Inggris pada kegiatan pembelajaran menulis<br />menunjukkan bahwa dari 40 siswa sebagian besar siswa (77,50%) dengan nilai rata-<br />rata 64. Berarti ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tentang keterampilan<br />menulis bahasa Inggris belum mencapai kriteria ketuntasan belajar minimal 85%<br />dengan nilai rata-rata > 80 yang ditetapkan.<br />Bertolak dari hasil belajar siswa, penulis dengan dibantu beberapa guru lain<br />(teman sejawat) di sekolah melakukan upaya refleksi dan pengkajian secara kritis<br />untuk mengungkap penyebab masalah rendahnya hasil belajar siswa tersebut. Dari<br />hasil refleksi ini ditengarai beberapa indikasi yang diasumsikan sebagai penyebab<br />rendahnya hasil belajar siswa dalam keterampilan menulis bahasa Inggris, yaitu: (1)<br />guru dalam menyampaikan materi pelajaran terlalu menitikberatkan pada penggunaan<br />metode ceramah, sebagian besar waktu dipergunakan untuk penyampaian materi<br />pelajaran tanpa memberi kesempatan siswa untuk belajar menerapkan dan<br />mengembangkan materi pelajaran yang diperolehnya; (2) penekanan proses<br />pembelajaran lebih terfokus pada aspek kognitif (penguasaan pengetahuan) tentang<br />menulis bahasa Inggris; (3) hubungan guru dengan siswa dalam aktivitas proses 4<br /><br />belajar mengajar relatif bersifat formal dan kaku, dan (4) pendekatan proses<br />pembelajaran yang dipergunakan guru lebih mengarah pada isi buku teks yang telah<br />ditentukan sehingga membuat siswa relative pasif.<br />Dari hasil refleksi tersebut, maka perlu bagi penulis untuk melakukan<br />perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran keterampilan menulis bahasa inggris<br />pada siswa kelas XI-A1 SMA Negeri ke arah yang lebih baik melalui penerapan<br />pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dasar<br />pertimbangan penulis memilih penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual<br />dalam keterampilan menulis bahasa Inggris tersebut adalah karena beberapa alasan,<br />yaitu pendekatan kontekstual (CTL) sesuai dengan minat siswa yang selaku haus<br />akan makna, dan untuk mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah<br />dimiliki siswa. Dengan demikian belajar secara kontekstual berarti berarti belajar<br />mengeluarkan potensi penuh seorang siswa secara alamiah. Dengan kata lain<br />memberi kesempatan pada siswa untuk menerapkan dan mengembangkan<br />ide/gagasan secara kritis dan komunikatif dalam bentuk bahasa tulis (bahasa Inggris)<br />yang dapat bermakna bagi dirinya maupun bagi yang membacanya. Seperti<br />dikemukakan Elaine B. Johnson (2007:14), Contextual Teaching and Learning (CTL)<br />adalah sebuah system belajar yang didasarkan pada filosif bahwa siswa mampu<br />menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang<br />mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka<br />bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah<br />mereka miliki sebelumnya. 5<br /><br />Berdasar pertimbangan atau alasan dipilihnya penggunaan pendekatan<br />pembelajaran kontekstual dalam pelajaran keterampilan bahasa Inggris tersebut,<br />diharapkan terdapat peningkatan keterampilan dalam menulis bahasa Inggris pada<br />siswa kelas XI-A1 SMA Negeri . Upaya perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan<br />pembelajaran ini dilakukan penulis melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan<br />dibantu seorang observer pendamping (guru lain) di sekolah. <br /><br />B. Rumusan Masalah<br /> Berdasar latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini<br />adalah:<br />1. Bagaimanakah aktivitas proses belajar menulis bahasa Inggris dengan penerapan<br />pendekatan kontekstual (CTL) siswa kelas XI-A1 SMA Negeri ? <br />2. Bagaimanakah hasil keterampilan menulis bahasa Inggris dengan penerapan<br />pendekatan kontekstual (CTL) siswa kelas XI-A1 SMA Negeri ?<br /><br />C. Tujuan Penelitian<br /> Memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: <br />1. Untuk mengetahui aktivitas proses belajar menulis bahasa Inggris dengan<br />penerapan pendekatan kontekstual (CTL) siswa kelas XI-A1 SMA Negeri . <br />2. Untuk mengetahui hasil keterampilan menulis bahasa Inggris dengan penerapan<br />pendekatan kontekstual (CTL) siswa kelas XI-A1 SMA Negeri . 6<br /><br /><br />D. Manfaat Penelitian<br /> Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat bermanfaat bagi, yaitu:<br />1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kesadaran<br />terhadap manfaat dan pentingnya keterampilan menulis bahasa Inggris baik<br />untuk kepentingan penguasaan ilmu pengetahuan maupun komunikasi praktis<br />dalam kehidupan nyata di masyarakat.<br />2. Bagi guru, dapat menambah pengalaman dalam memahami karateristik siswa<br />dan kemampuannya belajar berkaitan dengan materi pelajaran yang diberikan,<br />sehingga aktivitas proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara<br />maksimal dan efektif.<br />3. Bagi sekolah, dapat member masukan yang positif khususnya bagi kepala<br />sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas<br />pembelajaran bahasa Inggris di sekolah.<br />4. Bagi peneliti lain, dapat memberikan informasi sebagai bahan rujukan rangka<br />melaksanakan penelitian lanjut berkenaan dengan masalah-masalah<br />penyelenggaraan pendidikan khususnya di SMA.<br /><br />E. Hipotesis Tindakan<br /> Penelitian ini dilaksanakan dengan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:<br />1. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran keterampilan menulis<br />bahasa Inggris dapat meningkatkan aktivitas proses belajar siswa kelas XI-A1<br />SMA Negeri . 7<br /><br />2. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis bahasa<br />Inggris dapat meningkatkan hasil belajar keterampilan menulis siswa kelas<br />XI-A1 SMA Negeri .<br /><br />F. Ruang Lingkup Penelitian <br />Penelitian ini dilaksanakan dengan ruang lingkup adalah sebagai berikut:<br />Tabel 1.1 Ruang Lingkup Penelitian<br /><br />Variabel Sub <br />Variabel<br />Indikator Subjek<br />Penelitian<br />Lokasi<br />Penelitian<br />Instrumen<br />Penelitian<br />Penerapan<br />pendekatan<br />kontekstual<br />dalam<br />pembelajaran<br />keterampilan<br />menulis<br />bahasa<br />Inggris<br />1. Pelaksa-<br />naan –<br />aktivitas<br />proses<br />belajar<br />menulis<br /><br />1) Minat dan<br />motivasi<br />belajar<br />2) Pengembangan<br />ide/gagasan<br />dari<br />pengetahuan/pe<br />ngalaman yang<br />dimilikinya<br />(inkuiri)<br />3) Tanya jawab<br />4) Menulis<br />(mengarang)<br />dilakukan<br />melalui proses<br />yang<br />dilaksanakan<br />dalam tahapan-<br />tahapan<br />tertentu secara<br />runtut<br />(konstruktivism<br />e)<br />5) Kerjasama<br />antar siswa<br />dalam<br />kelompok<br />belajar<br />(masyarakat<br />belajar)<br />6) Kegiatan<br />menulis<br />(mengarang)<br />dilakukan<br />dengan<br />Siswa<br />kelas XI-<br />A1<br />SMA Negeri Lembar<br />observasi<br />(penga-<br />matan) 8<br /><br />Variabel Sub <br />Variabel<br />Indikator Subjek<br />Penelitian<br />Lokasi<br />Penelitian<br />Instrumen<br />Penelitian<br />memperhatikan<br />model/contoh<br />pola karangan<br />yang diberikan<br />guru.<br />(permodelan)<br />7) Menilai<br />karangan teman<br />(antar siswa) <br />dan karangan<br />sendiri secara<br />obyektif<br />(penilaian<br />autentik)<br />8) Melakukan<br />refleksi pada<br />setiap proses<br />pembuatan<br />karangan mulai<br />dari tahap<br />penentuan<br />topik karangan<br />sampai<br />kegiatan<br />revisi/perbaika<br />n karangan<br />(refleksi)<br /><br /> 2. Hasil<br />belajar<br />keteram-<br />pilan<br />menulis<br />bahasa<br />Inggris <br />a. Pola karangan<br />b. Pengembangan<br />ide/gagasan dalam<br />karangan dengan<br />penerapan<br />pendekatan<br />kontekstual<br />c. Spelling dan<br />grammar<br />d. Kebersihan tulisan<br /><br />Siswa<br />kelas XI-<br />A1<br />SMA Negeri • Lembar<br />peni-<br />laian <br /><br /><br /><br />G. Definisi Operasional<br /> Untuk menghindarkan salah penafsiran berkaitan dengan tujuan penelitian<br />atau variabel/sub variabel yang diteliti, maka perlu dipertegas dengan definisi<br />operasional sebagai berikut: 9<br /><br />1. Penerapan pendekatan kontekstual ialah suatu metode mengajar yang<br />dipergunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran dengan mengaitkan<br />kehidupan nyata siswa, yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam<br />bahan pelajaran yang dipelajari dengan cara menghubungkan/mengaitkan dengan<br />konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan<br />pribadinya, sosialnya, dan budayanya.<br />2. Pembelajaran menulis bahasa Inggris ialah aktivitas proses belajar mengajar<br />tentang materi pelajaran menulis bahasa Inggris berdasar kurikulum standar<br />kompetensi bahan kajian mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMA.<br />3. Aktivitas proses belajar ialah kegiatan belajar siswa untuk mempelajari dan<br />melakukan latihan mengerjakan tugas berkaitan dengan materi pelajaran tentang<br />keterampilan menulis bahasa Inggris dengan penerapan pendekatan kontekstual<br />yang meliputi: minat dan motivasi belajar, pengembangan ide/gagasan dari<br />pengetahuan/pengalaman yang dimilikinya, melakukan tanya-jawab antar siswa<br />dalam kelompok belajar, menulis (mengarang) dilakukan melalui proses tahapan-<br />tahapan tertentu secara runtut, melakukan kerjasama antar siswa dalam kelompok<br />belajar, kegiatan menulis (mengarang) dilakukan dengan memperhatikan<br />model/contoh pola karangan yang diberikan guru, menilai karangan teman (antar<br />siswa) dan karangan sendiri secara obyektif, dan melakukan refleksi pada setiap<br />proses pembuatan karangan mulai dari tahap penentuan topik karangan sampai<br />kegiatan revisi/perbaikan karangan.<br />4. Hasil belajar keterampilan menulis bahasa Inggris ialah pencapaian belajar siswa<br />terhadap kompetensi dasar keterampilan menulis (mengarang) bahasa Inggris 10<br /><br />mengenai topik tertentu yang berkaitan dengan kehidupan nyata (kontekstual)<br />lingkungannya, dengan indikator pencapaian meliputi: pola karangan,<br />pengembangan ide/gagasan dalam karangan, spelling, grammar dan kebersihan<br />tulisan.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-70851707829802810332011-01-09T06:36:00.000-08:002011-01-09T06:37:47.681-08:00PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI METODE DISCOVERY-INQUIRY PADA SISWA KELAS VIISKRIPSI<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang Masalah<br />Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk<br />memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada<br />individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan<br />pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu<br />menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu<br />pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu masalah pendidikan perlu<br />mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik yang menyangkut<br />berbagai masalah yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan relevansinya.<br />Secara umum pendidikan dilaksanakan untuk maksud yang positif<br />dan struktul, format serta pelaksanaannya diarahkan untuk membimbing,<br />membina manusia dalam kehidupan. Manusia secara kodratnya dikaruniai<br />kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Dengan<br />potensi ini manusia mampu mempertahankan hidup serta menuju<br />kesejahteraan. Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah<br />pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan hidupnya<br />dalam segala bidang, karena itu peranan pendidikan sangat penting, sebab<br />pendidikan merupakan lembaga yang berusaha untuk membangun masyarakat<br />dan watak bangsa secara berkesinambungan, membina rasio, intelek dan<br />kepribadian dalam rangka membentuk manusia seutuhnya. 2<br />Pendidikan bukanlah suatu hal yang statis atau tetap melainkan suatu<br />hal yang dinamis sehingga menuntut adanya suatu perubahan atau perbaikan<br />secara terus menerus. Perubahan dapat dilakukan dalam hal metode mengajar,<br />buku-buku, alat-alat labiratorium, maupun materi-materi pelajaran.<br />Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan<br />penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu, jam pelajaran<br />sekolah lebih banyak di bandingkan pelajaran lain. Pelajaran matematika<br />dalam pelaksanaan pendidikan diberikan kepada semua jenjang pendidikan<br />mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas.<br />Metode mengajar merupakan sarana interaksi guru dengan siswa di<br />dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian yang perlu di perhatikan<br />adalah ketepatan dalam memilih metode mengajar, metode mengajar yang<br />dipilih harus sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi yang diajarkan.<br />Kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan metode tersebut<br />sangat berpengaruh terhadap hasil yang di capai. Ketepatan menggunakan<br />suatu metode dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton<br />sehingga mengakibatkan sikap yang acuh terhadap pelajaran matematika.<br />Masalah ini seringkali menghambat dalam pembelajaran. Kurang<br />tepatnya pemilihan metode mengajar oleh guru akan mempengaruhi pretasi<br />belajar yang dicapai oleh siswa. Selain metode mengajar hal lain yang juga<br />sangat mempengaruhi adalah minat siswa dalam pelajaran matematika pada<br />khususnya masih sangat rendah. Hal ini karena siswa beranggapan bahwa<br />matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan. 3<br />Suatu kesalahan yang sering terjadi adalah guru kurang<br />memperhatikan tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti perubahan tahap<br />demi tahap dalam mencapai materi pelajaran. Dengan kata lain, siswa hanya di<br />buat tercengang oleh guru dalam mempermainkan rumus yang begitu runtut<br />dalam sebuah rangkaian pokok bahasan. Kondisi ini mungkin bagi guru suatu<br />pekerjaan yang remeh jika sekedar menulis rumus yang sebenarnya dapat<br />dijadikan sebagai penuntun siswa dalam memahami materi dan penyelesaian<br />soal-soal.<br />Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dicarikan suatu<br />formula pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan<br />pemecahan masalah matematika siswa. Para guru hendaknya terus berusaha<br />menyusun dan menerapkan berbagai cara variansi agar siswa tertarik dan<br />bersemangat dalam mengikuti pelajaran matematika salah satunya melalui<br />metode discovery-inquiry.<br />Manusia secara kodrati telah mampu berfikir untuk menghadapi<br />problema kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain menusia secara alamiah<br />telah memiliki kemampuan bernalar terutama soal-soal yang sederhana.<br />Melalui pendekatan pembelajaran discovery-inquiry, yaitu mengajak<br />siswa untuk dapat menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi<br />pelajaran sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar<br />mengajar. Guru sebagai fasilisator menciptakan proses belajar aktif, kreatif<br />dan menyenangkan secara garis besar proses pembelajaran dengan discovery-<br />inquiry. Dalam langkah ini siswa diminta kembali untuk menganalisis hasil 4<br />eksperimen yang di lakukan kelompoknya dengan jalan diberi lembar kegiatan<br />mandiri yang masih relevan dengan hasil percobaan untuk dikerjakan secara<br />individu. Dalam proses ini bertujuan agar siswa dapat mengembangkan<br />kemampuan berfikir dan dapat menemukan kesimpulan dari jawaban dari<br />permasalahan yang ada. Langkah yang ada terakhir adalah memberikan tugas<br />mandiri kepada siswa untuk dikerjakan di rumah.<br />Kenyataan-kenyataan seperti di atas itulah yang mendorong peneliti<br />untuk mengadakan penelitian, yang kemudian dituangkan dalam bentuk<br />skripsi dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Melalui<br />Metode Discovery-inquiry Pada Siswa Kelas VII SMP N 5 Sukoharjo“. <br /><br />B. Identifikasi Masalah <br />Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat di defiinisikan<br />masalah sebagai berikut: <br />1. Prestasi belajar matematika sampai saat ini belum sesuai harapan.<br />2. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yang berupa faktor<br />individual dan faktor sosial belum dioptimalkan dalam proses belajar<br />mengajar. <br />3. Faktor yang berasal dari diri siswa yang berupa kecerdasan interpersonal<br />belum dioptimalkan dalam belajar. <br />4. Setiap siswa mempunyai kecerdasan intrepersonal yang berbeda-beda ada<br />yang mempunyai skor tinggi dalam kecerdasan interpersonal dan ada yang 5<br />tidak. Sehingga ada yang dapat memotivasi terhadap dirinya dan ada yang<br />acuh terhadap dirinya sendiri. <br /><br />C. Pembatasan Masalah <br />Untuk menghindari kesalahpahaman maksud dalam mengadakan<br />penelitian ini maka penulis memfokuskan masalah sebagai berikut:<br />1. Penelitian hanya dilaksanakan di SMP N 5 Sukoharjo.<br />2. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIE SMP N 5 Sukoharjo.<br />3. Penelitian dilakukan pada saat pembelajaran matematika di dalam kelas.<br />4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Discovery-inquiry.<br />5. Kemampuan pemahaman dan kreatifitas siswa dapat dilihat dari hasil tes<br />setelah penggunaan metode Discovery-inquiry. <br /><br />D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah<br /> 1. Perumusan Masalah<br />Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan<br />pembatasan masalah yang telah di uraikan di atas, maka masalah yang<br />akan di bahas dalam penelitian ini adalah “ Apakah dengan menggunakan<br />metode discovery-inquiry pemahaman konsep matematika meningkat?”.<br />2. Pemecahan Masalah<br />Keberhasilan peningkatan kemampuan pemahaman konsep<br />matematika siswa dalam pembelajaran matematika pada PTK ini<br />ditentukan oleh peningkatan sikap belajar siswa. Hasil diagnosis akan 6<br />penyebab kurangnya kemampuan pemahaman konsep matematika siswa<br />adalah kurang menarik model pembelajaran yang di gunakan oleh guru.<br />Hal ini dapat dilihat dari kurangnya antusias siswa mengikuti pelajaran,<br />hubungan guru dengan siswa kurang optimal.<br />Kesepakatan guru mitra dengan peneliti, kelemahan-kelemahan<br />tersebut harus segera diatasi melalui pendekatan discovery-inquiry dengan<br />tindakan pada masing-masing tahap pembelajaran sebagai berikut:<br />a. Tindakan pada awal Pembelajaran<br />1) Menyiapkan alat Bantu yang sesuai dan menarik materi yang akan<br />disampaikan<br />2) Memberikan motivasi untuk meningkatkan minat belajar siswa <br />3) Memberikan tinjauan yang jelas tentang materi yang akan di<br />sampaikan sehingga siswa mempunyai arah yang jelas saat belajar<br />4) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar<br />5) Mebuka pelajaran sesuai dengan pendekatan untuk meningkatkan rasa<br />takut siswa<br />b. Tindakan Penyampaian dan Pengembangan <br />1) Penyampaian konsep dasar materi.<br />2) Penjelasan cara menggunakan alat peraga yang digunakan dalam<br />proses belajar.<br />3) Penyampaian di sesuaikan dengan gaya bahasa siswa sehingga siswa<br />dapat menerima pelajaran dengan mudah. 7<br />4) Belajar kelompok dan pengembangan minat individu dengan<br />mempraktekkan alat peraga yang sudah disiapkan.<br />5) Pelatihan memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan materi<br />baik secara individu maupun kelompok.<br />c. Tindakan pada tahap penerapan<br />1) Mengusahakan umpan balik.<br />2) Pemberian soal latihan baik kelompok maupun individu kepada siswa<br />dan kesempatan untuk mengerjakannya.<br />3) Pembahasan soal latihan secara bersama-sama.<br />4) Refleksi individu tentang capaian materi yang telah di dapat selama<br />proses belajar.<br />5) Review materi pelajaran yang belum di pahami siswa.<br />d.Tindakan pada akhir Pembelajaran <br />1) Penarikan kesimpulan bersama<br />2) Penguatan materi yang telah didapat siswa dengan memberikan waktu<br />kepada siswa untuk bertanya.<br />3) Evaluasi kinerja siswa oleh guru dan memberikan motivasi kepada<br />seluruh siswa.<br />4) Eksplorasi kesulitan belajar siswa, hal-hal yang menarik yang telah<br />didapat siswa dan hal-hal yang tidak di sukai siswa.<br />5) Pemberian tugas rumah yang menyenangkan sesuai materi yang telah<br />di pelajari. 8<br />Tim peneliti bekerjasama dengan guru menyusun rencana<br />pembelajaran yang diperlukan sebelum guru mitra melakukan tindakan<br />pembelajaran. Perencanaan ini diarahkan pada perubahan peran guru<br />menjadi fasilitator, meminimalkan rasa cemas siswa, menanamkan<br />persepsi belajar siswa menjadi kebutuhan bersama.<br /><br />E. Tujuan Penelitian <br /> Suatu penelitian memerlukan suatu fokus pada suatu masalah yang<br />nantinya diharapkan dapat memperoleh jawaban yang lebih terarah untuk<br />menghindari berbagai penyimpangan dan masalah yang terjadi dalam<br />penelitian ini. Adapun penelitian ini adalah:<br />1. Untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal<br />matematika dengan peningkatan pemahaman konsep matematika melalui <br />metode discovery-inquiry.<br />2. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematika dalam<br />prestasi belajar matematika siswa. <br /><br />F. Manfaat Penelitian <br />Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak di capai, maka penelitian<br />ini di harapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik<br />secara langsung atau tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah<br />sebagai berikut: <br /> 9<br />1. Manfaat Teori <br />Bahwa pendekatan discovery-inquiry dapat digunakan sebagai salah<br />satu alternatif untuk meningkatkan hasil prestasi belajar matematika siswa.<br />Dalam teknik ini siswa di biarkan menemukan sendiri atau mengalami<br />proses mental sendiri. Secara khusus penelitian ini memberikan kontribusi<br />pada strategi pembelajaran matematika yang berupa pergeseran dari<br />pembelajaran yang hanya mementingkan hasil pembelajaran yang juga<br />mementingkan prosesnya. <br /> 2. Manfaat Praktis <br /> a. Sebagai bahan pertimbanagan bagi peneliti, sebagai calon pendidik<br />untuk terjun ke dunia pendidikan. <br /> b. Sebagai bahan masukan yang berguna bagi peningkatan mutu<br />pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. <br />c. Memberi masukan pada siswa untuk meningkatkan kegiatan belajar,<br />mengoptimalkan kemampuan berfikir positif dalam mengembangkan<br />dirinya di tengah-tengah lingkungan dalam meraih keberhasilan belajar<br />atau prestasi belajar yang optimal.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-15697995463019998672011-01-09T06:19:00.000-08:002011-01-09T06:24:23.342-08:00PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH (MENCARI PASANGAN) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI POKOK BAHASAN FOTOSINTESIS SISWA KL VIIIBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />A. Latar Belakang<br />Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-<br />metode tertentu sehingga siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan<br />cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah,<br />2004:10).<br />Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang<br />amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena<br />dengan adanya pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas<br />Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan sarana untuk<br />menyiapkan generasi masa kini dan sekaligus masa depan. Hal ini berarti<br />bahwa proses pendidikan yang dilakukan pada saat ini bukan semata-mata<br />untuk hari ini, melainkan untuk masa depan.<br />Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan<br />cara memperbaiki proses belajar mengajar. Belajar mengajar pada dasarnya<br />adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam<br />situasi pendidikan. Oleh karena itu, guru dalam mengajar dituntut kesabaran,<br />keuletan dan sikap terbuka disamping kemampuan dalam situasi belajar<br />mengajar yang lebih aktif.<br />Guru dapat memilih dan menggunakan strategi yang tepat guna dalam<br />upaya mencapai tujuan pembelajaran. Karena strategi merupakan salah satu<br />alat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang memungkinkan materi<br />1 2<br />pelajaran yang tersusun dalam suatu kurikulum pendidikan. Strategi<br />pembelajaran yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran<br />jalannya proses belajar mengajar. Oleh karena itu, strategi yang diterapkan<br />seorang guru, baru mendapat suatu hasil yang optimal jika mampu<br />dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.<br />Dalam proses belajar mengajar pasti terdapat beberapa kelemahan<br />yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Dari hasil observasi diketahui bahwa<br />proses pembelajaran biologi kelas VIII G SMP AL-Islam 1 Surakarta tahun<br />ajaran 2008/2009 ditemukan kelemahan-kelemahan yaitu: 1) Siswa kurang<br />memperhatikan penjelasan guru pada setiap pembelajaran, 2) Guru<br />menciptakan suasana pembelajaran yang kurang menyenangkan, 3)<br />Kurangnya kesadaran siswa dalam pembelajaran biologi. Keadaan seperti itu<br />membuat siswa beranggapan bahwa biologi merupakan pelajaran yang<br />membosankan. Akibatnya siswa tidak termotivasi untuk mempelajari biologi<br />dengan baik sehingga hasil belajar yang dicapai rendah. Dalam hal ini guru<br />dituntut lebih kreatif untuk mempersiapkan pembelajaran yang akan<br />dikembangkan. Selain itu, guru harus pandai memilih jenis strategi<br />pembelajaran yang relevan dengan materi yang akan disampaikan. Hal ini<br />tentunya akan mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar lebih rajin<br />sehingga memperoleh hasil belajar yang tinggi.<br />Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian tindakan<br />yang akar permasalahannya muncul di kelas dan dirasakan langsung oleh guru<br />yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa 3<br />permasalahan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) muncul dari rekayasa<br />peneliti. Oleh karena itu, perlu adanya bukti dari sekolah sehingga hasil<br />Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang telah dilakukan bukan merupakan<br />rekayasa peneliti.<br />Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK), peneliti atau guru dapat<br />melihat sendiri praktik pembelajaran atau bersama guru lain melakukan<br />penelitian terhadap siswa dilihat dari segi aspek interaksinya dalam proses<br />pembelajaran. Guru secara reflektif dapat menganalisis dan mensintesis<br />terhadap apa yang telah dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan<br />melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru dapat memperbaiki<br />praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif.<br />Tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah untuk<br />memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan<br />penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah tetapi sekaligus<br />mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut tidak dapat dipecahkan dengan<br />tindakan yang dilakukan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK), juga bertujuan<br />untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan<br />profesionalnya. Pada intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai<br />persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas<br />yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang<br />belajar.<br />Strategi Index Card Match (Mencari Pasangan) adalah suatu strategi<br />pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar aktif dan bertujuan agar 4<br />siswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar serta menumbuhkan daya<br />kreatifitas. Strategi ini bisa digunakan sebagai strategi alternatif yang dirasa<br />lebih memahami karakteristik siswa. Karakteristik yang dimaksud disini<br />adalah bahwa siswa menyukai belajar sambil bermain, maksudnya dalam<br />proses belajar mengajar, guru harus bisa membuat siswa merasa tertarik dan<br />senang terhadap materi yang disampaikan sehingga nantinya tujuan<br />pembelajaran dapat dicapai.<br />Pokok bahasan fotosintesis merupakan pokok bahasan kelas VIII SMP.<br />Materi fotosintesis meliputi sejarah penenuan fotosintesis, proses fotosintesis,<br />bagian daun yang berperan dalam fotosintesis dan pengambilan zat-zat oleh<br />tumbuhan dari lingkungan.. Dalam pokok bahasan tersebut siswa diharapkan<br />dapat mengidentifikasi bagian daun yang berperan dalam proses fotosintesis,<br />mengetahui langkah percobaan fotosintesis, dan menjelaskan faktor-faktor<br />yang mempengaruhi fotosintesis. Dengan menggunakan strategi pembelajaran<br />aktif “Index Card Match” diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam<br />memahami pokok bahasan fotosintesis dan mampu mengaktifkan siswa<br />dalam proses pembelajaran. Suasana yang ada di kelas akan menjadi menarik<br />sehingga pembelajaran tidak monoton hanya dari guru dan siswa tidak<br />mengalami kebosanan.<br />Menurut Intan Azizah dalam skripsi yang berjudul “Efektivitas<br />Strategi “Card Sort” dan Index Card Match” Dalam Pembelajaran Pendidikan<br />Agama Islam Di Kelas IV SD Negeri Saren 2 Kalijambe Sragen Tahun Ajaran<br />2005/2006” diperoleh hasil bahwa strategi “Index Card Match” lebih efektif 5<br />daripada strategi “Card Sort”. Hal ini dapat dilihat ketika guru menyampaikan<br />materi dengan strategi tersebut, siswa merasa senang dan tertarik untuk belajar<br />sehingga pembelajaran tidak membosankan selama mengikuti proses belajar.<br />Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan akan<br />dilakukan penelitian dengan judul “PENERAPAN STRATEGI<br />PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH (MENCARI PASANGAN)<br />UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI POKOK<br />BAHASAN FOTOSINTESIS SISWA KELAS VIII<br /><br />B. Pembatasan Masalah<br />Agar penelitian ini lebih terarah perlu dibatasi permasalahannya<br />sebagai berikut:<br />1. Obyek Penelitian<br />Obyek penelitian yaitu siswa kelas VIII <br />2. Subyek Penelitian<br />Subyek dalam penelitian ini adalah penerapan strategi<br />pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan) untuk meningkatkan<br />hasil belajar Biologi dengan peningkatan secara signifikan.<br />3. Pokok Bahasan<br />Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian adalah fotosintesis.<br /> 6<br />C. Perumusan Masalah<br />Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas<br />maka dapat dirumuskan suatu permasalahan akan diteliti sebagai berikut:<br />Apakah penerapan strategi pembelajaran Index Card Match (Mencari<br />Pasangan) dapat meningkatkan hasil belajar Biologi pokok bahasan<br />Fotosintesis siswa kelas VIII ?<br /><br />D. Tujuan Penelitian<br />Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil<br />belajar Biologi pada pembelajaran Biologi dengan menerapkan strategi<br />pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan) pokok bahasan<br />fotosintesis siswa kelas VIII <br /><br />E. Manfaat Penelitian<br />Suatu penelitian akan bernilai jika dapat memberikan manfaat bagi<br />sebagian pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:<br />1. Manfaat Teoritis<br />a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam<br />pengembangan dunia pendidikan mengenai penerapan strategi<br />pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan). 7<br />b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan<br />pemahaman bagi guru Biologi tentang manfaat diterapkannya strategi<br />pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan) untuk<br />menyelenggarakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.<br />2. Manfaat Praktis<br />a. Bagi sekolah dapat digunakan sebagai acuan menerapkan strategi<br />pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan) demi<br />tercapainya ketuntasan belajar siswa.<br />b. Bagi guru Biologi dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan<br />strategi pembelajaran yang baik agar proses pembelajaran akan<br />menjadi menarik dan tidak monoton.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-2756817466316171032011-01-09T06:14:00.000-08:002011-01-09T06:15:46.203-08:00Hipotesis dan Asumsi dalam Penelitian Pembelajaran Bahasa (Inggris)<p style="margin-bottom: 0in;"> </p><br /><p style="margin-bottom: 0in;">Pembahasan tentang hipotesis dan asumsi penelitian ini disajikan dalam bentuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tanya jawab. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam pembahasan ini berdasarkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengalaman penulis yang sering menerima pertanyaan mahasiswa dan sering melihat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">praktek yang salah. Pertanyaan tersebut meliputi pengertian hipotesis dan macam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis, perumusan hipotesis, perbedaan asumsi dan hipotesis, penyajian hipotesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">teoritis dan hipotesis null dalam thesis atau laporan penelitian, hubungan antara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis teoritis dan hipotesis statistik, dan jumlah hipotesis alternatif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Apa pengertian hipotesis? Ada berapa macam hipotesis? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam penelitian ada tahapan yang harus dilalui, salah satunya adalah tahapan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis. Dalam penelitian yang menggunakan rancangan kuantitatif yang melibatkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">beberapa variabel untuk diukur hubungannya (baik hubungan kausal atau hubungan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">korelasional) tahapan hipotesis harus dilalui untuk memprediksi secara teoritis hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian yang akan dilakukan. Hipotesis ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian sebelum penelitiannya dilaksanakan. Hipotesis ini disebut hipotesis teoritis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Dalam proses penelitian kuantitatif yang mengukur hubungan antar variabel, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setelah data terkumpul ada juga tahapan hipotesis yang dilakukan sebelum pelaksanaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">analisis data atau langkah awal dalam proses analisis data. Bahkan analisisnya yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menggunakan formula statistik bertujuan untuk menguji hipotesis. Hipotesis yang diuji </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui analisis statistik ini disebut dengan hipotesis statistik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Lain lagi dalam proses penelitian kualitatif, yang model analisisnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menggunakan beberapa siklus tahapan, tahap setiap siklusnya melibatkan pengumpulan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">data, yang dilanjutkan dengan analisis data, dan berakhir dengan kesimpulan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kesimpulan yang diperoleh dari satu siklus ini akan divalidasi dengan siklus berikutnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk memperoleh kesimpulan yang lebih terpercaya, dan diteruskan lagi ke siklus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seterusnya (snow balling technique) sampai dihasilkan kesimpulan yang paling valid. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sebelum menjadi kesimpulan akhir, kesimpulan dari setiap siklus antara tersebut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjadi kesimpulan sementara (temporary). Kesmipulan sementara ini disebut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipoptesis empiris. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Lain lagi dalam Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan menghasilkan strategi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran inofatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Sebuah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">strategi yang dipilih untuk memecahkan masalah pembelajaran yang akan dikerjakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui PTK sudah dipilih sedemikian rupa sehingga peneliti harus yakin dan mampu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memberikankan argumentasi bahwa strategi tersebut akan bisa menyelesaikan masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dicoba selesaikan. Keyakinan akan tepatnya pilihan strategi ini oleh beberapa ahli </p> <p style="margin-bottom: 0in;">disebut dengan hipotesis tindakan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Bagaimana merumuskan hipotesis teoritis? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Karena hipotesis adalah jawaban teoritis terhadap pertanyaan penelitian, maka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis dirumuskan berdasarkan rumusan masalahnya, dengan menggunakan bahasa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang operasional tanpa menggunakan istilah teknis sebagaimana yang biasanya dipakai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam perumusan tujuan. Misalnya dalam penelitian yang bertujuan untuk menguji </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengaruh (ini contoh istilah teknis penelitian) jenis kelamin terhadap prestasi belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Bahasa Inggris bagi siswa SMA se Malang Raya, masalahnya dirumuskan dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kalimat, Apakah prestasi belajar Bahasa Inggris kelompok siswi (perempuan) SMA se </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Malang Raya lebih tinggi dibanding prestasi belajar Bahasa Inggris kelompok siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(laki-laki) SMA se Malang Raya? Hipotesis untuk rumusan masalah tersebut adalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar Bahasa Inggris kelompok siswi (perempuan) SMA se Malang Raya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lebih tinggi dibanding prestasi belajar Bahasa Inggris kelompok siswa (laki-laki) SMA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">se Malang Raya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam penelitian yang bertujuan menguji efektifitas (kegiatan yang dilakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan cara yang sangat teknis, yaitu menggunakan formula statistik) strategi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran Listening melalui Lab bahasa, masalahnya dirumuskan dengan kalimat, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apakah kelompok siswa kelas IX SMPN 1 Malang tahun 2009 yang belajar Listening </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui lab bahasa berprestasi lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang sama yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak belajar Listening melalui Lab bahasa? Hipotesis untuk rumusan masalah tersebut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">adalah kelompok siswa kelas IX SMPN 1 Malang tahun 2009 yang belajar Listening </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui lab bahasa berprestasi lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang sama yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak belajar Listening melalui Lab bahasa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam penelitian yang bertujuan untuk mengukur hubungan korelasional (istilah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang sangat teknis) antara kemampuan membaca dan kemampuan menulis mahasiswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tingkat pertama jurusan bahasa Inggris Universitas Negeri Malang tahun 2008, rumusan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalahnya dirumuskan dengan kalimaf, Apakah semakin tinggi kemampuan membaca </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mahasiswa tingkat pertama jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang tahun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2008, semakin tinggi pula kemampuan menulis mereka?. Hipotesis untuk masalah ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dirumuskan dengan kalimat Semakin tinggi kemampuan membaca mahasiswa tingkat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertama jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang tahun 2008, semakin tinggi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pula kemampuan menulis mereka. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Apa beda asumsi dan hipotesis? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Setiap saat orang melakukan suatu kegiatan, pasti dia memiliki keyakinan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terhadap apa yang dia lakukan. Atas dasar keyakinan itulah dia melakukan kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut. Bila keyakinan tersebut tidak ada, dia tidak mungkin melakukan kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut. Seorang yang sedang menyeberang jalan (setelah menengok ke kanan dan kiri) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dia yakin bahwa dia akan aman untuk menyeberang jalan. Kalau dia tidak yakin bahwa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dia akan aman untuk menyeberang jalan, dia tidak mungkin menyeberang jalan itu. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Mahasiswa yang belajar di S2 UM yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">akademiknya (selain untuk memperoleh ijasah S2 untuk kepentingan sertifikasi, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">misalnya) punya keyakinan bahwa melalui kegiatan belajar di S2 UM dia akan bisa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berhasil meningkatkan kemampuan akademiknya dan bisa lulus dengan membawa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">isajasah S2 UM dua tahun sejak dia memulai semester pertama. Kalau mahasiswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut tidak yakin bisa meningkatkan kemampuan akademik yang dia perlukan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak yakin bisa lulus dengan membawa ijasahnya, dia tidak mungkin masuk ke </p> <p style="margin-bottom: 0in;">program S2 UM. Keyakinan itu disebut asumsi. Jadi asumsi adalah keyakinan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dimiliki seseorang sebagai syarat orang tersebut memutuskan untuk melakukan suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kegiatan. Tanpa asumsi seseorang tidak akan memutuskan untuk melakukan sesuatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perbuatan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Orang Islam meyakini atas dasar ajaran yang diikutinya, bahwa segala sesuatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang ada di alam ini (termasuk dirinya) diciptakan oleh Tuhan lengkap dengan cara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kerjanya masing-masing. Apabila sistem yang ada pada sebuah objek itu berjalannya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terganggu karena sesuatu hal (apabila sistem yang harus berjalan dalam tubuhnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terganggu), maka objek tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik (apabila yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terganggu adalah sistem kerja tubuhnya, maka tubuhnya akan sakit). Keyakinan itulah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dalam penelitian disebut asumsi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam kegiatan penelitian, peneliti yang bertujuan untuk menemukan aturan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(sistem, pola, atau formula) yang menjadi hukum berfungsinya objek penelitian, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memiliki asumsi bahwa objek penelitian di alam ini memiliki sistem (pola, aturan, atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">formula) kerja tertentu dan sistem kerja itu bisa ditemukan melalui penelitian. Ary, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jacobs, dan Razafieh (1979:13) menyebutkan beberapa pernyataan bahwa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a fundamental assumption made by scientists is that the events they investigate </p> <p style="margin-bottom: 0in;">are lawful or ordered no event is capricious. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">This assumption underlies any statement that declares that under specific </p> <p style="margin-bottom: 0in;">conditions certain events will occur. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Related to this first assumption is the belief that the events in nature are orderly </p> <p style="margin-bottom: 0in;">and regular and that this order and regularity of nature can be discovered </p> <p style="margin-bottom: 0in;">through the scientific method. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berangkat dari asumsi adanya sistem pada objek penelitian yang bisa ditemukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui penelitian itulah peneliti berusaha menemukan sistem tersebut melalui kegaiatn </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian. Tidak mungkin peneliti berusaha menemukan sistem tersebut kalau dia tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yakin bahwa sistem itu ada atau dia yakin sistem itu ada tetapi tidak yakin bisa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ditemukan melalui penelitian. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Asumsi tidak untuk diuji tetapi sudah otomatis menjadi dasar tindakan, sementara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis adalah prediksi terhadap apa yang akan dihasilkan dari penelitian yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilakukan.peneliti. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4. Haruskah hipotesis teoritis dan hipotesis null disajikan bersama pada chapter 1 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam tesis atau laporan penelitian? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam chapter 1 pada tesis atau laporan penelitian disampaikan latar belakang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang menjadi titik tolak mengapa satu penelitian layak untuk dilaksanakan, pertanyaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dirumuskan (research problems) untuk dijawab melalui penelitian yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dikerjakan, tujuan (research objectives) yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">asumsi yang mendasari pertanyaan penelitian, hipotesis teoritis (theoritical hypothesis) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang memprediksi hasil penelitian yang dikerjakan, kontribusi hasil penelitian terhadap </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengembangan teori (theoretical significance) dan atau terhadap praktek pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(practical significance), penjelasan kata-kata kunci (key terms) yang digunakan dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">proses kegiatan penelitian, dan ada juga yang dilengkapi dengan uraian singkat tentang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kerangka teori (theoretical framework) yang mendasari cara kerja kegiatan penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dikerjakan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dari uraian di atas nampak tidak ada tempat untuk membahas topik apapun di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">chapter 1 tesis atau laporan penelitian selain topik-topik tersebut. Penempatan hipotesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">null pada chapter 1 (sebagaimana banyak ditemukan dalam tesis S2 dan banyak laporan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian) adalah salah tempat karena hipotesis null digunakan dalam proses analisis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">data yang menjadi bagian dari metode penelitian yang disajikan pada chapter 3. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5. Apa hubungan antara hipotesis teoritis dan hipotesis statistik? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hipotesis teoritis yang benar bisa diuji secara statistik. Hipotesis yang bisa diuji </p> <p style="margin-bottom: 0in;">secara statistik ini selalu melibatkan lebih dari satu variabel. Hubungan antar variabel </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(kausal atau korelasional) inilah yang akan diuji secara statistik. Tentunya pengujian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis teoritis ini tidak dilakukan secara langsung, tapi harus mengikuti prosedur </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengujian hipotesis, yang menuntut beberapa langkah. Langkah pertama adalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melakukan transformasi hipotesis teoritis menjadi hipotesis null (disingkat Ho). Dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kata lain apabila hipotesis teoritis tidak bisa ditransformasikan ke dalam Ho, maka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis teoritis tersebut salah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Misalnya: Karena semua mahasiswa baru program Studi S2 Pendidikan Bahasa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Inggris (PSPBI) Universitas Negeri Malang (UM) diterima melalui seleksi yang ketat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang menjamin kompetensi yang memadahi untuk menyelesaikan studi di S2 PSPBI </p> <p style="margin-bottom: 0in;">7</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">UM, maka bisa diprediksikan bahwa mereka semua akan lulus tepat waktu. Pernyataan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut secara logika benar dan berbunyi seperti hipotesis teoritis, tetapi pernyataan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut bukan hipotesis teoritis, karena tidak berisi lebih dari satu variabel sehingga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak bisa ditransformasikan ke dalam hipotesis null dan oleh karena itu tidak bisa diuji </p> <p style="margin-bottom: 0in;">secara statistik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Contoh Hipotesis teoritis: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(1) Prestasi dalam belajar listening kelompok mahasiswi semester I jurusan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bahasa Inggris UM cenderung lebih tinggi dibanding prestasi kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mahasiswa pada semester I jurusan yang sama. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(2) Kelas siswa SMPN 1 Malang yang belajar listening dalam lab bahasa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cenderung memiliki hasil kemampuan listening yang lebih tinggi dibanding </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan kelas siswa di SMP yang sama yang tidak belajar dalam lab </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bahasa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(3) Semakin tinggi penguasaan vocabulary siswa-siswa SMA di Malang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cenderung semakin tinggi pula kemampuan reading comprehensionnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hipotesis teoritis tersebut bisa ditransforamsikan ke dalam hipotesis null menjadi: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(1) Prestasi dalam belajar listening kelompok mahasiswi semester I jurusan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bahasa Inggris UM cenderung tidak berbeda dengan prestasi kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mahasiswa pada semester I jurusan yang sama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(2) Kelas siswa SMPN 1 Malang yang belajar listening dalam lab bahasa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cenderung memiliki hasil kemampuan listening yang tidak berbeda </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dibanding dengan kelas siswa di SMP yang sama yang tidak belajar dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lab bahasa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(3) Semakin tinggi penguasaan vocabulary siswa-siswa SMA di Malang tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diikuti dengan semakin tingginya kemampuan reading comprehensionnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Langkah ke dua adalah menganalisis data untuk melihat apakah ada bukti cukup </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(signifikan) untuk menolak hipotesis null. Hasil analisis bisa menunjukkan tidak ada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bukti signifikan untuk menolak hipotesis null atau ada bukti signifikan untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menolak hipotesis null. Penentuan tingkat signifikansi bukti empiris (dari data) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilakukan atas dasar penghitungan statistik. Apabila hasil analisis menunjukkan tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ada bukti signifikan untuk menolak hipotesis null, maka kesimpulan akhir penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">telah bisa dirumuskan, yaitu fakta (data) empiris tidak (cukup untuk) menolak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pernyataan hipotesis null. Dengan tidak adanya bukti signifikan untuk menolak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">8</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis null, maka hipotesis teoritisnya hanya dinyatakan benar dalam teori, tetapi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak didukung oleh data empiris. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apabila hasil analisis menunjukkan adanya bukti signifikan untuk menolak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis null, maka pernyataan hipotesis null (seperti pada contoh di atas: Prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok mahasiswi jurusan Bahasa Inggris UM cenderung tidak berbeda dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi kelompok mahasiswa pada jurusan yang sama) ditolak oleh kenyataan empiris. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penolakan hipptesis null oleh bukti data signifikan menghasilkan kesimpulan sementara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang mengubah hipotesis null tersebut (dalam contoh tersebut hipotesis null berubah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjadi Prestasi kelompok mahasiswi jurusan Bahasa Inggris UM cenderung berbeda </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan prestasi kelompok mahasiswa pada jurusan yang sama). Pernyataan berbeda </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam contoh hipotesis tersebut belum mengindikasikan kelompok mana yang lebih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tinggi. Untuk itu diperlukan langkah ketiga dalam proses analisis ini, yaitu penentuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis alternatif dan folow-up tes untuk meentukan kelompok mana yang lebih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tinggi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6. Ada berapa hipotesis alternatif? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hipotesis null bisa diikuti oleh satu hipotesis alternatif atau dua (atau lebih) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">alternatif hipoptesis tergantung pada implikasi atau tujuan penelitiannya. Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang bertujuan menguji efektifitas pembelajaran listening melalui lab bahasa akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memiliki implikasi terhadap kebijakan sekolah untuk membeli lab bahasa atau tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perlu membeli lab bahasa. Karena lab bahasa bukan sesuatu yang murah, maka sebelum </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memutuskan pembelian lab bahasa, sekolah perlu mendapat informasi yang meyakinkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dari hasil penelitian apakah memang penggunaan lab bahasa lebih efektif untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran listening dibanding dengan pembelajaran listening melalui kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">konvensional seperti yang telah rutin dikerjakan di sekolah tersebut. Dengan demikian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian tersebut sepenuhnya diarahkan untuk melihat apakah kelompok siswa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar listening menggunakan lab bahasa memang berhasil jauh (signifikan) lebih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tinggi dibanding dengan kelompok siswa yang belajar Listening dalam kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">konvensional rutin seperti biasa. Arah lainnya, apakah kelompok siswa yang belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Listening melalui kelas konvensional berprestasi lebih tinggi dibanding dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok siswa yang belajar Listening menggunakan lab bahasa, tidak menjadi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kepedulian peneliti karena jawaban ini tidak memiliki kepentingan (tidak akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">9</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempengaruhi kebijakan) sekolah. Dalam kontek seperti ini penelitian tersebut hanya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memiliki satu alternatif hipotesis, yang biasanya dirumuskan seperti hipotesis teori. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sementara penelitian yang bertujuan menguji pengaruh jenis kelamin terhadap </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar Bahasa Inggris semua siswa SMP se Malang Raya memiliki arah ganda. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Bila ditemukan cukup (signifikan) bukti untuk menolak hipotesis null (prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok siswi tidak berbeda dengan prestasi kelompok siswa SMP se Malang Raya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam belajar bahasa Inggris), maka perlu dilakukan follow-up uji hipotesis berikutnya, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yaitu hipotesis alternatif satu yang perumusannya seperti pada hipotesis teoritis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(prestasi kelompok siswi lebih tinggi dibanding prestasi kelompok siswa SMP se </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Malang Raya dalam belajar bahasa Inggris) dan hipotesis alternatif dua yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perumusannya kebalikan dari rumusan hipotesis teoritis (prestasi kelompok siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berprestasi lebih tinggi dibanding dengan prestasi kelompok siswi SMP se Malang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Raya dalam belajar bahasa Inggris). Kedua arah ini sama-sama ingin diketahui oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peneliti, yaitu apakah prestasi siswa lebih tinggi atau prestasi siswi lebih tinggi. Dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">konteks seperti ini, penelitiannya menggunakan dua hipotesis alternatif (dua arah). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Seorang peneliti yang juga kebetulan seorang guru baru yang akan mengajar ingin </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengetahui mana di antara dua strategi yang telah dikuasai lebih efektif yang akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dipilihnya dalam mengajar. Penelitian yang dia lakukan akan melibatkan dua alternatif </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hipotesis. Tetapi seorang guru lama yang telah bertahun-tahun menggunakan satu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">strategi pembelajaran, apabila dia mengenali satu strategi pembelajaran baru yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">secara teoritis lebih efektif, dia tidak langsung mengganti strategi lamanya dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">strategi baru. Dia perlu mendasarkan pilihanya pada hasil penelitian. Apabila dia </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melakukan penelitian yang membandingkan efektifitas strategi lama dengan strategi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">baru tersebut, maka dia hanya akan menggunakan satu alternatif hipotesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">KEPUSTAKAAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ary, D., Jacobs, L.C., Razavieh, A. 1979. Introduction to Research in Education. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Chicago: Holt, Rinehart and Winston, Inc. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">10</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hypothesis in Language Learning Research </p> <p style="margin-bottom: 0in;">By Mohammad Adnan Latief </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Abstract: Hypothesis is very often inevitable in research activities. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hypothesis is of at least three kinds, each of which should not be </p> <p style="margin-bottom: 0in;">confused. A study trying to measure the relationship between </p> <p style="margin-bottom: 0in;">variables can predict the finding based on theory or logical common </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sense. This prediction is called theoretical hypothesis. In testing </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis quantitatively, the theorretical hypothesis should be </p> <p style="margin-bottom: 0in;">transformed into statistical hypothesis, which takes the form of Null </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis and its alternatives. It is the Null hypothesis that is to be </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tested to justify its rejection or otherwise its acceptance. In </p> <p style="margin-bottom: 0in;">qualitative study, the result of first data analysis is called temporal </p> <p style="margin-bottom: 0in;">empirical hypothesis that should be validated with more data. This </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cycle of rechecking the result with more data is done again and again </p> <p style="margin-bottom: 0in;">until the hypothesis becomes the final conclusion. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Key words: theoretical hypothesis, empirical hypothesis, and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">statistical hypothesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Drawing a research hypothesis is very often inevitable in a research project </p> <p style="margin-bottom: 0in;">involving either quantitative or qualitative data. The type of hypopthesis is different from </p> <p style="margin-bottom: 0in;">one research activity to another research activity, or from research involving quantitative </p> <p style="margin-bottom: 0in;">data from the one involving qualitative data. In other words, there are more than one </p> <p style="margin-bottom: 0in;">types of hypothesis each of which has its definition and function that should not be </p> <p style="margin-bottom: 0in;">confused by the researcher. Misplacing one hypothesis from another hypothesis shows </p> <p style="margin-bottom: 0in;">that the researcher does not have clear understanding of what hypotheis actually is. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">From my experience reading graduate theses and attending graduate students </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seminar clases I see a lot of misplaced hypotheses. Very often graduate students confuse </p> <p style="margin-bottom: 0in;">one kind of hypothesis from another kind of hypothesis. They confuse theoretical </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis with statistical hypothesis, hypothesis for quantitative research with one for </p> <p style="margin-bottom: 0in;">qualitative research. This article tries to make clarification for language researchers </p> <p style="margin-bottom: 0in;">including graduate students doing research for their thesis so that they can choose the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">right kind of hypothesis in their research report for their thesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">11</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">When a researcher predicts the finding of his/her research based on a theory or </p> <p style="margin-bottom: 0in;">based on a logical common sense, he is drawing a theoretical hypothesis. Another </p> <p style="margin-bottom: 0in;">researcher who draws a temporary conclusion, a conclusion that he/she will validate with </p> <p style="margin-bottom: 0in;">more data, is drawing an empirical hypothesis. While a researcher is computing data for </p> <p style="margin-bottom: 0in;">his/her research, he wants to be objective, he does not want to be biased. Therefore, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">he/she will have to state a null hypothesis with its alternative(s). This kind of hypotheis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">is called statistical hypothesis, different from the other two hypotheses. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">THEORETICAL HYPOTHESIS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">In a research project applying quantitative approach or which relies the expected </p> <p style="margin-bottom: 0in;">finding on quantitative data (data that have to be quantified in the process of analysis), a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">researcher who is trying to measure the relationship between two or more variables must </p> <p style="margin-bottom: 0in;">predict the answer to the problem or the finding of the research based on theory or based </p> <p style="margin-bottom: 0in;">on logical common sense. This prediction must have theoretical as well as logical truth </p> <p style="margin-bottom: 0in;">in it. This theoretical and logical prediction is called hypothesis (Tuckman, 1999:89; </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Borg & Gall, 1983:78). More precisely, Ary, Jacobs, and Razavieh (1979:72) defines </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the theoretical and logical hypothesis as </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a tentative proposition suggested as a solution to a problem or as an </p> <p style="margin-bottom: 0in;">explanation of some phenomena. It presents in simple form a statement of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the researcher s expectation relative to a relationship between variables </p> <p style="margin-bottom: 0in;">within the problem . </p> <p style="margin-bottom: 0in;">For example, in a research aimed at testing the effect of sex toward the achiemenet </p> <p style="margin-bottom: 0in;">in language learning or in math learning, the researcher can predict that theoretically and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">logically female students would make better achievement in language learning than male </p> <p style="margin-bottom: 0in;">students of the same level. In the same way he/she can predicat that theoretically and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">logically, male students would make better achievemnt in math learning than female </p> <p style="margin-bottom: 0in;">students of the same level. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">When a study does not try to measure the relationship between two or more </p> <p style="margin-bottom: 0in;">variables, or when it involves only one variable, a hypothesis cannot be provided. In </p> <p style="margin-bottom: 0in;">other words, not every research problem has to be followed with a research hypothesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">12</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Forcing one s self to provide hypothesis for every research problem would result in the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">difficulties during the process of statistical computation of the data, as every hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">should later be tramsformed into a statistical hypothesis for the purpose of testing. So, a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis which cannot later be transformed into a statistical hypothesis is a wrong </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis (Ary, Jacobs, and Razavieh, 1979: 77). In the same way, a hypothesis which </p> <p style="margin-bottom: 0in;">already takes the form of statistical hypothesis, not for the purpose of testing, is also </p> <p style="margin-bottom: 0in;">wrong because it does not reflect theoretical and logical prediction of the answer to the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">research problem. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tuckman summarizes three criteria to meet in stating a hypothesis correctly. A </p> <p style="margin-bottom: 0in;">good hypothesis statement should </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(1) conjecture about the direction of the relationship between two or more </p> <p style="margin-bottom: 0in;">variables, (2) be stated clearly and unambiguously in the form of a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">declarative sentence, and (3) be testable; that is, it should allow restatement </p> <p style="margin-bottom: 0in;">in an operational form that can then be evaluated based on data (Tuckman, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1999:73). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following are examples of good hypothesis statements derived from the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">related research problems. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Problem: Do students with higher IQ tend to achieve better in learning a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">foreign language than those with lower IQ? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hypothesis: Students with higher IQ tend to achieve better in learning a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">foreign language than those with lower IQ. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Problem: Do students learning a foreign language achieve better from a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">directive foreign language teacher than those from a non-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">directive foreign language teacher? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hypothesis: Students learning a foreign language achieve better from a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">directive foreign language teacher than those from a non-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">directive foreign language teacher. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Problem: Does the repetitious use of prompting in instructional </p> <p style="margin-bottom: 0in;">language learning materials impair the effectiveness of those </p> <p style="margin-bottom: 0in;">materials? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hypothesis: Students using language learning materials with repetitious </p> <p style="margin-bottom: 0in;">use of prompting do not learn as effectively as those using </p> <p style="margin-bottom: 0in;">language learning materials without repetitious use of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prompting. (Tuckman, 1999: 29, 73) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">STATISTICAL HYPOTHESIS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">13</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Unlike theoretical hypothesis aimed at predicting the outcome of the research, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">statistical hypothesis is a statement that has to be made by the researcher while </p> <p style="margin-bottom: 0in;">computing the data to allow statistical hypothesis testing (Tuckman, 1999: 88). This </p> <p style="margin-bottom: 0in;">statistical hypothesis is transformed from the theoretical hypothesis and should, therefore, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">not be mentioned after the statement of the research problem in Chapter 1 of the research </p> <p style="margin-bottom: 0in;">report or thesis. In fact, it does not have to be reported in any chapter of the research </p> <p style="margin-bottom: 0in;">report or thesis. It is usually found in Statistics books which describe the process of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">computation, more specifically in the process of hypothesis testing. Statistical hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">always takes the form of null hypothesis, represented as Ho, followed with its </p> <p style="margin-bottom: 0in;">alternative(s), alternative one hypothesis, represented as H1, and alternative two </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis, represented as H2. It is this Ho that is to be tested in the statistical analysis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">For example, from the theoretical hypothesis mentioned earlier about the effect of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sex toward achievement in language learning, the hypothesis which states that female </p> <p style="margin-bottom: 0in;">students would make better achievement in language learning than male students of the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">same level can be transformed into a statistical Ho statement, there is no difference in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">achievement between female students and male students in language learning </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(represented as Mean Score of Female students - Mean score of male students= 0). From </p> <p style="margin-bottom: 0in;">this Ho, the alternative H1 can be formulated as Mean score of female students is </p> <p style="margin-bottom: 0in;">significantly bigger than that of male students, and its alternative H2 as Mean score of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">male students is significantly bigger than that of female students. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Statistical analysis tests whether there is enough statistical evidence to reject Ho. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">If enough evidence is found, then the researcher rejects the Ho. In the absence of enough </p> <p style="margin-bottom: 0in;">statistical evidence, the researcher accepts the Ho. In other words, statistical analysis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">allows the researcher to test Ho and to determine whether the evidence suggets rejecting </p> <p style="margin-bottom: 0in;">or accepting it. If the statistical analysis results justify rejecting the Ho, then they provide </p> <p style="margin-bottom: 0in;">support for its alternative hypothesis (Tuckman, 1999: 284). If the statistical analysis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">results do not justify rejecting Ho, then Ho is accepted, which means that there is no </p> <p style="margin-bottom: 0in;">support for its alternative hypothesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">14</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">In the case of testing the effect of sex towards achievement in language learning, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ho would refer to the belief that the average score of male students is about the same as </p> <p style="margin-bottom: 0in;">that of female students. Even if the average score is different, let s say the mean score of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the female students is higher than that of male students, it is believed that the difference </p> <p style="margin-bottom: 0in;">occurs by mere chance variations. If the measurement is to be repeated, the difference in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average score might disappear. Testing Ho refers to testing that believe. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">If the statistical hypothesis testing results do not show strong evidence to reject that </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belief (Ho), then that belief (Ho) is not to be changed and is then taken as the finding. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">That belief of equality between the two means (Ho) will change only if the statistical </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis testing results show strong evidence to reject it. Rejecting Ho means that </p> <p style="margin-bottom: 0in;">there is a strong reason to believe that the difference is not mere chance variations, it is a </p> <p style="margin-bottom: 0in;">real difference (Vockell & Asher, 1995:316-319). This means support to the alternative </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">EMPIRICAL HYPOTHESIS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A language learning researcher ((as illustrated by Bogdan and Biklen, (1998:64) in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">their hypothetical study for descriptive illustration)) is trying to study effective language </p> <p style="margin-bottom: 0in;">teachers. His general topic and focus is developing a theory on effective language </p> <p style="margin-bottom: 0in;">teachers. He starts his research by deciding to choose a teacher who can represent a real </p> <p style="margin-bottom: 0in;">effective language teacher as his subject. After observing several language classrooms </p> <p style="margin-bottom: 0in;">and interviewing several experienced language teachers, language learners, school </p> <p style="margin-bottom: 0in;">headmasters, and some parents whose children are learning language in their classrooms, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">he gets recommendation to select one teacher who is believed to have the right authority </p> <p style="margin-bottom: 0in;">to represent or meets the expected criteria of an effective language teacher as his subject </p> <p style="margin-bottom: 0in;">of the study. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">He then conducts an in-depth interview in a long, open-ended, tape recorded </p> <p style="margin-bottom: 0in;">discussion with the selected effective language teacher. As a supplement to the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">interview, he also visits the teacher s schools and observes her in action. From that initial </p> <p style="margin-bottom: 0in;">interview and observation, he develops a loose descriptive theory of language teacher </p> <p style="margin-bottom: 0in;">15</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">effectiveness. This theory is his first conclusion of the study which is still temporary as </p> <p style="margin-bottom: 0in;">it is based on initial interview and observation. This is his first temporary empirical </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">After he has sketched out his temporary theory of effective language teacher, he </p> <p style="margin-bottom: 0in;">picks a second effective language teacher to interview. In picking the following </p> <p style="margin-bottom: 0in;">effectieve language teachers to interview, he used snowball sampling technique; that is, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">he asked the first person he interviewed to recommend others. He interviewed the second </p> <p style="margin-bottom: 0in;">subject in a similar open-ended manner, witholding the theory (first Hypothesis) he </p> <p style="margin-bottom: 0in;">developed from his first initial interview. After the second interview, he rewrites and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">modifies the theory (the first hypopthesis) to fit the new case. He continues choosing and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">interviewing new people, modifying the theory (previous hypothesis) to fit the new case. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">He proceeds in this manner, picking new subjects, enlarging the theory (the temporary </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis) until no longer comes across any case that does not fit the theory (the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis). At the end, he takes the final hypothesis as the conclusion or the finding of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">his study about language teacher effectiveness (Bogdan & Biklen, 1999:64). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The narration on the process of qualitative research on language teacher </p> <p style="margin-bottom: 0in;">effectiveness above shows us another type of hypothesis (Tuckman, 1999: 417) different </p> <p style="margin-bottom: 0in;">from the earlier mentioned theoretical as well as statistical hypothesis. This type of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypotheis is not based on theory, nor is it for the purpose of statistical data computation, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">it is a temporary hypothesis based on data analysis. This hypothesis after going through </p> <p style="margin-bottom: 0in;">several modification to fit several cases becomes the final conclusion of the study. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following is another illustration to clarify empirical hypothesis. A study on the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">order of acquisition on English reflexive pronouns among Spanish children learning </p> <p style="margin-bottom: 0in;">English as a Second Language in the United States reveals that the children first acquire </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the form: myself, yourself, herself, ourself*, hisself*, and theirself*. The first three </p> <p style="margin-bottom: 0in;">reflexive pronouns myself, yourself, and herself are correctly learned in this first </p> <p style="margin-bottom: 0in;">temporary conclusion but the second three reflexive pronouns hisself*, ourself*, and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">theirself* are overgeneralized from the possessive pronouns my, your, her, his, our and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">their that they have learned before plus the word self. Then in the next stage in the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">16</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sequence of acquisition of the reflexive pronouns, the children learn : myself, yourself, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">herself, himself, ourself*, and themself*. This second stage of the sequence in the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">acquisition of reflexive pronouns is the improvement of the first stage conclusion, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">correcting the form hisself* and theirself* into himself and themself*. This second stage </p> <p style="margin-bottom: 0in;">conclusion is still temporary, it is not final yet. Only in the next stage, then the Spanish </p> <p style="margin-bottom: 0in;">children acquire the final conclusion myself, yourself, herself, ourselves, himself, and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">themselves, correcting the wrong forms ourself* and themself* to the correct forms </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ourselves and themselves. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The process of acquiring the rules of reflexive pronouns by the Spanish children </p> <p style="margin-bottom: 0in;">learning English as the Second Language in the United States that takes stages shows that </p> <p style="margin-bottom: 0in;">learning the rules of reflexive pronouns for these children does not take once for all. It </p> <p style="margin-bottom: 0in;">starts from the first exposure to the actual use of the expressions involving those reflexive </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pronouns, then is followed spontaneously with subconscious analysis by the children </p> <p style="margin-bottom: 0in;">resulting in the first stage conclusion: myself, yourself, herself, ourself*, hisself*, and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">theirself*. The first stage conclusion is verified and revised through the second cycle </p> <p style="margin-bottom: 0in;">which again starts with further exposure and ends in subconscious analysis resulting in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the second stage conclusion: myself, yourself, herself, himself, ourself*, and themself*. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The second stage conclusion is again verified and revised through the third cycle which </p> <p style="margin-bottom: 0in;">again starts with further exposure and ends in subconscious analysis resulting in the last </p> <p style="margin-bottom: 0in;">stage conclusion: myself, yourself, herself, himself, ourselves, and themselves. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">This process of acquisition of the rules of reflexive pronouns by the Spanish </p> <p style="margin-bottom: 0in;">children learning English as a Second Language in the United States is just like the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">process of data analysis in qualitative research that involves a temporary empirical </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis, which is revised into the next temporary empirical hypothesis, until the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypopthesis becomes the conclusion (Dulay, Burt, & Krashen, 1982:215) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">REVIEW ON HYPOTHESIS STATEMENTS IN THESIS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">17</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following is discussion on how hypotheses are stated in theses on language </p> <p style="margin-bottom: 0in;">learning. Some theses state good and clear hypotheses, some state wrong hypothesis, and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">still others state hypotheses which are not elaborated enough. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Good and Clear Hypotheses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following are examples of hypothesis statements that meet the criteria of good </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis. They state the expected relationship between variables involved, are testable, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">consistent with the existing body of knowledge, and stated simply and concisely (Ary, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jacobs, and Razavieh, 1979:77-79) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The higher scores of the students knowledge on topics are, the higher </p> <p style="margin-bottom: 0in;">scores of their ability in writing a coherent expository discourse </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Dwimaretno, 1996:5) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is a significant positive correlation between frequency of watching TV </p> <p style="margin-bottom: 0in;">serials and speaking ability (Ambarkati, 1991:15) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The high scores of students experience in English songs tend to go together </p> <p style="margin-bottom: 0in;">with high scores of students English pronunciation (Sulistyaningtyas, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1996:3) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">As class level increases, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average score for descriptive papers should also increase, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average coherence score for descriptive papers should also increase, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average complexity of sentences per paper should also increase, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average number of sentences per paper should also increase, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average frequency of grammatical errors per paper should decrease, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the average frequency of mechanical errors per paper should decrease. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Latief, 1990:6-7). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The average score for argumentative papers of the seniors should be higher </p> <p style="margin-bottom: 0in;">than that of the juniors (Latief, 1990:7). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The average coherence score for argumentative papers of the seniors </p> <p style="margin-bottom: 0in;">should be higher than that of the juniors (Latief, 1990:7). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Students learning vocabulary through distributed practice--practice in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">learning vocabulary through several short sessions separated by one or two </p> <p style="margin-bottom: 0in;">days-- achieve better than those learning vocabulary through massed </p> <p style="margin-bottom: 0in;">practice --practice in learning vocabulary through a few long sessions </p> <p style="margin-bottom: 0in;">separated by one week or two (Djiwandono, 2001: 195). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">18</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Achievement in language learning by K1 students is significantly better than </p> <p style="margin-bottom: 0in;">that by K2 students (Gosong, 1993:20). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Students who are taught with summarizing technique perform better in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">literal reading comprehension skill than those taught with non-summarizing </p> <p style="margin-bottom: 0in;">technique (Junaidi, 1996:10). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The mean of vocabulary gain score of the group under individualized </p> <p style="margin-bottom: 0in;">vocabulary instruction is higher than that of the group under teacher-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">centered instruction (Masduki, 1999:11). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The total group of learners treated with individualized technique of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">instruction have better written performance of the English verb have and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tense auxiliary have than the other total group treated with traditional full-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">class teaching (Harsono, 1993:16). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Misplaced Hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following are examples of hypothesis statements which are misplaced as they are </p> <p style="margin-bottom: 0in;">null hypothesis instead of theoretical hypothesis which function should be to predict the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">answer to the problem of the study based on theory or logical common sense. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is no difference in reliability between Cloze Test and Multiple Choice </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Test which are based on different texts with the same level of readibility in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">measuring reading Comprehension ability (Atmoko, 1991:5) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is no difference between the mean of vocabulary gain score of the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">group under individualized vocabulary instruction and the mean of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">vocabulary gain score of the group under teacher-centered instruction </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Masduki, 1999:10). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is no difference in discrimination index between Cloze Test and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Multiple Choice Test which are based on different texts with the same level </p> <p style="margin-bottom: 0in;">of readibility in measuring reading Comprehension ability (Atmoko, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1991:5) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is no difference in level of difficulty between Cloze Test and Multiple </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Choice Test which are based on different texts with the same level of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">readibility in measuring reading Comprehension ability (Atmoko, 1991:5) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Not Clearly Stated Hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">19</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Some hypothesis statements need elaborations to show the detailed plan of the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">research strategy in analysis. Following are examples of the hypothesis statements which </p> <p style="margin-bottom: 0in;">need more elaborations. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is a significant relationship between the use of syntactic clues and the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">use of semantic clues (Kusumarasdyati, 1996:7). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The mean of structure test resulted by English for Beginners is significantly </p> <p style="margin-bottom: 0in;">better than the mean resulted by the Bahasa Inggris 2a untuk SMP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">published by Balai Pustaka (Waskito, 1994;10) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The mean of interview test resulted by English for Beginners is </p> <p style="margin-bottom: 0in;">significantly better than the mean resulted by Bahasa Inggris 2a untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">SMP published by Balai Pustaka (Waskito, 1994;10) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kusumarasdyati s hypothesis statement which refers to correlational data analysis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">technique could be made more operational into: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The more the students are able to identify the syntactic clues the better they </p> <p style="margin-bottom: 0in;">are in identifying the semantic clues. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waskito s hypothesis statements which refer to comparative data analysis technique </p> <p style="margin-bottom: 0in;">could be made more operational into: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The mean of the Structure test scores for the students who are taught using </p> <p style="margin-bottom: 0in;">English for Beginners is significanly higher than that for the students who </p> <p style="margin-bottom: 0in;">are taught using Bahasa Inggris 2a untuk SMP Published by Balai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pustaka. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The mean of the interview test scores for the students who are taught using </p> <p style="margin-bottom: 0in;">English for Beginners is significanly higher than that for the students who </p> <p style="margin-bottom: 0in;">are taught using Bahasa Inggris 2a untuk SMP Published by Balai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pustaka. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ambiguosly Stated Hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following are examples of hypothesis statements which need more elaboration to </p> <p style="margin-bottom: 0in;">avoid ambiguity in the design of research to be applied. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The students scores on Reading Comprehension test elicited with MCT format are </p> <p style="margin-bottom: 0in;">highly correlated with their scores on Reading Comprehension test elicited with </p> <p style="margin-bottom: 0in;">SAT format (Mahmud, 1996:4) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">20</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is a significant difference in students writing achievement of all course </p> <p style="margin-bottom: 0in;">levels as shown by their average scores on the expository writing test (Mukminatin, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1997:13) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is a significant difference in students writing achievement of all course </p> <p style="margin-bottom: 0in;">levels as shown by their average scores on the narrative writing test (Mukminatin, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1997:13) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is a significant difference between the group with Bloom s taxonomy of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cognitive levels of questions which put more stress on CAA types of questions and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">the group with KCA (traditional) types of questions on students reading ability </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Surjosoeseno, 1991:8) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There would be a significant relationship between students paragraph </p> <p style="margin-bottom: 0in;">knowledge and their ability to write an expository paragraph (Rohimah, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1992:6) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">For the students with good English achievement, the frequency of general </p> <p style="margin-bottom: 0in;">and local strategies used in reading an indonesian text is different from </p> <p style="margin-bottom: 0in;">that used in reading an English text (Suharmanto, 2000:16). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">For the students with poor English achievement, the frequency of general </p> <p style="margin-bottom: 0in;">and local strategies used in reading an indonesian text is different from </p> <p style="margin-bottom: 0in;">that used in reading an English text (Suharmanto, 2000:16). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">For the students with good English achievement and poor English </p> <p style="margin-bottom: 0in;">achievement the frequency of general and local strategies used in reading </p> <p style="margin-bottom: 0in;">an indonesian text is different from that used in reading an English text </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Suharmanto, 2000:16). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The use of Indonesian as daily communication medium in students family </p> <p style="margin-bottom: 0in;">life is related to the achievement of those students in learning Indonesian at </p> <p style="margin-bottom: 0in;">school (Gosong, 1993:20). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">There is a difference in the students writing ability </p> <p style="margin-bottom: 0in;">between those who use clustering strategy and those who do not use </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mapping strategy, between those who use listing strategy and those who </p> <p style="margin-bottom: 0in;">do not use mapping strategy, between those using outlining strategy and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">those using listing strategy, between those using listing strategy and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">those using outliningng strategy, between those using outlininging </p> <p style="margin-bottom: 0in;">strategy and those using clustering strategy (Telaumbanua, 1992:16) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The term highly correlated by Mahmud or significant relationship by Rohimah and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">by Kusumarasdyati in the above examples may lead to two possible interpretations; </p> <p style="margin-bottom: 0in;">21</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">negatively corelated or positively correlated. A good hypothesis states clearly whether the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">correlation is going to be negative or positive, as follows. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The higher the students scores on Reading Comprehension elicited with </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MCT format are, the higher their scores on Redaing Comprehension elicited </p> <p style="margin-bottom: 0in;">with SAT format are. (Positive correlation), </p> <p style="margin-bottom: 0in;">or </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The higher the students scores on Reading Comprehension elicited with </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MCT format are, the lower their scores on Redaing Comprehension elicited </p> <p style="margin-bottom: 0in;">with SAT format are. (Negative correlation). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The higher the students paragraph knowledge is, the higher their ability in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">writing an expository paragrapgh (positive correlation) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">or </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The higher the students paragraph knowledge is, the lower their ability in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">writing an expository paragrapgh (negative correlation). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The statement there is a significant difference by Mukminatin could be made </p> <p style="margin-bottom: 0in;">more specific like the higher the course level is, the better the achievement is. Or the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seniors have better writing achiements than the juniors as shown by their average </p> <p style="margin-bottom: 0in;">scores on expositiry writing test. Suharmanto s statement is different from that of , </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Surjosoeseno s and Telaumbanua s statement There is a difference does not predict </p> <p style="margin-bottom: 0in;">theoretically which one is going to be better. Suharmanto states the hypothesis for good </p> <p style="margin-bottom: 0in;">achievers, for low achievers, and for both the high and low achievers. The last </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis for the high and low achievers does not give clear reference who they are. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gosong s statement ..is related to.. again gives another example of hypothesis statement </p> <p style="margin-bottom: 0in;">which does not show the direction of the relationship between the variables involved. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Wrong Hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Following are examples of hypothesis statements which are wrong as they are not </p> <p style="margin-bottom: 0in;">easily transformable to statistical hypothesis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Learning English at the elementary school age supports the ability of the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">students in learning the language at SMP (Ivonne, 1995:4) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">22</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The word support is not an operational statement for a hypothesis which tries to test </p> <p style="margin-bottom: 0in;">correlational relationship between the variables involved. In fact, the word support is </p> <p style="margin-bottom: 0in;">closer to the interpretation of causal relationship to correlational relationship between </p> <p style="margin-bottom: 0in;">variables. A suggested better statement of hypothesis sould read like this: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">The longer and more intensive English course the elemantary school age </p> <p style="margin-bottom: 0in;">students experience, the better they will succeed in learning English at </p> <p style="margin-bottom: 0in;">SLTP. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">CLOSING </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hypothesis is of several types, each of which has to be stated according to its own </p> <p style="margin-bottom: 0in;">function and placed accordingly. Several theses have shown ambiguous hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">statements, some have shown wrong hypothesis statements, some do not state hypothesis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">clearly, and still some others even misplace their hypothesis. Good, clear, and correct </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypothesis statements are helpful to the researchers themselves as well as to the readers </p> <p style="margin-bottom: 0in;">in guiding where the research is up to. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">REFERENCES </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ambarkati, sul. 1991 The Correlation between the Frequency of Watching TV Serials </p> <p style="margin-bottom: 0in;">and Speaking Ability of S1 Students of English Department at IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Unpublished undergraduate Thesis, FPBS, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Atmoko, Rudi., M. 1991 The Effectiveness of Cloze Test and Multiple Choice Test in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Measuring Reading Comprehension Ability Based on Difficult Texts. Unpublished </p> <p style="margin-bottom: 0in;">undergraduate Thesis, FPBS, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ary, Donald., Jacobs, Lucy, C., Razavieh, Asghar. 1979 Introduction to Research in </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Education, Second edition. Holt, Rinehart and Winston. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Bogdan, Robert, C., Biklen, Sari, K. 1998 Qualitative Research for Education, An </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Introduction to Theory and Methods, Third edition. Boston: Allyn and Bacon. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Borg, Walter, R., Gall, Meredith, D. 1983 Educational Research. An Introduction, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Fourth Edition. White Plains: Longman Inc. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">23</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Djiwandono, Patrisius, I. 2001. Pengaruh Post-Lesson Quiz terhadap Penguasaan Kata </p> <p style="margin-bottom: 0in;">oleh Pembelajar Bahasa Inggris. Suatu Studi pada Pembelajar di Tingkat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Menengah Lanjut. Jurnal Penelitian Kependidikan, Lembaga Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Universitas Negeri Malang, Tahun 11 Nomor 2 desember 2001. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dulay, Heidi., Burt, Marina., Krashen, Stephen. 1982. Language Two. Oxford: Oxford </p> <p style="margin-bottom: 0in;">University Press. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dwimaretno, Soeraswati. 1996. The Correlation between the Students Knowledge on </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Topics and their Ability in Writing a Coherent Expository Discourse. Unpublished </p> <p style="margin-bottom: 0in;">undergraduate Thesis, FPBS, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gosong, I Made, 1993. Perbandingan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia antara Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang Menggunakan Bahasa Indonesia dan Siswa yang Menggunakan Bahasa Bali </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam Keluarga, unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Harsono, Yohanes, M. 1993. The Effect of Restricted Individualized Technique of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Instruction on the Achievement of learners Written Performance of the English </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Verb HAVE and Tense Auxiliary HAVE (The case at Atma Jaya university </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jakarta), unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ivonne, 1995. The Effect of Learning English in the Elementary School Age on the </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Students Achievement in English as a School Subject at COR JESU Malang. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Unpublished undergraduate Thesis, FPBS, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Junaidi, 1996. The Effectiveness of Summarizing as a Technique of Teaching English </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Reading Comprehension. unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kusumarasdyati, 1996 The Use of Context Clues by the Students of English IKIP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MALANG in Reading Comprehension, unpublished thesis, Graduate School, IKIP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Latief, Mohammad, A. 1990. Assessment of English Writing Skills for Students of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">English as a Foreign Language at the Institute of Teacher Training and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Education IKIP MALANG, unpublished dissertation, the University of Iowa, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Iowa City. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Mahmud, 1996. Measuring Students Performance in Reading Comprehension by </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Using Multiple Choice Test Format and Short Answer Test Format. Unpublished </p> <p style="margin-bottom: 0in;">undergraduate Thesis, FPBS, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Masduki, 1999. The Effectiveness of Individualized Instruction on the Students </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Vocabulary Gain at the English Department Muhammadyah University of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Malang, unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">24</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Mukminatin, Nur, 1997. The Differences of Students Writing Achievements across </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Different Course Levels, unpublished dissertation, Graduate School, IKIP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rohimah, Umi. 1992. The Relationship between Students Pragraph Knowledge and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">their Ability to write Paragraph. Unpublished undergraduate Thesis, FPBS, IKIP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Suharmanto, 2000. Reading Strategies in Indonesian and in English: A Comparative </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Study, unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sulistyaningtyas, Anis. 1996. The Correlation between Students Experience in English </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Songs and their English Pronunciation. Unpublished ndergraduate Thesis, FPBS, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Surjosoeseno, Tjahjaning, T. 1991. The Effect of Different Types of Questions on </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Reading Ability of Students at Widya Mandala Catholic University Surabaya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Telaumbanua, Sadelie, 1992. Pengaruh Strategi Mapping terhadap Kemampuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Menulis. unpublished thesis, Graduate School, IKIP MALANG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tuckman, Bruce, W. 1999 Conducting Educational Research, fifth Edition. Belmont: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Wadsworth Group. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Vockell, Edward, L., Asher, J.W. 1995. Educational Research, Second edition. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waskito, S. Budi, 1994. The Effectiveness of Bahasa Inggris 2a untuk SMP Compared </p> <p style="margin-bottom: 0in;">with the English for Beginners at SMP Negeri I Kartasura, unpublished thesis, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Graduate School, IKIP MALANG. </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-52495846907457411982011-01-09T05:57:00.000-08:002011-01-09T05:58:43.497-08:00PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO PADA SISWA KELAS VIII SMP<p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p><br /><p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kata Kunci : Prestasi Belajar, Model Pembelajaran Berbasis Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 1 Doro </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kabupaten Pekalongan tergolong masih rendah. Hal tersebut diantaranya disebabkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">model pembelajaran yang selama ini diterapkan kurang efektif untuk meningkatkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar siswa. Pembelajaran sejarah di SMP jika hanya disampaikan melalui </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ceramah akan sulit diterima oleh siswa dan membosankan. Dalam hal ini diperlukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">oleh seorang guru untuk mempertimbangkan model pembelajaran lain yang efektif dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tepat sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu model </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran yang dicobakan melalui penelitian ini adalah model pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berbasis portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada dasarnya portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diperoleh siswa melalui pengalaman belajar sehingga memiliki kemampuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam tugas-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">tugasnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rumusan masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana aktivitas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis portofolio? (2) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apakah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis portofolio dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">meningkatkan prestasi belajar IPS Sejarah pada siswa kelas VIII SMP N I Doro </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kabupaten Pekalongan Tahun Peajaran 2006 / 2007 ?. Tujuan penelitian ini (1) Ingin </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan memakai model pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berbasis portofolio. (2) Ingin mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio terhadap prestasi belajar IPS Sejarah pada siswa kelas VIII SMP N I Doro </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran 2006 / 2007. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang ditempuh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam dua siklus. Setiap siklus terdapat empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengamatan dan refleksi. Tindakan dalam setiap siklus dilakukan dengan cara peneliti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memberikan tugas berupa penyelesaian suatu permasalahan secara berkelompok, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dimana setiap kelompok punya tugas masing-masing, kemudian mereka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempresentasikan hasil karya mereka dalam suatu show case yang terdiri dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio dokumen dan tayangan. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa kelas VIIIA SMP Negeri 1 Doro Kabupaten Pekalongan yang terdiri dari 41 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa pada tahun pelajaran 2006/2007. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui model </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran berbasis portofolio, kemampuan siswa dalam menyampaikan materi di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">depan kelas dan belajar mandiri di rumah dapat ditingkatkan. Selain itu siswa menjadi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lebih berani mengemukakan pendapat dan dapat menerapkan ilmu sejarah dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kehidupan bermasyarakat. Variasi penerapan model pembelajaran ini dapat juga ix</p> <p style="margin-bottom: 0in;">menghindari kebosanan siswa dalam mengikuti pembelajaran sejarah sehingga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari 66% menjadi 85,5 %. Berdasarkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian bahwa prestasi belajar IPS Sejarah yang diperoleh siswa kelas VIIIA SMP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Negeri 1 Doro Kabupaten Pekalongan tahun pelajaran 2006/2007 nilai rata-ratanya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">meningkat pada siklus I yaitu 69 menjadi berkisar 85,5 pada siklus II. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio yang diterapkan guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena itu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peneliti menyarankan agar model pembelajaran berbasis portofolio disosialisasikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah di sekolah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> x</p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR ISI </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Halaman </p> <p style="margin-bottom: 0in;">HALAMAN JUDUL .................................................................................... i </p> <p style="margin-bottom: 0in;">PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii </p> <p style="margin-bottom: 0in;">PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii </p> <p style="margin-bottom: 0in;">PERNYATAAN ........................................................................................... iv </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. v </p> <p style="margin-bottom: 0in;">PRAKATA .................................................................................................... vi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">SARI ............................................................................................................. viii </p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR ISI ................................................................................................. x </p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii </p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii </p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTRA GAMBAR .................................................................................... xiv </p> <p style="margin-bottom: 0in;">BAB I PENDAHULUAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Rumusan Masalah ........................................................... 5 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">C. Tujuan Penelitian ............................................................ 6 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">D. Manfaat Penelitian .......................................................... 6 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">E. Penegasan Istilah.............................................................. 7 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">F. Sistematika Penulisan Skripsi ......................................... 8 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">BAB II LANDASAN TEORI </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Penelitian Tindakan Kelas .............................................. 10 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas ...................... 10 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas .................. 12 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Model Penelitian Tindakan Kelas.............................. 13 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Prestasi Belajar ................................................................ 18 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian Prestasi Belajar ....................................... 18 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ............ 18 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">C. IPS Sejarah ..................................................................... 20 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian IPS Sejarah .............................................. 20 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Fungsi dan Tujuan IPS di SMP dan MTs ................. 21 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">D. Portofolio ........................................................................ 21 xi</p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian Portofolio ................................................ 21 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Portofolio Sebagai Model Pembelajaran .................. 23 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Portofolio Sebagai Penilaian / Assessment ............... 30 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4. Kerangka Berpikir ..................................................... 35 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">BAB III METODE PENELITIAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Pendekatan Penelitian ..................................................... 38 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Objek Penelitian .............................................................. 38 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">C. Subjek dan Setting Penelitian ......................................... 38 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">D. Faktor yang Diselidiki ..................................................... 39 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">E. Rencana Tindakan ........................................................... 39 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">F. Data dan Cara Pengambilannya ...................................... 42 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">G. Indikator Kinerja ............................................................. 43 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Hasil Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pelaksanaan Siklus I ................................................. 44 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Pelaksanaan Siklus II ................................................ 58 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Pembahasan .................................................................... 64 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">BAB V PENUTUP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Simpulan ......................................................................... 68 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Saran-saran ...................................................................... 69 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 72 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> xii</p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR LAMPIRAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran : Halaman </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dari UNNES.......................................... 72 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 2 Surat Keterangan selesai penelitian dari sekolah .................. 73 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 3 Profil Sekolah......................................................................... 74 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 4 Silabus Ilmu Sosial SMP Kelas VIII ..................................... 75 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sejarah Siklus I 77 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sejarah Siklus II 83 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 7 Daftar Nama Siswa Kelas VIIIA SMP N I Doro................... 89 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 8 Daftar Nilai IPS Siswa kelas VIIIA Sebelum Penelitian....... 91 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 9 Lembar Penilaian Portofolio siklus I dari 3 (Tiga) Juri ......... 93 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 10 Lembar Penilaian Portofolio siklus II dari 3 (Tiga) Juri........ 118 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 11 Analisis Penilaian Portofolio Siklus I ................................... 143 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 12 Analisis Penilaian Portofolio Siklus II .................................. 145 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 13 Persentase Nilai Siswa dalam Menyerap Materi ................. 147 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 14 Gambar Kegiatan Penelitian Siklus I .................................... 148 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 15 Gambar Kegiatan Penelitian Siklus II ................................... 157 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 16 Hasil Portofolio Dokumen Siklus I........................................ 166 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lampiran 17 Hasil Portofolio Dokumen Siklus II ...................................... 193 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> xiii</p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR TABEL </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel : Halaman </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 1 Rincian Rencana Tindakan ................................................... 40 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 2 Pengambilan Suara untuk Menentukan Permasalahan Kelas pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus I .................................................................................. 46 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 3 Pengambilan Suara untuk Menentukan Permasalahan Kelas pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus II ................................................................................. 60 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 4 Partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar .................. 65 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 5 Partisipasi Siswa dalam Menyerap Materi Pelajaran ............ 65 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> xiv</p> <p style="margin-bottom: 0in;">DAFTAR GAMBAR </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar : Halaman </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 1 Empat Langkah dalam Satu Siklus Penelitian Tindakan Kelas .... 15 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 2 Rangkaian Siklus Penelitian Tindakan Kelas .............................. 18 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 3 Portofolio Tayangan Bentuk Bujur Sangkar ................................. 29 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 4 Portofolio Tayangan Bentuk Segitiga Sama Sisi .......................... 29 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 5 Portofolio tayangan bentuk lingkaran .......................................... 30 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 6 Portofolio tayangan bentuk Oval ................................................. 30 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 7 – Gambar 23 Foto PTK Siklus I ................................................... 148 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 23 – Gambar 39 Foto PTK Siklus II ............................................... 157 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> BAB I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">PENDAHULUAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Latar Belakang Masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan semua aspek </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai, sikap, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keterampilannya. Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">individu yang lebih baik. Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">generasi yang lebih baik, manusia yang lebih berkebudayaan, dan manusia yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memiliki kepribadian yang lebih baik (Munib 2004:29). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan perkembangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peningkatan kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">teknologi. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemerintah selalu merevisi kurikulum yang sudah ada selaras dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perkembangan jaman, demikian pula dengan model pembelajaran yang diterapkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">selalu mengalami perkembangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">membuka kemungkinan peserta didik (siswa) tidak hanya belajar di dalam kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dibimbing oleh guru saja, akan tetapi peserta didik dapat belajar dari luar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas seperti dari lingkungan masyarakat, pakar atau ilmuwan, birokrat, media </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cetak maupun media elektronik, serta sarana-sarana lain yang ada di sekitar kita. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1 2 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dengan belajar seperti itu, peserta didik akan lebih leluasa menuangkan gagasan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mereka yang dibangun berdasarkan informasi dari berbagai sumber. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Suasana atau iklim belajar mengajar harus diciptakan dalam proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">baik dan bersemangat. Sebagaimana diketahui bahwa metode mengajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">merupakan sarana interaksi guru dengan siswa di dalam kegiatan belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengajar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan metode </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengajar yang dipilih dengan tujuan, jenis, dan sifat materi pelajaran dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan metode tersebut (Usman </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan Setyawati 1993:120). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pendidikan sejarah yang diterapkan di sekolah sering kali berkesan kurang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menarik bahkan membosankan. Guru sejarah sering kali hanya membeberkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">urutan waktu, tokoh dan peristiwa belaka. Pelajaran sejarah dirasakan siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pendidikan menengah. Model serta teknik pengajarannya juga kurang menarik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apa yang terjadi di kelas, biasanya guru memulai pelajaran bercerita, atau bahkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">membacakan apa yang tertulis dalam buku ajar dan akhirnya langsung menutup </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelajaran begitu bel akhir pelajaran berbunyi. Tidak mengherankan di pihak guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sering timbul kesan bahwa mengajar sejarah itu mudah. Akibatnya nilai-nilai yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terkandung dalam sejarah tidak dapat dipahami dan diamalkan peserta didik </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Soewarso 2000:1-2). Hal serupa juga dikatakan Suharya (2007:1) dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">www.duniaguru.com, yang menyebutkan bahwa pelajaran IPS, khususnya sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sering disebut sebagai pelajaran hafalan dan membosankan. Pembelajaran ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 3 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kemudian diungkap kembali saat menjawab soal ujian, akibatnya pelajaran sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kurang diminati oleh siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pembelajaran sejarah di SMP jika hanya disampaikan melalui ceramah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">akan sulit diterima oleh siswa dan membosankan. Dalam hal ini diperlukan oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seorang guru untuk mempertimbangkan model pembelajaran lain yang efektif dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tepat. Pengalaman yang diperoleh oleh siswa dari hasil pemberitahuan orang lain </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seperti hasil dari penuturan guru hanya akan mampir sesaat untuk diingat dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setelah itu dilupakan. Oleh karena itu, dalam konteks kurikulum yang berlaku saat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini di SMP, membelajarkan siswa tidak cukup hanya dengan memberitahukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">akan tetapi mendorong siswa untuk melakukan suatu proses melalui berbagai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">aktivitas yang dapat mendukung terhadap pencapaian kompetensi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Model pembelajaran dalam pendidikan sejarah secara teoritis sebenarnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat dipilih dari sekian banyak model pembelajaran yang tersedia. Para guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hendaknya mempunyai kemampuan di dalam memilih model yang tepat untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setiap pokok bahasan. Selain itu pembelajaran sejarah juga dapat menggunakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">media pengajaran yang bermacam-macam diantaranya menampilkan gambar, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">film, peta dan lainnya untuk menambah pemahaman terhadap data visual. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Paradigma baru pendidikan sejarah menghendaki dilakukan inovasi yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terintegrasi dan berkesinambungan. Salah satu wujudnya adalah inovasi yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kebiasaan guru dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengumpulkan informasi mengenai tingkat pemahaman siswa melalui </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan, observasi, pemberian tugas dan tes akan sangat bermanfaat dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 4 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menentukan tingkat penguasaan siswa dan dalam evaluasi keefektifan proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan dan merancang model </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran yang akan dilakukannya seiring dengan perkembangan masyarakat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan kemajuan teknologi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional </p> <p style="margin-bottom: 0in;">secara umum dan tujuan Pendidikan IPS pada khususnya, yang pada prinsipnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bertujuan mendidik dan membimbing siswa menjadi warga negara yang baik, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang bertanggung jawab baik secara pribadi, sosial / masyarakat, bangsa dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">negara bahkan sebagai warga dunia. Salah satu model pembelajaran yang dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mewujudkan tujuan tersebut adalah model pembelajaran berbasis portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk berpikir cerdas, kreatif, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">partisipatif, prospektif dan bertanggung jawab. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Fajar (2004:47) menyebutkan pengertian portofolio sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ditentukan. Panduan-panduan itu beragam tergantung pada mata pelajaran dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tujuan penilaian portofolio. Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seorang siswa, tetapi dalam model pembelajaran ini setiap portofolio berisi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">karya terpilih dari satu kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kooperatif memilih, membahas, mencari data, mengolah, menganalisa dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mencari pemecahan terhadap suatu masalah yang dikaji. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan suatu bentuk dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">praktik belajar, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">praktik-empirik. Praktik belajar ini dapat menjadi program pendidikan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mendorong kompetensi, tanggung jawab, dan partisipasi siswa, belajar menilai </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 5 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan mempengaruhi kebijakan umum, memberanikan diri untuk berperan serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam kegiatan antar siswa, antar sekolah, dan antar anggota masyarakat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian di SMP Negeri 1 Doro tepatnya pada siswa kelas VIII A. Hal ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">disebabkan karena rata-rata kelas siswa kelas VIII A pada mata pelajaran IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sejarah hanya 66, hal tersebut tentu merupakan nilai yang tergolong masih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">rendah, untuk itu penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul </p> <p style="margin-bottom: 0in;">“Peningkatan Prestasi Belajar IPS Sejarah Melalui Model Pembelajaran Berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio Pada Siswa Kelas VIII SMP N 1 Doro Kabupaten Pekalongan Tahun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pelajaran 2006 / 2007”. Penelitian ini juga dimaksudkan sebagai penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan kelas dimana peneliti bermaksud menerapkan metode portofolio sebagai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">upaya untuk peningkatan prestasi hasil belajar para peserta didik di SMP N I Doro </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kabupaten Pekalongan. Khususnya pada mata pelajaran IPS Sejarah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Rumusan Masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Atas dasar latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">muncul dalam penelitian ini adalah : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berbasis portofolio ? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Apakah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis portofolio dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">meningkatkan prestasi belajar IPS Sejarah pada siswa kelas VIII SMP N I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Doro Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran 2006 / 2007 ? </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 6 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">C. Tujuan Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan judul dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempunyai tujuan sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan memakai model </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran berbasis portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis portofolio terhadap </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar IPS Sejarah pada siswa kelas VIII SMP N I Doro Kabupaten </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pekalongan Tahun Pelajaran 2006 / 2007. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">D. Manfaat Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Manfaat dari penelitian tentang peningkatan prestasi belajar IPS Sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui model pembelajaran berbasis portofolio pada siswa kelas VIII SMP </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Negeri 1 Doro Kabupaten Pekalongan tahun pelajaran 2006 / 2007 adalah : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Manfaat Teoritis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apabila penelitian ini dapat diterima kebenarannya oleh Guru, Kepala </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sekolah, para tenaga kependidikan dan peneliti lainnya, diharapkan dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menambah khasanah pustaka kependidikan dan memberikan sumbangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">informasi yang selanjutnya dapat memberi motivasi penelitian tentang masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sejenis guna penyempurnaan penelitian ini. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Manfaat Praktis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Manfaat bagi siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dengan penerapan model pembelajaran berbasis portofolio diharapkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS Sejarah dapat meningkat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 7 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Manfaat bagi guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Model pembelajaran berbasis portofolio dapat dijadikan salah satu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">alternatif mengajar oleh guru dalam proses pembelajaran IPS Sejarah serta dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan prestasi atau hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar IPS Sejarah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">E. Penegasan Istilah Dalam Judul </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Agar tidak terjadi salah tafsir dalam membaca judul skripsi ini secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keseluruhan, maka beberapa istilah perlu ditegaskan sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Prestasi Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kata prestasi menurut Poerwadarminta (2002:768) adalah “hasil yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya”. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Belajar menurut Natawidjaja dan Moleong (1985:7) adalah “suatu proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang”. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dengan melihat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hasil penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setelah mengikuti assessment atau penilaian dan evaluasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. IPS Sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IPS adalah salah satu mata pelajaran yang ada di SMP terdiri dari dua </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bahan kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Pengetahuan sosial </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mencakup antropologi, sosiologi, geografi, ekonomi, dan tata negara. Bahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 8 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kajian sejarah meliputi perkembangan dan proses perubahan masyarakat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Indonesia dan dunia sejak masa lalu hingga masa kini. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Model Pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Model pembelajaran adalah suatu teknik atau bentuk yang dipilih oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seorang guru yang digunakan secara intensif dan efektif yang sesuai dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kehendak dan harapan siswa dalam proses pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4. Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Secara umum, portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Rusoni 2001:1). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5. Siswa Kelas VIII SMP N I Doro Kabupaten Pekalongan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Maksudnya adalah siswa kelas VIII yang belajar pada pendidikan formal </p> <p style="margin-bottom: 0in;">di SMP N I Doro yang terletak di Kecamatan Doro Kabupaten Pekalongan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6. Tahun Pelajaran 2006 / 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tahun Pelajaran adalah jenjang waktu pendidikan tahun 2006 / 2007 yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terbagi menjadi dua semester. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">F. Sistematika Penulisan Skripsi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Secara garis besar skripsi akan dibagi menjadi tiga bagian pokok dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sistematika sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 9 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Bagian awal skripsi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Bagian awal akan berisi halaman judul, halaman pengesahan, motto dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar lampiran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Bagian pokok skripsi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Bagian ini tersusun atas lima bab, yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Bab I Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tujuan, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Bab II Landasan Teori. Terdiri atas Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Belajar, IPS Sejarah, dan Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Bab III Metode Penelitian. Berisi metode penelitian tindakan kelas, objek dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setting penelitian, faktor yang diselidiki, rencana tindakan, data dan cara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengambilannya, serta indikator kinerja. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Bab IV Pembahasan mengenai hasil penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e. Bab V Penutup. Berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Bagian Akhir Skripsi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada bagian akhir skripsi ini berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran, serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">data-data yang mendukung penelitian. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> BAB II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">LANDASAN TEORI </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Penelitian Tindakan Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli </p> <p style="margin-bottom: 0in;">psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan ahli-ahli lain seperti Stephen </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kemmis, Robin Mc. Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan sebagainya. Di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Indonesia sendiri PTK baru diperkenalkan pada akhir dekade 80-an (Aqib </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2006:87). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu PTK dikenal dan ramai dibicarakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam dunia pendidikan. Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Research (CAR). Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Dikarenakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat diterangkan yaitu: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data </p> <p style="margin-bottom: 0in;">atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menarik minat dan penting bagi peneliti. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">10 11 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Tindakan menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Kelas, dalam hal ini tidak terkait pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengertian yang lebih spesifik. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelas adalah sebuah ruangan tempat guru mengajar dan untuk siswa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sedang belajar. Tetapi pengertian tersebut salah, sehingga perlu ada penjelasan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lebih terperinci tentang pengertian kelas. Menurut pengertian pengajaran, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas bukan wujud ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas dapat dilakukan tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hanya di ruang kelas, tetapi dimana saja tempatnya, yang penting ada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sekelompok anak yang sedang belajar. Peristiwanya dapat terjadi di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">laboratorium, di perpustakaan, di lapangan olahraga, di tempat kunjungan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">atau di tempat lain dimana siswa berkerumun belajar tentang hal yang sama. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ciri bahwa anak sedang dalam keadaan belajar adalah otaknya aktif berpikir, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mencerna bahan yang sedang dipelajari. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dengan batasan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dilakukan oleh siswa (Arikunto dkk. 2006:2-3). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 12 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik penting yaitu bahwa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah yang diangkat adalah permasalahan yang dihadapi guru di kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian tindakan kelas akan dapat dilaksanakan jika pendidik sejak awal </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses dan produk pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dihadapi di kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk kegiatan penelitian itu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sendiri. Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tanpa tindakan tertentu, suatu penelitian juga dapat dilaksanakan di dalam kelas, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang kemudian disebut penelitian kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian tindakan kelas yang diadakan harus menunjukkan adanya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan secara positif. Apabila dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan justru malah membawa kelemahan, penurunan, atau perubahan negatif, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berarti hal tersebut menyalahi karakter PTK. Kriteria keberhasilan atas tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian tindakan kelas memiliki tiga ciri pokok disamping karakteristik </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang tersebut di atas, yaitu inkuiri reflektif</p> <p style="margin-bottom: 0in;">1</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, kolaboratif</p> <p style="margin-bottom: 0in;">2</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, dan reflektif</p> <p style="margin-bottom: 0in;">3</p> <p style="margin-bottom: 0in;">. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> PTK berangkat dari permasalahan sehari-hari yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Jadi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kegiatan penelitian berdasarkan pada pelaksanaan tugas dan pengambilan tindakan untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memecahkan masalah yang dihadapi (Arikunto dkk. 2006:110). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Upaya perbaikan proses dan hasil pembelajaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh peneliti di luar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas, tetapi ia harus berkolaborasi dengan guru. Penelitian tindakan kelas merupakan upaya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bersama dari berbagai pihak untuk mewujudkan berbaikan yang diinginkan (Arikunto dkk. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2006:110). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> PTK memiliki ciri khusus, yaitu sikap reflektif yang berkelanjutan. Berbeda dengan pendekatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian formal, yang sering mengutamakan pendekatan empiris eksperimental, penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan kelas lebih menekankan pada proses refleksi terhadap proses dan hasil penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Arikunto dkk. 2006:110). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 13 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Model Penelitian Tindakan Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam buku Penelitian Tindakan Kelas (Aqib 2006) menyebutkan ada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pendidikan. Diantaranya : (a) Model Kurt Lewin, (b) Model Stephen Kemmis dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Mc Taggart, (c) Model John Elliot, dan (d) Model Dave Ebbutt. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Model Kurt Lewin </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Di depan sudah disebutkan bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kurt Lewin yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Perencanaan (Planning) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Aksi atau Tindakan (Acting) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Observasi (Observing) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Refleksi (Reflecting) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kurt Lewin, oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi tiga yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Perencanaan (Planning) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Pelaksanaan (Implementing) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Penelitian (Evaluating) </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 14 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Keempat langkah yang dikenal dengan Model Kurt Lewin dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">digambarkan sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Perencanaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Refleksi Aksi </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Observasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 1. Empat Langkah dalam Satu Siklus Penelitian Tindakan Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sumber : Aqib 2006:21 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan langkah-langkah seperti yang digambarkan PTK di atas, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus, yang akhirnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjadi kumpulan dari beberapa siklus. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Model Kemmis dan Mc Taggart </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tampak masih begitu dekat dengan model yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hal ini karena dalam satu siklus masih terdapat empat tahapan. Hanya saja </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sesudah suatu siklus selesai, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersendiri. Demikian seterusnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Model John Elliot </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apabila dibandingkan dengan dua model PTK sebelumnya, PTK John Elliot </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini tampak lebih detail dan lebih rinci. Hal itu dikarenakan dalam setiap siklus </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 15 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi, antara tiga sampai lima aksi. Sementara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bentuk kegiatan belajar mengajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Maksud penyusunan secara terinci ini supaya dapat kelancaran yang lebih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanaan aksi atau proses belajar mengajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hal lain yang menyebabkan John Elliot menyusun secara terinci adalah karena </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam kenyataan di lapangan, setiap pokok bahasan biasanya tidak dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diselesaikan dalam satu langkah, tetapi harus diselesaikan dalam beberapa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">langkah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Model Dave Ebbutt </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada dasarnya Ebbutt setuju pada gagasan-gagasan yang diutarakan ahli-ahli </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebelumnya, tetapi tidak setuju mengenai beberapa interpretasi Elliot mengenai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">karya Kemmis. Selanjutnya dinyatakan pula olehnya mengenai pandangan Ebbutt </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang menyatakan bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Taggart bukan merupakan cara terbaik untuk menggambarkan proses aksi refleksi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Karena Dave Ebbutt merasa tidak puas dengan adanya model-model PTK yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ada sebelumnya, lalu dia memperkenalkan model PTK yang disusunnya sendiri. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dari keempat model penelitian tindakan kelas di atas, secara garis besar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat disimpulkan bahwa terdapat empat tahapan yang biasa dilalui, yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Menyusun Rancangan Tindakan (Planning) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Peneliti juga menentukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 16 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Pelaksanaan Tindakan (Acting) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tahap kedua adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan kelas. Dalam tahap ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peneliti harus ingat dan berusaha menaati apa yang dirumuskan dalam rancangan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tapi juga harus berlaku wajar dan tidak dibuat-buat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Pengamatan (Observing) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kegiatan pengamatan dan pelaksanaan tindakan dilakukan dalam waktu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang bersamaan. Sambil melaksanakan tindakan, peneliti mengamati dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk perbaikan siklus berikutnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Refleksi (reflecting) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika peneliti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">selesai melakukan tindakan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 17 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Siklus I </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Siklus II </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Planning I Acting I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Observing I Reflecting I</p> <p style="margin-bottom: 0in;">Acting II Planning II</p> <p style="margin-bottom: 0in;">Observing II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Permasalahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">baru hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">reflecting </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Apabila </p> <p style="margin-bottom: 0in;">permasalahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belum </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terselesaikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dilanjutkan ke </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siklus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berikutnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Reflecting II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">permasalahan</p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 2. Rangkaian Siklus Penelitian Tindakan Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sumber : Arikunto, dkk 2006:74 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 18 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Prestasi Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian Prestasi Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kata prestasi menurut Poerwadarminta (2002:768) adalah “hasil yang telah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dicapai atau dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya”. Menurut Winkel (1991:162) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">“prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai”. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Belajar menurut Natawidjaja dan Moleong (1985:7) adalah “suatu proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang”. Hamalik (2003:52) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengatakan belajar adalah modifikasi untuk memperkuat tingkah laku melalui </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengalaman dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku individu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melalui interaksi dengan lingkungannya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">proses yang dilakukan individu untuk memperoleh beberapa perubahan tingkah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">laku tang relatif tetap sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lingkungannya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dengan melihat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hasil penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setelah mengikuti asessment atau penilaian dan evaluasi. Penilaian dan evaluasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yang merupakan tujuan dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Faktor Intern </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Jasmani </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 19 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar ditentukan adanya struktur tubuh, panca indra (indra </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penglihatan, indra penciuman, indra pendengaran, indra peraba, dan indra perasa), </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan lain sebagainya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Psikologis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kecerdasan, bakat, minat, kecakapan, sikap, dan motivasi juga menentukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Kematangan Fisik dan Psikis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar dan kemampuan belajar seseorang juga ditentukan oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kematangan fisik dan psikis orang tersebut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Faktor Ekstern </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Lingkungan Keluarga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar dipengaruhi oleh cara mendidik orangtua di rumah, latar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belakang pendidikan orang tua, tingkat ekonomi keluarga, dan sebagainya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Lingkungan Sekolah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Di sekolah, prestasi belajar dipengaruhi oleh cara belajar, metode mengajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang diterapkan oleh guru, kurikulum yang berlaku, sikap guru, evaluasi dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penilaian yang diterapkan, administrasi sekolah, dan lain-lain. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Lingkungan Masyarakat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prestasi belajar dipengaruhi oleh adat-istiadat setempat, budaya yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berlaku, pergaulan dalam masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagainya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 20 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">C. IPS Sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian IPS Sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IPS adalah salah satu mata pelajaran di SMP yang terdiri dari dua bahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Pengetahuan sosial mencakup </p> <p style="margin-bottom: 0in;">antropologi, sosiologi, geografi, ekonomi, dan tata negara. Bahan kajian sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">meliputi perkembangan dan proses perubahan masyarakat Indonesia dan dunia </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sejak masa lalu hingga masa kini. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">“IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah bidang studi yang terdiri dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bagian-bagian ilmu sosial yang dipadukan untuk keperluan pendidikan di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sekolah” (Wiryohandoyo dkk. 1998:2). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tim Penyusun Depdiknas (2003:1) memberikan pengertian tentang IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Pengetahuan Sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">“Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari proses perubahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kehidupan manusia dan lingkungannya melalui dimensi waktu dan tempat yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, geografi dan lain-lain” </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Hugiono dan Poerwantana 1993: 9). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IPS Sejarah adalah suatu mata pelajaran yang menanamkan nilai-nilai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dari masa lampau hingga kini. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 21 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Fungsi dan Tujuan IPS di SMP dan MTs </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Fungsi IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang terdapat dalam pengetahuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sosial berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keterampilan sosial peserta didik agar dapat direfleksikan dalam kehidupan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Tujuan IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Mengembangkan pengetahuan kesejarahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, pemecahan masalah, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keterampilan sosial </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Meningkatkan kemampuan berkompetisi dan bekerjasama dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">D. Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pengertian Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio berasal dari bahasa Inggris “portfolio” yang artinya dokumen </p> <p style="margin-bottom: 0in;">atau surat-surat. Dapat diartikan juga sebagai kumpulan kertas berharga dari suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pekerjaan tertentu. Pengertian portofolio di sini adalah suatu kumpulan pekerjaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">panduan yang ditentukan tergantung mata pelajaran dan tujuan penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio. Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari seorang siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tetapi, dalam model pembelajaran ini setiap portofolio berisi karya terpilih dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 22 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">satu kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif memilih, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">membahas, mencari data, mengolah, menganalisa, dan mencari pemecahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terhadap suatu masalah yang dikaji (Fajar 2004:47). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Menurut Budimansyah (2002:1) portofolio sebenarnya dapat diartikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai adjective. Sebagai wujud benda fisik portofolio adalah bundel, yakni </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang disimpan pada suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bundel. Sebagai suatu proses sosial pedagogis, portofolio adalah collection of </p> <p style="margin-bottom: 0in;">learning experience yang terdapat di dalam pikiran siswa baik yang berwujud </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sebagai suatu adjective portofolio sering disandingkan dengan konsep lain, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">misalnya konsep pembelajaran dan penilaian. Jika disandingkan dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran maka dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis portofolio, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sedangkan jika disandingkan dengan penilaian maka dikenal istilah penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berbasis portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Secara umum, portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Rusoni 2001:1). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 23 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Portofolio Sebagai Model Pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Pengertian Portofolio Sebagai Model Pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada dasarnya portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar sehingga memiliki </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kemampuan mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menuliskan apa yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penuh dalam tugas-tugasnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio sebagai model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio itu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sendiri. Portofolio biasanya merupakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat juga berupa karya terpilih dari suatu kelas secara keseluruhan yang bekerja </p> <p style="margin-bottom: 0in;">secara kooperatif membuat kebijakan untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Fajar (2004:48) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) mengidentifikasi masalah dalam masyarakat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) memilih suatu masalah untuk dikaji di kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) mengumpulkan informasi yang terkait </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) membuat portofolio kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) menyajikan portofolio / dengar pendapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 24 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6) melakukan refleksi pengalaman belajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Di dalam setiap langkah, siswa belajar mandiri dalam kelompok kecil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan fasilitas dari guru dan menggunakan ragam sumber belajar di sekolah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">maupun di luar sekolah (masyarakat). Sumber belajar atau informasi dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diperoleh diantaranya dari manusia (pakar, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lain-lain);,kantor penerbitan surat kabar, bahan tertulis, bahan terekam, TV, radio, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">situs sejarah, artifak, dan lain-lain. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Disitulah berbagai keterampilan dikembangkan seperti membaca, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mendengar pendapat orang lain, bertanya, mencatat, menjelaskan, memilih, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">merancang, merumuskan, membagi tugas, memilih pimpinan, berargumentasi dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lain-lain. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berbasis portofolio. Metode tersebut diantaranya metode inkuiri, diskusi, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemecahan masalah (problem solving), E-Learning4</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, VCT5</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> (Value Clarivication </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Technique), bermain peran. Strategi pelaksanaan pembelajaran ini dapat dilakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan dan daya kreativitas guru. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Landasan Pemikiran dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Budimansyah (2002:4-7) secara garis besar menyatakan bahwa landasan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemikiran pembelajaran berbasis portofolio adalah sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Empat pilar pendidikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> pembelajaran melalui perangkat elektronik komputer yang tersambung ke internet, dimana </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peserta didik berupaya memperoleh bahan belajar sesuai dengan kebutuhannya (Fajar 2004:49). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Teknik atau cara belajar mengungkapkan nilai yang terdapat pada suatu pokok bahasan, cerita, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peristiwa, tempat dan sebagainya (Fajar 2004:50). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 25 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Empat pilar pendidikan sebagai landasan model pembelajaran berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio adalah learning to do6</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, learning to know7</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, learning to be</p> <p style="margin-bottom: 0in;">8</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, dan learning </p> <p style="margin-bottom: 0in;">to liver together</p> <p style="margin-bottom: 0in;">9</p> <p style="margin-bottom: 0in;">, yang dicanangkan oleh UNESCO. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Pandangan Konstruktivisme </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pandangan konstruktivisme menganggap semua peserta didik mulai dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">usia taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa atau gejala lingkungan di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sekitarnya. Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">konstruktivisme antara lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar peserta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">didik mau mengungkapkan gagasan atau pendapatnya, pengujian dan hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian sederhana, demonstrasi dan peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">praktis lain yang memberi peluang peserta didik untuk mempertajam gagasannya, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Democratic Teaching </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Democratic teaching adalah suatu upaya menjadikan sekolah sebagai suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">singkat democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">nilai demokrasi yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">didik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> peserta didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajarnya (Budimansyah 2002:4). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">7</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> meningkatkan interaksi dengan lingkungannya sehingga mampu membangun pemahaman dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya (Budimansyah 2002:4). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">8</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya itu dapat membangun pengetahuan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kepercayaan dirinya (Budimansyah 2002:4). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">9 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Budimansyah 2002:4). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 26 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam pembelajaran portofolio, ada empat prinsip dasar, yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Cooperative Group Learning (Kelompok Belajar Kooperatif) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok belajar kooperatif merupakan proses pembelajaran yang berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kerja sama. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Student Active Learning (Prinsip Belajar Siswa Aktif) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Proses belajar berpusat pada siswa. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran, dari mulai fase perencanaan kelas, kegiatan lapangan, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelaporan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Pembelajaran Partisipatorik </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada model ini siswa belajar sambil melakukan (learning by doing). Salah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">satunya siswa belajar hidup berdemokrasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Reactive Teaching </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Model pembelajaran berbasis portofolio mensyaratkan guru yang reaktif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sebab tidak jarang pada awal pelaksanaan model ini, siswa ragu bahkan malu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk mengemukakan pendapat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Bagian dari Portofolio sebagai Model Pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio sebagai model pembelajaran terbagi menjadi dua bagian, yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Portofolio Tayangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio tayangan pada umumnya berbentuk segi empat sama sisi berjajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan dapat berdiri sendiri tanpa penyangga. Namun tidak menutup kemungkinan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat berbentuk lain seperti segitiga, lingkaran, oval, dan sebagainya sesuai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan kreativitas siswa. Berikut ini contoh bentuk portofolio tayangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 27 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Gambar 3. Portofolio tayangan bentuk bujur sangkar </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1 2 3 4 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 4. Portofolio tayangan bentuk segitiga sama sisi </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 5. Portofolio tayangan bentuk lingkaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Gambar 6. Portofolio tayangan bentuk oval </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 28 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Keterangan</p> <p style="margin-bottom: 0in;">Papan 1berisi : Rangkuman permasalahan yang dikaji </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Papan 2 berisi: Berbagai usulan alternatif untuk mengatasi masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Papan 3 berisi : Usulan kebijakan untuk mengatasi masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Papan 4 berisi : Membuat rencana tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Portofolio Dokumentasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio dokumentasi berisi kumpulan bahan-bahan terpilih yang dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diperoleh siswa dari literatur/buku, kliping dari koran/majalah, hasil wawancara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan berbagai sumber, radio/TV, gambar, grafik, petikan dari sejumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">publikasi pemerintah/swasta, observasi lapangan, dan lain-lain. Pada dasarnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio dokumentasi adalah suatu bukti bahwa siswa telah melakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kumpulan bahan-bahan tersebut dikemas dalam map order atau sejenisnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang disusun secara sistematis mengikuti langkah/urutan portofolio tayangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Manfaatnya adalah sebagai bukti dan pelengkap portofolio tayangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Langkah-Langkah Pembelajaran Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Mengidentifikasi Masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada tahap ini terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan guru bersama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa yaitu mendiskusikan tujuan, mencari masalah, apa saja yang siswa ketahui </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tentang masalah yang ada dalam masyarakat, memberi tugas rumah tentang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah apa yang ada di masyarakat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 29 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam mengerjakan pekerjaan rumah, siswa diharapkan untuk mencari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">informasi tentang masalah yang akan dikaji dengan cara melakukan wawancara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan orang-orang dalam masyarakat sekitar, mencari informasi melalui sumber-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">sumber tertulis dan media elektronika. Semua informasi yang diperoleh harus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dicatat untuk didiskusikan di kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Memilih Masalah untuk Kajian Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sebelum memilih masalah yang akan dikaji, hendaknya para siswa mengkaji </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terlebih dahulu pengetahuan yang mereka miliki tentang masalah-masalah yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ada pada masyarakat, dengan langkah sebagai berikut: mengkaji masalah yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">telah dikumpulkan dan selanjutnya dituliskan pada papan tulis, mengadakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemilihan secara demokratis tentang masalah yang akan dikaji, dan melakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian lanjutan tentang masalah yang terpilih untuk dikaji dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengumpulkan informasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Guru hendaknya membimbing siswa dalam mendiskusikan sumber </p> <p style="margin-bottom: 0in;">informasi misalnya mencari informasi melalui perpustakaan, surat kabar, pakar, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">organisasi masyarakat, kantor pemerintah, TV, radio atau menyebar angket dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">poling. Bahan informasi yang terkumpul dapat disatukan dalam sebuah map untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dijadikan bahan portofolio dokumentasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Membuat Portofolio Kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Ada beberapa langkah dalam tahap ini, yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) kelas dibagi menjadi 4 kelompok dan setiap kelompok akan bertanggung </p> <p style="margin-bottom: 0in;">jawab untuk membuat suatu bagian portofolio. Keempat kelompok itu adalah : </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 30 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok 1 bertugas menjelaskan masalah yang dikaji, kelompok 2 bertugas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjelaskan berbagai kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah, kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3 bertugas mengusulkan kebijakan untuk mengatasi masalah, kelompok 4 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bertugas membuat rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Guru mengulas tugas-tugas rinciannya untuk portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru menjelaskan bahwa informasi yang dikumpulkan oleh kelompok satu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mungkin bermanfaat bagi kelompok lain, hendaknya saling bertukar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">informasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru menjelaskan spesifikasi portofolio yakni terdapat bagian penayangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan bagian dokumentasi pada setiap kelompok. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Penyajian Portofolio (Show Case) dilaksanakan setelah kelas menyelesaikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio tampilan (tayangan) maupun portofolio dokumentasi. Show case </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat dilakukan dengan cara show case satu kelas, show case antar kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam satu sekolah, show case antar sekolah dalam lingkup wilayah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) Merefleksi pada Pengalaman Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam hal ini guru melakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa telah mempelajari berbagai hal yang berkenaan dengan topik yang dipelajari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai upaya belajar kelas secara kooperatif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Portofolio sebagai Penilaian/Assessment </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Pengertian Portofolio sebagai Penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penilaian dalam bahasa Inggris sering disebut assessment yang berarti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penaksiran. Menurut Sumarmo dan Hasan (2003:1) assesment (penilaian hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 31 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar) sebagai “proses sistematik untuk menentukan pencapaian hasil belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peserta didik”. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Assesment dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang dilakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">secara sistematis, untuk mengungkap kemajuan siswa secara individu untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menentukan pencapaian hasil belajar dalam rangka pencapaian kurikulum. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Model penilaian berbasis portofolio (Portfolio Based AsSessment) adalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajarnya (Budimansyah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2002:107). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio penilaian disini diartikan sebagai kumpulan fakta/bukti dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dokumen yang berupa tugas-tugas yang terorganisir secara sistematis dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seseorang secara individual dalam proses pembelajaran. Selain itu juga diartikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai koleksi sistematis dari siswa dan guru untuk menguji proses dan prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar (Fajar 2004:90). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa portofolio penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempunyai beberapa karakteristik diantaranya merupakan hasil karya siswa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berisi kemajuan dan penyelesaian tugas-tugas secara terus menerus (kontinu) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam usaha pencapaian kompetensi pembelajaran, mengukur setiap prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa secara individual dan menyadari perbedaan diantara siswa, merupakan suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pendekatan kerja sama, mempunyai tujuan untuk menilai diri sendiri, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memperbaiki prestasi, adanya keterkaitan antara penilaian dan pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 32 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Keunggulan dan Kelemahan Portofolio Penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penilaian portofolio dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti apa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dikemukakan oleh Berenson dan Certer dalam Rusoni (2001:2) berikut ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tentang keunggulan portofolio penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) mendokumentasikan kemajuan siswa selama kurun waktu tertentu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) mengetahui bagian-bagian yang perlu diperbaiki </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) membangkitkan kepercayaan diri dan motivasi untuk belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) mendorong tanggung jawab siswa untuk belajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sedangkan menurut Gronlund dalam Rusoni (2001:2), portofolio memiliki </p> <p style="margin-bottom: 0in;">beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) kemajuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) penekanan pada hasil pekerjaan terbaik siswa memberikan pengaruh positif </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) membandingkan pekerjaan sekarang dengan yang lalu memberikan motivasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang lebih besar dari pada membandingkan dengan milik orang lain </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) keterampilan asesmen sendiri dikembangkan mengarah pada seleksi contoh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pekerjaan dan menentukan pilihan terbaik </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) memberikan kesempatan siswa bekerja sesuai dengan perbedaan individu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(misalnya siswa menulis sesuai dengan tingkat level mereka tetapi sama-sama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menuju tujuan umum) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6) dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar siswa bagi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa itu sendiri, orang tua, dan lainnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 33 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Menurut Surapranata dan Hatta (2004:90-96) ada beberapa kelemahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio penilaian diantaranya adalah sebagai berikut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) penilaian portofolio memerlukan waktu yang relatif lama daripada penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">biasa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) penilaian portofolio nampak agak kurang reliabel dan adil dibanding penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang menggunakan angka seperti ulangan harian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) guru memiliki kecenderungan untuk memperhatikan hanya pencapaian akhir </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) guru dan siswa biasanya terjebak dalam suasana hubungan top-down, yaitu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">guru menganggap yang paling tahu dan siswa dianggap sebagai objek yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">harus diberi tahu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) banyak pihak yang bersikap skeptis dan lebih percaya pada penilaian biasa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang berorientasi angka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6) penilaian portofolio merupakan hal yang baru sehingga kebanyakan guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belum memahaminya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">7) kelemahan utama portofolio penilaian adalah tidak tersedianya kriteria </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">8) terkadang masih sulit diterapkan di sekolah karena mereka terbiasa memakai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penilaian biasa yaitu tes/ulangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">9) penyediaan format yang digunakan secara lengkap dan detail dapat juga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjebak. Peserta didik akan terjebak dalam suasana yang kaku dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mematikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">10) portofolio penilaian membutuhkan tempat penyimpanan yang memadai, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">apalagi bila jumlah siswa dan hasil kerjanya cukup banyak. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 34 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Pelaksanaan Portofolio Penilaian/Assessment </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pelaksanaan assesment portofolio mensyaratkan kejujuran siswa dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melaporkan rekaman belajarnya. dan kejujuran guru. dalam menilai kemampuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa sesuai dengan kriteria yang telah disepakati. Guru harus mampu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menunjukkan urgensi laporan yang jujur dari siswa. Adapun bentuk-bentuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">assessment portofolio diantaranya: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) catatan anekdotal, yaitu berupa lembaran khusus yang mencatat segala bentuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kejadian mengenai perilaku siswa, khususnya selama berlangsungnya proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran. Lembaran ini memuat identitas yang diamati, waktu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengamatan, dan lembar rekaman kejadiannya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) ceklis atau daftar cek, yaitu daftar yang telah disusun berdasarkan tujuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perkembangan yang hendak dicapai siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) skala penilaian yang mencatat isyarat kemajuan perkembangan siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) respon siswa terhadap pertanyaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) tes skrining yang berguna untuk mengidentifikasi keterampilan siswa setelah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengajaran dilakukan, misalnya : tes hasil belajar, PR, LKS, laporan kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lapangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rusoni (2001:3) menyebutkan aspek-aspek yang bisa di evaluasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diantaranya pemahaman permasalahan (problem comprehension), pendekatan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">strategi (approaches and strategies), hubungan (relationships), fleksibilitas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(flexibility), komunikasi (communication), dugaan dan hipotesis (curiosty and </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hypotheses), persamaan dan keadilan (equality and equity), penyelesaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 35 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(solutions), hasil pengujian (examining results), pembelajaran (learning), dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">asesmen diri (self-assessment). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Mengevaluasi portofolio bukanlah suatu tugas yang mudah, sebab tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pernah ada satu portofolio ada dua portofolio yang tepat sama. Hal ini disebabkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">individu yang menyiapkan portofolio tersebut akan mengikutsertakan item-item </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang berbeda sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya Salah satu cara untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengevaluasi portofolio adalah dengan penggunaan rublik. Cara ini menggunakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">skala nilai untuk memberi skor pada item yang mengharuskan murid </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjawabnya dalam bentuk tulisan dengan jawaban yang banyak (open ended </p> <p style="margin-bottom: 0in;">item) pada soal yang diberikan. Murid bebas menjawab (free response questions) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">atau terdapat berbagai cara untuk memperoleh jawaban. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio penilaian ini dapat dilakukan selama periode tertentu. Misalnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio bulanan, triwulan, semester, maupun tahunan tergantung dari program </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan kebutuhan guru dan siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">E. Kerangka Berpikir </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pembelajaran IPS sejarah merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelajaran IPS sejarah dalam mengajarkan sejarah kepada para siswanya, yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang sejarah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang amat beragam agar tejadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 36 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">antara siswa dengan siswa dalam mempelajari sejarah tersebut. Dengan demikian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">setiap guru harus bisa memahami dan mengerti keadaan anak didiknya agar dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memilih strategi pembelajaran yang lebih memperdayakan siswa, sehingga tujuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dan prestasi belajar yang diperoleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa akan lebih baik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Menurut kurikulum 2004 standar kompetensi mata pelajaran IPS SMP dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">MTs (Depdiknas, 2004:6) telah menetapkan tujuan pembelajaran IPS, yaitu : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengembangkan pengetahuan kesejarahan; mengembangkan kemampuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berpikir, inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial; membangun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan; meningkatkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kemampuan berkompetisi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">baik dalam skala nasional maupun internasional. Untuk itu diperlukan suatu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">strategi pembelajaran yang lebih mementingkan siswa untuk belajar berpikir </p> <p style="margin-bottom: 0in;">daripada hanya menghafal, secara otomatis akan mambantu siswa untuk belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bernalar. Strategi pembelajaran juga merupakan salah satu faktor yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempengaruhi prestasi belajar yang dicapai siswa dan strategi pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sendiri sangat terkait dengan pemilihan model pembelajaran yang dilakukan guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada para siswanya, sehingga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk siswa sangat diperlukan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Model pembelajaran ekspositori (ceramah), pembelajarannya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menitikberatkan pada peranan guru, penyampaian materi, kemampuan mengingat, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan dinilai tidak atau kurang meningkatkan kemampuan bernalar para siswa, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">maka dengan model pembelajaran berbasis portofolio yang pada teori belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 37 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">konstruktivisme, yang pada prinsipnya lebih menggambarkan bahwa siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lingkungan. Melalui pembelajaran seperti ini pengetahuan dapat diterima dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersimpan lebih baik, karena pengetahuan tersebut masuk otak setelah melalui </p> <p style="margin-bottom: 0in;">proses masuk akal. Hal itu tentunya akan lebih mementingkan peningkatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kemampuan bernalar para siswa, maka prestasi belajar yang diharapkan dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">meningkat juga. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada model pembelajaran berbasis portofolio diadakan juga show-case yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat mengajarkan siswa untuk belajar mandiri dan berani berekspresi di depan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas serta mengemukakan pendapatnya. Hal tersebut dapat membuat siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar berdemokrasi, siswa secara aktif akan menganalisa dan mengeksplorasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">gagasan-gagasan sehingga merangsang siswa untuk berpikir, berspekulasi dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berdiskusi dalam kelas. Melalui refleksi (reflection) pada setiap akhir </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran, siswa dapat mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana </p> <p style="margin-bottom: 0in;">merasakan ide-ide baru dari refleksi. Sehingga guru dapat memperoleh penilaian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang sebenarnya, yaitu : berupa proses pengumpulan berbagai data yang bisa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memberikan gambaran perkembangan belajar siswa, sehingga guru bisa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penilaian yang sebenarnya juga ditekankan dalam kurikulum 2004, yang salah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">satunya merupakan penilaian penalaran siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> BAB III </p> <p style="margin-bottom: 0in;">METODE PENELITIAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Pendekatan Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(classroom action research). Istilah penelitian tindakan kelas dipakai untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menekankan kelas sebagai setting dari penelitian. Dalam konteks penelitian kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lebih ditekankan pada bagaimana keterampilan teknik yang dimiliki guru bisa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menggali informasi untuk kepentingan perbaikan pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Objek Tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Objek penelitian tindakan kelas ini adalah tentang model pembelajaran baru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang akan diterapkan guru untuk meningkatkan prestasi belajar IPS Sejarah yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dikarenakan pada tindakan-tindakan berikut ini yaitu prestasi belajar sejarah yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">rendah, partisipasi aktif siswa rendah, dan variasi mengajar guru yang monoton. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Adapun jenis tindakan yang diteliti adalah partisipasi aktif siswa dalam proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar mengajar, kerja sama dalam mengomunikasikan hasil belajarnya, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keseriusan dalam mengerjakan suatu tugas, dan sikap kooperatif siswa dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengikuti kegiatan belajar mengajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Subjek dan Setting penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Subjek dalam penelitian ini adalah seorang guru dan siswa kelas VIIIA yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berjumlah 41 orang siswa selama proses belajar mengajar IPS Sejarah dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">38 39 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menerapkan model pembelajaran berbasis portofolio. Adapun lokasi yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dijadikan subjek penelitian ini adalah SMP N I Doro yang beralamat di Jalan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Raya Doro Kecamatan Doro Kabupaten Pekalongan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">C. Faktor yang Diselidiki </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Faktor Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dengan melihat kemampuan siswa kelas VIII SMP N I Doro dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penerapan model pembelajaran berbasis portofolio, apakah prestasi belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mereka akan mengalami peningkatan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Faktor Guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Melihat cara guru dalam merencanakan pembelajaran serta bagaimana </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelaksanaan model pembelajaran portofolio di dalam kelas apakah sudah sesuai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan tujuan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">D. Rencana Tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus atau lebih. Tiap </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">telah didesain dalam faktor yang diselidiki. Untuk dapat melihat prestasi belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa dalam pelajaran IPS Sejarah, maka diberikan tes diagnosis yang berfungsi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai evaluasi awal. Observasi awal ini dilakukan untuk dapat mengetahui </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan yang tepat yang diberikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sejarah. 40 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dari evaluasi dan observasi awal maka dalam refleksi akan ditetapkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bahwa tindakan yang dipergunakan untuk meningkatkan prestasi belajar IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sejarah pada siswa kelas VIII adalah dengan menerapkan model pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berbasis portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan pada refleksi awal, maka PTK ini dilaksanakan dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prosedur pokok yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), </p> <p style="margin-bottom: 0in;">observasi (observing), dan refleksi (reflecting) dalam tiap siklus. Berikut ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">rincian rencana tindakan yang akan dilakukan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 1. Rincian Rencana Tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Perencanaan: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Identifikasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penetapan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">alternatif </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemecahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Merencanakan pembelajaran yang akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diterapkan dalam proses belajar mengajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yakni dengan membuat Rencana Pelaksanaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pembelajaran (RPP). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. menentukan pokok bahasan yang akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dijadikan materi bahasan pada penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. mengembangkan skenario pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4. menyiapkan sumber belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5. mengembangkan format evaluasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6. mengembangkan format observasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tindakan Menerapkan tindakan mengacu pada skenario dan 41 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">RPP yang telah dibuat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Observasi Observasi dilakukan bersamaan dengan tindakan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan menggunakan instrumen yang telah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersedia. Fokus pengamatan adalah kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa dalam mengerjakan sesuatu yang sesuai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan skenario pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Refleksi Hasil pengamatan dianalisis untuk memperoleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">gambaran bagaimana dampak dari tindakan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilakukan, hal apa saja yang perlu diperbaiki dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">apa saja yang harus menjadi perhatian pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan berikutnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Perencanaan 1. Mempelajari hasil refleksi tindakan pertama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan menggunakannya sebagai masukan pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan siklus ke dua </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. mengembangkan program tindakan II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tindakan Pelaksanaan program tindakan II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Observasi Pengamatan dan pengumpulan data tindakan II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Refleksi Evaluasi tindakan II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus-siklus berikutnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kesimpulan, saran, rekomendasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sumber : Arikunto, dkk. 2006:91-92 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 42 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">E. Data dan Cara Pengambilannya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Sumber data </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sumber data penelitian ini berupa perkataan, aktivitas pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio, dokumen, situasi dan peristiwa yang dapat diamati berkaitan dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kinerja siswa dan guru saat penerapan model pembelajaran portofolio pada mata </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelajaran IPS Sejarah di kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Jenis data </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dari hasil belajar, rencana belajar dan data hasil observasi terhadap pelaksanaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran portofolio dan jurnal. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Cara pengambilan data </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Observasi partisipan (Participant Observation)</p> <p style="margin-bottom: 0in;">10</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Data hasil belajar diambil dengan memberikan nilai portofolio yang telah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dibuat oleh siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Data tentang situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakannya tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diambil saat peneliti mengajar di kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Data tentang refleksi diri serta perubahan-perubahan yang terjadi di kelas, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diambil dari jurnal harian yang dibuat oleh guru. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e. Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan didapat dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">10</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Jenis teknik observasi partisipan umumnya digunakan untuk penelitian yang bersifat eksploratif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Suatu observasi dikatakan sebagai observasi partisipan jika orang yang mengadakan observasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(observer) turut ambil bagian (Rahayu dan Ardani 2004:11). 43 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">F. Indikator Kinerja </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sebagai indikator keberhasilan kinerja penelitian peningkatan prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar IPS Sejarah dengan penggunaan model pembelajaran berbasis portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pada siswa kelas VIIIA SMP N I Doro adalah adanya peningkatan nilai rata-rata </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IPS Sejarah dari nilai sebelum digunakannya model pembelajaran portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan persentase 100% dan ketuntasan kelas dalam belajar atau nilai rata-rata </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas di atas 6,5. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> BAB IV </p> <p style="margin-bottom: 0in;">HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Hasil Penelitian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Pelaksanaan Siklus I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Perencanaan (Planning)</p> <p style="margin-bottom: 0in;">11</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Sebelum menyusun rencana pembelajaran, peneliti melakukan identifikasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah dan merencanakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siklus I. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Setelah peneliti mengetahui masalah dan langkah-langkah yang akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">digunakan pada tindakan di siklus I. Peneliti kemudian membuat Rencana </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan materi bahasan pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Mengembangkan skenario pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) Menyiapkan sumber belajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6) Mengembangkan format evaluasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">7) Mengembangkan format observasi pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Tindakan (Acting)</p> <p style="margin-bottom: 0in;">12</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan dalam empat kali </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertemuan yaitu sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">11</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bagaimana tindakan tersebut dilakukan (Arikunto, dkk 2006:17). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">12</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Tahap kedua adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yaitu mengenakan tindakan kelas. Dalam tahap ini peneliti harus ingat dan berusaha menaati apa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang dirumuskan dalam rancangan (Arikunto, dkk 2006:18). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">44 45 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Senin, 30 April 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam II dan III (07.55 – 09.00 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Peneliti memperkenalkan diri dan menjadi guru sementara di kelas ini. Guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan siswa, mengecek absensi siswa serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengondisikan kelas agar pembelajaran dapat berlangsung secara kondusif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Melakukan apersepsi dengan tanya jawab tentang materi yang akan diajarkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan pengenalan model pembelajaran portofolio. Setelah siswa siap, guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memulai menjelaskan materi yang didahului dengan memberikan tanya jawab </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tentang materi sekitar peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945 untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang peristiwa proklamasi yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">telah didapat pada pembahasan sebelumnya. Guru antara lain memberikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan dimana proklamasi dibacakan, apa peristiwa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">melatarbelakangi terjadinya proklamasi, serta siapa saja yang terlibat dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">proses perumusan naskah proklamasi. Dari hasil tanya jawab ternyata dari 41 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa, yang berani menjawab pertanyaan hanya ada 6 siswa saja, ada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sekelompok kecil terlihat bermain sendiri tanpa menghiraukan proses </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran yang sedang berlangsung. Ada yang diam memperhatikan, tetapi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ada pula yang diam dengan pandangan kosong. Peneliti kembali mengulang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan sambil mengondisikan suasana agar siswa dapat berkonsentrasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk menerima pelajaran. Dari jawaban-jawaban yang didapat, peneliti 46 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memperoleh gambaran awal tentang pemahaman siswa terhadap materi ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai modal awal untuk melangkah kepada materi yang diajarkan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Selanjutnya guru menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru memandu siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang hal-hal apa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">saja yang bisa dijadikan permasalahan untuk tugas portofolio kelas yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berhubungan dengan materi ini. Berikut ini beberapa permasalahan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diambil dengan cara pengambilan suara terbanyak </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 2. Pengambilan Suara untuk Menentukan Permasalahan Kelas pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus I </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Permasalahan Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Kondisi politik, sosial, ekonomi, masyarakat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Indonesia masa proklamasi sampai sekarang. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">6 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. latar belakang terjadinya proklamasi 17 Agustus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1945 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">9 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. proklamasi dan konstitusi Indonesia dari dulu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sampai sekarang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4. Dampak globalisasi terhadap nasionalisme bangsa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Indonesia menjelang peringatan proklamasi 17 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Agustus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">21 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Guru menutup pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Selasa, 1 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam V dan VI (10.10 – 11.30 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA 47 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan siswa, mengecek absensi siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">serta mengondisikan kelas agar pembelajaran dapat berlangsung secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kondusif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Setelah pada pertemuan yang lalu telah disetujui bersama tentang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">permasalahan yang akan dibahas pada portofolio kelas, sekarang siswa dibagi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjadi 4 kelompok, masing-masing diberi sumber bacaan sebagai wacana / </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sumber dalam menjawab atau mencari solusi sementara terhadap isu / masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang telah disampaikan siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru bersama siswa berdiskusi untuk mencari solusi sementara tentang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah yang telah dikemukakan siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru membimbing siswa untuk menentukan sumber-sumber informasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berkenaan dengan masalah yang dikaji kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Siswa dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing diberikan tugas sebagai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok I Î Penjelasan Masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok II Î kebijakan-kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok III Î usulan kebijakan untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok IV Î Rencana tindakan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Guru bersama siswa berdiskusi tentang tugas-tugas yang harus dilakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa di luar kelas antara lain mengumpulkan data melalui wawancara dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pencarian data dari buku, artikel, koran, majalah dan sebagainya. Cara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menyusun laporan dokumentasi / makalah, dan pembuatan portofolio 48 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tayangan. Berikut ini merupakan panduan dalam menjalankan model </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran berbasis portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(1) Kelompok portofolio I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tugas kelompok ini adalah menjelaskan masalah. Kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio I ini menyiapkan dua sesi yaitu portofolio tayangan dan portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dokumentasi. Hasil pekerjaan kelompok I untuk seksi penayangan dibuat pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">panel pertama yang harus memuat hal-hal sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(a) Rangkuman masalah secara tertulis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tinjau ulang masalah yang akan dikumpulkan oleh tim peneliti. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rangkumlah apa yang telah dipelajari dalam menjawab pertanyaan-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan sebagai berikut : (1) Bagaimana seriusnya masalah yang ada di </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masyarakat?, (2) Seberapa luas masalah tersebut tersebar pada bangsa dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">negara kita?, (3) Mengapa masalah ini harus ditangani oleh pemerintah?, (4) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Haruskah seseorang juga bertanggung jawab untuk memecahkan masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut? Mengapa?, (5) Siapakah individu, kelompok, atau organisasi utama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang berpihak pada masalah ini ?, (6) Pada tingkat atau lembaga apa, jika ada, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang bertanggung jawab mengatasi masalah ? apa yang sedang mereka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kerjakan untuk menangani masalah tersebut? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(b) Menyajikan masalah secara grafis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penyajian secara grafis ini dapat dengan peta, gambar, foto, grafik, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">karikatur, kartun politik, judul surat kabar, tabel statistik dan ilustrasi-ilustrasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lainnya yang dipandang dapat menjelaskan masalah. Ilustrasi tersebut dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">saja berasal dari sumber cetakan atau dapat juga dibuat oleh tim sendiri. 49 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(c) Identifikasi Sumber Informasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Panel pertama yang merupakan hasil pekerjaan kelompok portofolio I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">juga harus memuat identifikasi sumber-sumber informasi. Tulislah sumber </p> <p style="margin-bottom: 0in;">informasi tersebut (orang, lembaga, atau bahan cetak). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hasil pekerjaan kelompok I untuk seksi dokumentasi diletakkan pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bab I pada portofolio kelas seksi dokumentasi. Bahan-bahan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">didokumentasikan kelompok ini adalah bahan-bahan yang digunakan untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjelaskan masalah. Misalnya kelompok portofolio I dapat memasukkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pilihan seperti kliping surat kabar dan majalah, laporan tertulis hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">wawancara dengan anggota masyarakat, laporan tertulis ulasan radio dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">televisi tentang masalah yang dikaji, catatan dari komunikasi dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok-kelompok dalam masyarakat, atau juga petikan dari sejumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">publikasi pemerintah dan sebagainya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(2) Kelompok Portofolio II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tugas kelompok ini adalah mengkaji kebijakan-kebijakan alternatif </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk mengatasi masalah. Kelompok ini mempersiapkan dua seksi, yaitu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk seksi penayangan dan untuk seksi dokumentasi dari portofolio kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hasil pekerjaan kelompok portofolio dua untuk seksi penayangan dibuat pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">panel kedua, yang harus memuat hal-hal sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(a) Rangkuman tertulis tentang kebijakan alternatif </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tinjau kembali kebijakan tim peneliti. Tuliskanlah sejumlah kebijakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">alternatif yang berhasil dihimpun, hasil dari berbagai sumber informasi yang 50 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dikumpulkan. Kajilah setiap kebijakan alternatif tersebut dengan menjawab </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dua pertanyaan berikut: (1) kebijakan apakah yang diusulkan?, (2) Apa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keuntungan dan kerugian dari kebijakan tersebut? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(b) Menyajikan kebijakan alternatif secara grafis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penyajian secara grafis ini dapat dengan peta, gambar, foto, grafik, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">karikatur, kartun politik, judul surat kabar, tabel statistik, dan ilustrasi lainnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang berkenaan dengan berbagai kebijakan alternatif untuk mengatasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah. Ilustrasi tersebut dapat berasal dari sumber cetakan, atau dapat juga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dibuat oleh tim sendiri. Setiap ilustrasi yang diambil dari bahan cetakan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hendaknya mencantumkan sumber resmi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(c) Identifikasi Sumber Informasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Panel kedua yang merupakan hasil pekerjaan kelompok portofolio dua </p> <p style="margin-bottom: 0in;">juga harus memuat identifikasi sumber-sumber informasi. Tulislah sumber-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">sumber informasi tersebut (orang, lembaga, bahan cetak). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hasil pekerjaan kelompok portofolio II untuk seksi dokumentasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diletakkan pada bab II pada portofolio kelas seksi dokumentasi. Bahan-bahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang didokumentasikan kelompok ini adalah bahan-bahan yang digunakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk mengkaji kebijakan-kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Misalnya kelompok portofolio II dapat memasukkan pilihan seperti halnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok portofolio I </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(3) Kelompok Portofolio III </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tugas kelompok ini adalah mengusulkan kebijakan publik untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengatasi masalah. Kebijakan yang diusulkan harus disetujui oleh mayoritas 51 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">anggota kelas. Kebijakan yang diusulkan juga hendaknya tidak bertentangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan negara. Kebijakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">publik yang dipilih dapat mendukung salah satu kebijakan alternatif yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diidentifikasi kelompok portofolio II, memodifikasi salah satu kebijakan, atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">membuat kebijakan kalian sendiri. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok ini mempersiapkan dua seksi, yaitu untuk seksi penayangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan untuk seksi dokumentasi dari portofolio kelas. Hasil pekerjaan kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio III untuk seksi penayangan dibuat pada panel ketiga, yang harus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memuat hal-hal sebagai berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(a) Penjelasan dan jastifikasi tertulis untuk kebijakan yang diusulkan kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok ini hendaknya menjelaskan kebijakan yang dipilih dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">alasan mendukungnya. Deskripsikan dalam tulisan seperti berikut: (1) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kebijakan yang diyakini oleh kelas akan dapat mengatasi masalah, (2) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keuntungan dan kerugian dari kebijakan tersebut, (3) menurut pandangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas kalian, mengapa kebijakan tersebut tidak melanggar konstitusi dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">peraturan perundang-undangan negara?, (4) Tingkat atau lembaga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemerintahan mana yang harus bertanggung jawab untuk menjalankan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kebijakan yang kalian usulkan itu? Mengapa? </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(b) Menyajikan kebijakan publik secara grafis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Penyajian secara grafis ini dapat dengan peta, gambar, foto, grafik, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">karikatur, kartun politik, judul surat kabar, tabel statistik, dan ilustrasi lainnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang berkenaan dengan berbagai kebijakan alternatif untuk mengatasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah. Ilustrasi tersebut dapat berasal dari sumber cetakan, atau dapat juga 52 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dibuat oleh tim sendiri. Setiap ilustrasi yang diambil dari bahan cetakan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hendaknya mencantumkan sumber resmi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(c) Identifikasi Sumber Informasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Panel ketiga yang merupakan hasil pekerjaan kelompok portofolio III </p> <p style="margin-bottom: 0in;">juga harus memuat identifikasi sumber-sumber informasi. Tulislah sumber-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">sumber informasi tersebut (orang, lembaga, bahan cetak). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hasil pekerjaan kelompok portofolio III untuk seksi dokumentasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diletakkan pada bab III pada portofolio kelas seksi dokumentasi. Bahan-bahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang didokumentasikan kelompok ini adalah bahan-bahan yang digunakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk menyusun kebijakan publik yang diusulkan kelas untuk mengatasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah. Misalnya kelompok portofolio III dapat memasukkan pilihan seperti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">halnya kelompok portofolio lainnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(4) Kelompok Portofolio IV </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tugas kelompok IV adalah membuat rencana tindakan. Rencana </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tindakan ini hendaknya mencakup langkah-langkah yang dapat diambil agar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kebijakan yang diusulkan diterima dan dilaksanakan oleh pemerintah. Seluruh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas hendaknya terlibat dalam membuat rencana tindakan ini, tetapi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelompok IV akan menjelaskan rencana tindakan dalam panel keempat seksi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keempat seksi penayangan dan bab keempat seksi dokumentasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hasil pekerjaan kelompok portofolio empat untuk seksi penayangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang ditayangkan pada panel keempat, harus memuat hal-hal sebagai berikut : 53 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(a) Penjelasan tertulis bagaimana kelas dapat menumbuhkan dukungan pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">individu dan kelompok pada masyarakat terhadap rencana tindakan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diusulkan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pastikan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : (1) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mendeskripsikan individu dan kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang mungkin hendak mendukung rencana tindakan kelas. Gambarkan secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ringkas bagaimana kelas dapat memperoleh dukungan mereka, (2) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengidentifikasi kelompok di masyarakat yang menentang rencana tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas. Jelaskan bagaimana kalian dapat meyakinkan mereka untuk mendukung </p> <p style="margin-bottom: 0in;">rencana tindakan kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(b) Menyajikan rencana tindakan secara grafis </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Penyajian secara grafis ini dapat dengan peta, gambar, foto, grafik, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">karikatur, kartun politik, judul surat kabar, tabel statistik, dan ilustrasi lainnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang berkenaan dengan berbagai kebijakan alternatif untuk mengatasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah. Ilustrasi tersebut dapat berasal dari sumber cetakan, atau dapat juga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dibuat oleh tim sendiri. Setiap ilustrasi yang diambil dari bahan cetakan, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hendaknya mencantumkan sumber resmi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(c) Identifikasi Sumber Informasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Panel keempat yang merupakan hasil pekerjaan kelompok portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IV juga harus memuat identifikasi sumber-sumber informasi. Tulislah sumber-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">sumber informasi tersebut (orang, lembaga, bahan cetak). </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> 54 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hasil pekerjaan kelompok portofolio IV untuk seksi dokumentasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diletakkan pada bab IV pada portofolio kelas seksi dokumentasi. Bahan-bahan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang didokumentasikan kelompok ini adalah bahan-bahan yang digunakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">untuk menyusun rencana tindakan yang diusulkan kelas. Misalnya kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio IV dapat memasukkan pilihan seperti halnya kelompok portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">lainnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">g) Guru menutup pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan ketiga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Senin, 7 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam II dan III (07.55 – 09.15 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan siswa, mengecek absensi siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">serta mengondisikan kelas agar pembelajaran dapat berlangsung secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kondusif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Guru menanyakan tugas pertemuan yang lalu. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru membimbing siswa untuk mengkaji, memilah, dan merumuskan temuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">/ hasil pencarian informasi/ data. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru membimbing siswa untuk menyusun / membuat portofolio tayangan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dokumentasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Guru menjelaskan aturan main dalam penyajian portofolio kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Guru dan siswa berdiskusi merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">show-case. 55 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">g) Guru menutup pelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan keempat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Selasa, 8 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam V dan VI (10.10 – 11.30 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Guru menanyakan kesiapan siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Guru dibantu oleh siswa mempersiapkan ruang untuk presentasi portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru memberikan penjelasan kepada juri tentang tugas-tugasnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru bertindak sebagai moderator, mempersilahkan dewan juri (guru lain atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">undangan) untuk mengamati portofolio kelas, baik tayangan maupun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dokumentasinya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Guru memimpin acara ini diawali dengan mempersilahkan kelompok I untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menyajikan secara lisan portofolionya kurang lebih selama lima menit dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilanjutkan dengan tanya jawab dengan juri kurang lebih selama sepuluh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menit. Demikian selanjutnya sampai dengan kelompok IV. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil karyanya, guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memberikan ulasan tentang show-case tadi, dan apa saja kekurangan serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelebihannya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">g) Guru bersama siswa menyimpulkan inti tema portofolio. Sebagai refleksi diri </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa, bagaimanakah langkah yang harus mereka perbuat kedepan untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menumbuhkan semangat nasionalisme walaupun dalam era globalisasi. 56 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Pengamatan (Observing)</p> <p style="margin-bottom: 0in;">13</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Dalam hal </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini peneliti disamping berperan sebagai guru juga berperan sebagai pengamat. Hal </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini disebut dengan participant observation. Selain itu peneliti juga dibantu oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">guru sejarah yang sebenarnya mengajar pada kelas tersebut untuk melakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengamatan terhadap cara mengajar peneliti dan reaksi siswa yang mengikuti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pelajaran. Pada pengamatan siklus I ini dijumpai beberapa kekurangan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diantaranya sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) mengelola ruang, waktu, dan fasilitas belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(1) Sumber belajar, dalam hal ini artikel yang dibagikan pada siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kurang, sehingga mengganggu proses belajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(2) Pengaturan waktu kurang efisien. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(3) Kemampuan pemberian bimbingan secara keseluruhan belum </p> <p style="margin-bottom: 0in;">seimbang. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Menggunakan strategi pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(1) Penguasaan materi pelajaran baik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(2) Penyampaian materi pelajaran cukup. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(3) Penggunaan metode pembelajaran cukup </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(4) Keterampilan dalam mengadakan variasi mengajar cukup. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(5) Pemberian bimbingan masih kurang menyeluruh terhadap siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">13</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Kegiatan pengamatan dan pelaksanaan tindakan dilakukan dalam waktu yang bersamaan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sambil melaksanakan tindakan, peneliti mengamati dan mencatat sedikit demi sedikit apa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya (Arikunto, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dkk 2006:19). 57 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(6) Kemampuan mengoordinasi kelas cukup. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(7) Guru sudah baik dalam memotivasi siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(8) Guru dalam mengaktifkan siswa cukup. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(9) Guru dalam merespons pertanyaan siswa cukup. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(10) Dalam membagi kelas dalam beberapa kelompok guru kurang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">efektif, karena pembagian kelompok dengan jumlah anggota yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">banyak akan menimbulkan kegaduhan dan siswa tidak bisa terpusat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pada tugasnya masing-masing. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(11) Dalam memberikan kesimpulan sudah baik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Pengamatan terhadap siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Kesiapan siswa untuk menerima pelajaran masih kurang. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Suasana pembelajaran kurang kondusif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Keantusiasan siswa dalam mengikuti pelajaran belum tercermin. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat belum terlihat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Kemampuan siswa dalam bertanya masih kurang. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Masih banyak siswa yang terlihat tegang sehingga siswa takut menjawab </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pertanyaan yang diberikan oleh guru. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Refleksi (Reflecting)</p> <p style="margin-bottom: 0in;">14</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pada pelaksanaan siklus I masih banyak kekurangan yang terjadi, maka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">langkah selanjutnya peneliti mengadakan refleksi diantaranya sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">14</p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika peneliti selesai melakukan tindakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">(Arikunto, dkk 2006:19). 58 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Mengatur waktu sebelum mulai pelajaran, mempersiapkan pokok bahasan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang diajarkan agar waktu dapat digunakan secara efektif dan efisien. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Membuat suasana yang lebih enak agar siswa berani mengemukakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pendapat, berani bertanya, serta dapat berpikir kritis. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Sebelum membuat empat kelompok besar dalam tugas pembuatan portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas, sebaiknya guru membuat beberapa kelompok kecil dulu agar mereka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dapat menjalankan tugas secara efektif dan efisien, dan tidak terjadi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kegaduhan di dalam kelas. Sesudah tugas itu dibagi dalam kelompok kecil, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">selanjutnya kelompok-kelompok tersebut bergabung menjadi empat kelompok </p> <p style="margin-bottom: 0in;">besar untuk mengerjakan portofolio tayangan dan dokumentasi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Guru memberikan bimbingan secara individual bagi siswa yang belum </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memahami tugasnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) Sedikit mengubah variasi belajar dengan lebih banyak melibatkan siswa agar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mereka lebih terfokus pada penjelasan materi. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Pelaksanaan Siklus II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Perencanaan (Planning) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Perencanaan pada siklus II dilakukan dengan mengidentifikasi masalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">serta menyiapkan kegiatan yang akan dilaksanakan pada siklus II berdasarkan dari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hasil refleksi pada siklus I. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan rumusan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) Menyiapkan alat pembelajaran bagi siswa yaitu artikel tentang materi dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">jumlah yang sesuai dengan kebutuhan kelas. 59 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Mengatur alokasi waktu agar sesuai dengan target yang telah ditentukan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan materi bahasan pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">5) Mengembangkan skenario pembelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Tindakan (Acting) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kegiatan pada siklus II dilaksanakan sama seperti pada siklus sebelumnya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yaitu dalam 4 kali pertemuan. Perbedaannya terletak pada permasalahan yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">akan dibahas dalam portofolio kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : 14 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam II dan III (07.55 – 09.15 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Pada awal kegiatan guru selalu menanyakan kesiapan siswa serta serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemahaman tentang materi yang telah diberikan sebelumnya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Dengan pembelajaran yang sama guru melanjutkan menerangkan materi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tentang peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses terbentuknya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Negara Kesatuan Republik Indonesia. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Selesai menerangkan dan siswa sudah terlihat paham, guru mempersilahkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa untuk mengemukakan pendapat tentang persoalan-persoalan yang akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dibahas dalam portofolio kelas. Dalam kesempatan kali ini terdapat tiga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">persoalan yang dikemukakan oleh siswa. Karena keputusan tidak dapat 60 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diambil dengan jalan musyawarah maka untuk selanjutnya dilakukan dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pemungutan suara. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 3. Pengambilan Suara untuk Menentukan Permasalahan Kelas pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus II </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Permasalahan Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Apa yang melatarbelakangi perbedaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pendapat antara golongan tua dan golongan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">muda serta sikap kita dalam menyikapi adanya </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perbedaan pendapat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">11 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Peran media massa atau pers dalam penyebaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berita pada era proklamasi sampai sekarang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">21 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Dukungan rakyat terhadap pemerintah ada saat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">proklamasi dan saat sekarang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">9 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) siswa dibagi ke dalam delapan kelompok kecil yang mempunyai melakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">wawancara dan mencari data. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Guru menutup pelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2) pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan yang kedua </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Selasa, 15 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam V dan VI (10.10 – 11.30 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan siswa, mengecek absensi siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">serta mengondisikan kelas agar pembelajaran dapat berlangsung secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kondusif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Setelah pada pertemuan yang lalu telah disetujui bersama tentang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">permasalahan yang akan dibahas pada portofolio kelas, sekarang masing-61 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masing diberi sumber bacaan sebagai wacana / sumber dalam menjawab atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mencari solusi sementara terhadap isu/ masalah yang telah disampaikan siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru bersama siswa berdiskusi untuk mencari solusi sementara tentang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">masalah yang telah dikemukakan siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru membimbing siswa untuk menentukan sumber-sumber informasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berkenaan dengan masalah yang dikaji kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Setelah sebelumnya siswa dibagi menjadi 8 kelompok, pada format portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini siswa dibagi menjadi 4 kelompok. Jadi 8 kelompok tadi masing-masing </p> <p style="margin-bottom: 0in;">bergabung menjadi 4 kelompok. Masing-masing diberikan tugas sebagai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berikut : </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok I Î Penjelasan Masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok II Î kebijakan-kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok III Î usulan kebijakan untuk mengatasi masalah. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kelompok IV Î Rencana tindakan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Guru bersama siswa berdiskusi tentang tugas-tugas yang harus dilakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa di luar kelas antara lain mengumpulkan data melalui wawancara dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pencarian data dari buku, artikel, koran, majalah dan sebagainya. Cara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menyusun laporan dokumentasi / makalah, dan pembuatan portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tayangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">g) Guru menutup pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan yang ketiga </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Senin, 28 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam II dan III (07.55 – 09.15 WIB) 62 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Guru terlebih dahulu meneliti tingkat kesiapan siswa, mengecek absensi siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">serta mengondisikan kelas agar pembelajaran dapat berlangsung secara </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kondusif. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Guru menanyakan tugas pertemuan yang lalu. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru membimbing siswa untuk mengkaji, memilah, dan merumuskan temuan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">/ hasil pencarian informasi/ data. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru membimbing siswa untuk menyusun / membuat portofolio tayangan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dokumentasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Guru menjelaskan aturan main dalam penyajian portofolio kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Guru dan siswa berdiskusi merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">show-case. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">g) Guru menutup pelajaran. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">4) Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan yang keempat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hari / Tanggal : Selasa, 29 Mei 2007 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Waktu : Jam V dan VI (10.10 – 11.30 WIB) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tempat : Ruang Kelas VIIIA </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a) Guru menanyakan kesiapan siswa. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b) Guru dibantu oleh siswa mempersiapkan ruang untuk presentasi portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelas. 63 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c) Guru bertindak sebagai moderator, mempersilahkan dewan juri (guru lain atau </p> <p style="margin-bottom: 0in;">undangan) untuk mengamati portofolio kelas, baik tayangan maupun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dokumentasinya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d) Guru memimpin acara ini diawali dengan mempersilahkan kelompok I untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menyajikan secara lisan portofolionya kurang lebih selama lima menit dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dilanjutkan dengan tanya jawab dengan juri kurang lebih selama sepuluh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menit. Demikian selanjutnya sampai dengan kelompok IV. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">e) Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil karyanya, guru </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memberikan ulasan tentang show-case tadi, dan apa saja kekurangan serta </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kelebihannya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">f) Guru bersama siswa menyimpulkan inti tema portofolio. Dan bersama-sama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa melakukan refleksi diri. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">g) Guru menutup pelajaran dan menyampaikan terima kasih atas partisipasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">c. Pengamatan (Observation) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berkat perubahan-perubahan yang telah dilakukan ternyata mendapat hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">yang sangat memuaskan. Pada siklus II ini siswa terlihat semakin aktif dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mengikuti pelajaran serta dalam membuat tugas portofolionya. Suasana </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pembelajaran semakin kondusif dan rasa tanggung jawab siswa terhadap tugas-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">tugasnya semakin meningkat. Kesan umum pengamatan terhadap pembelajaran 64 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pada siklus II ini sudah baik, sehingga penelitian dapat dihentikan sampai pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siklus II. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">d. Refleksi (Reflection) </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Setelah melihat hasil penilaian dari dewan juri portofolio yang cukup baik </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan pengamatan terhadap kegiatan siswa secara keseluruhan, peneliti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menyimpulkan bahwa penelitian dihentikan sampai pada siklus II, karena hasil </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar sudah memenuhi target penelitian yaitu mengalami peningkatan. Peneliti </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berharap dan akan berupaya untuk terus meningkatkan serta menggunakan cara-</p> <p style="margin-bottom: 0in;">cara yang sudah peneliti tempuh untuk materi lainnya, tentunya disesuaikan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan materi yang akan diajarkan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Pembahasan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Setelah diadakan penelitian yang terdiri dari dua siklus dan ditempuh dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">8 kali pertemuan dengan alokasi waktu 16 jam pelajaran diperoleh hasil sebagai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">a. Partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 4. Partisipasi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siklus I Siklus II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Partisipasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Persentase Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Persentase </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Acuh </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">17 41,46% 7 17,07% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sedang </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">15 36,59% 19 46,34% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Aktif </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">9 21,95% 15 36,59% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jumlah 41 100% 41 100% 65 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">b. Partisipasi siswa dalam menyerap materi pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tabel 5. Partisipasi Siswa dalam Menyerap Materi Pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pra Siklus Siklus I Siklus II </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Partisipasi Siswa Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Persent</p> <p style="margin-bottom: 0in;">ase </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Persent</p> <p style="margin-bottom: 0in;">ase </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jumlah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Persent</p> <p style="margin-bottom: 0in;">ase </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Nilai ≤ 64 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">16 39% 8 19,5% 0 0% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Nilai ≥ 65 </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">25 61% 33 80,5% 41 100% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tuntas Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">25 61% 33 80,5% 41 100% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tidak Tuntas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">16 39% 8 19,5% 0 0% </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Nilai Rata-Rata </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">66 69 85,5 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Daya Serap </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">66% 69% 85,5% </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Dalam penelitian ini, penerapan model pembelajaran berbasis portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sejarah Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui gambaran pertumbuhan prestasi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">belajar siswa selama proses pembelajaran. Hasil tersebut menujukkan bahwa pada </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siklus I, rata-rata persentase daya serap siswa terhadap materi pelajaran termasuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam kategori cukup baik yaitu sebesar 69%. Walaupun termasuk dalam kategori </p> <p style="margin-bottom: 0in;">cukup baik, akan tetapi peningkatan tersebut masih sangat kecil. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> Peningkatan prestasi belajar siswa pada siklus I yang relatif kecil ini </p> <p style="margin-bottom: 0in;">disebabkan karena pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">merupakan hal baru bagi siswa, yang sebelumnya pembelajaran didominasi oleh </p> <p style="margin-bottom: 0in;">metode ceramah. Dalam pembelajaran dengan metode ceramah tersebut, siswa 66 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tidak dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajarannya, dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">aktifitas siswa cenderung hanya mendengarkan dan mencatat. Kurangnya aktivitas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa dalam proses pembelajaran akan berdampak pada hasil belajarnya, baik </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Hal ini sesuai dengan pendapat Biggs dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Telfer (1994:228) salah satu hal yang berpengaruh pada kegiatan belajar adalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pengalaman. Karena siswa belum pernah mempunyai pengalaman melakukan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kegiatan yang ada dalam model pembelajaran berbasis portofolio, maka mereka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">merasa kesulitan dalam melakukan kegiatan tersebut. Selain itu, menurut Dewey </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam Sardiman (2005:97), bahwa aktifitas sangat diperlukan dalam belajar. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar pada siklus I belum memenuhi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">indikator ketuntasan belajar klasikal. Berdasarkan hal tersebut, maka diadakan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II, antara lain </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dengan menambah variasi kegiatan dalam mengatasi suatu masalah yang telah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diambil kelas dan membagi kelas menjadi kelompok kecil terlebih dahulu </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebelum mereka dibagi menjadi empat kelompok besar dalam satu kelas agar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa lebih mempunyai tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya dan tidak </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menggantungkan diri kepada anggota kelompok yang lain. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rata-rata persentase daya serap siswa terhadap materi pelajaran pada siklus </p> <p style="margin-bottom: 0in;">II mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan siklus I, yaitu sebesar 85,5 % </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan termasuk dalam kriteria sangat baik. Hal ini menunjukkan telah terjadi </p> <p style="margin-bottom: 0in;">perubahan pada siswa ke arah yang lebih baik, karena siswa telah mengalami 67 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">suatu proses belajar sehingga prestasi belajar mereka menjadi meningkat. Menurut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Winkel (1991:162) “prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai”. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Adanya peningkatan persentase daya serap siswa terhadap materi pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran berbasis portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dalam pembelajaran IPS Sejarah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal </p> <p style="margin-bottom: 0in;">ini menunjukkan bahwa melalui model pembelajaran berbasis portofolio, siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">akan mengalami proses belajar yang efisien dalam arti siswa tidak akan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">memperoleh ilmu pengetahuan yang statis dan otoriter, melainkan siswa </p> <p style="margin-bottom: 0in;">diharapkan akan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan berbagai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">keterampilan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, sesuai dengan apa yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dikatakan Budimansyah (2002:1) Sebagai suatu proses sosial pedagogis, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">siswa baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun </p> <p style="margin-bottom: 0in;">nilai dan sikap (afektif). </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Adanya peningkatan persentase daya serap siswa terhadap materi pelajaran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">tersebut menunjukkan bahwa indikator kinerja atau indikator keberhasilan dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penelitian ini telah tercapai. BAB V </p> <p style="margin-bottom: 0in;">PENUTUP </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">A. Simpulan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 1 Doro </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kabupaten Pekalongan pada siswa kelas VIIIA tahun pelajaran 2006/2007 dengan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">penerapan model pembelajaran berbasis portofolio dapat diketahui penigkatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">prestasi belajar yang diperoleh siswa pada siklus I yaitu nilai rata-rata kelas 69 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjadi bertambah pada siklus II, nilai rata-rata kelas mencapai 85,5. Dari uraian </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pada baba sebelumnya, dapat diambil simpulan sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Prestasi belajar IPS Sejarah pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 1 Doro </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kabupaten Pekalongan sebelum diterapkan model pembelajaran portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempunyai nilai rata-rata kelas 66. Pada saat model pembelajaran dirubah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dari model ceramah menjadi portofolio, prestasi belajar siswa meningkat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menjadi 69 pada siklus I dan 85,5 pada siklus II. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Penerapan model pembelajaran berbasis portofolio dalam penelitian ini terdiri </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dari dua siklus. Dalam hal ini kelas dibagi menjadi empat kelompok yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mempunyai tugas masing-masing untuk membahas persoalan yang telah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">disepakati oleh kelas. Hasil pekerjaan mereka berupa portofolio tayangan dan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">portofolio dokumen yang nantinya akan mereka presentasikan di depan juri </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan peserta show case. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Model pembelajaran berbasis portofolio bisa menjadi variasi model belajar, </p> <p style="margin-bottom: 0in;">hal tersebut membuat siswa tidak bosan dan jenuh sehingga minat belajar </p> <p style="margin-bottom: 0in;">68 69 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">mereka meningkat. Hal tersebut berpengaruh terhadap prestasi belajar yang </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dicapai siswa. Selain itu model pembelajaran berbasis portofolio juga dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menunjang kemampuan siswa dalam menyampaikan materi di depan kelas </p> <p style="margin-bottom: 0in;">dan belajar mandiri di rumah dapat ditingkatkan, siswa juga menjadi lebih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">berani mengemukakan pendapat dan dapat menerapkan ilmu sejarah dalam </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kehidupan bermasyarakat. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">B. Saran </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Setelah melaksanakan penelitian, saran yang dapat penulis ajukan adalah </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai berikut. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">1. Variasi model pembelajaran diperlukan oleh guru untuk menghindari </p> <p style="margin-bottom: 0in;">kejenuhan siswa. Salah satunya mencoba model pembelajaran yang masih </p> <p style="margin-bottom: 0in;">relatif baru di Indonesia yaitu portofolio. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">2. Perlu diadakannya sosialisasi model pembelajaran portofolio yang tergolong </p> <p style="margin-bottom: 0in;">baru di Indonesia agar para tenaga pengajar bisa memahami dan dapat </p> <p style="margin-bottom: 0in;">menerapkan secara baik di lapangan. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">3. Model pembelajaran berbasis portofolio perlu dikembangkan dan diterapkan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">pada pokok bahasan yang lain. Sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut </p> <p style="margin-bottom: 0in;">sebagai pengembangan penelitian ini. </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> DAFTAR PUSTAKA </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Arikunto Suharsimi., Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jakarta: Bumi Aksara </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas Untuk: Guru. Bandung: Yrama </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Widya </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Portofolio. Bandung: PT. Genesindo </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Fajar, Arnie. 2004. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rosdakarya </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Hugiono dan PK. Poerwantana. 1993. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Cipta </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Munib, Achmad, dkk. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK </p> <p style="margin-bottom: 0in;">UNNES </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Natawidjaja, Rochman dan L.J Moleong. 1985. Psikologi Pendidikan untuk SPG. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Poerwadarminta, WJS. 2002. Kamus Umum bahasa Indonesia. Jakarta: Balai </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pustaka </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Rusoni Elin. 2001. Portofolio dan Paradigma Baru dalam Penilaian Matematika. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">http://www.depdiknas.go.id. (13 Februari 2007) </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Soedarno, dkk. 1998. Pendidikan Ilmu Sosial. Semarang: FPIPS IKIP Semarang </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Soewarso. 2000. Cara-Cara Penyampaian Pendidikan Sejarah untuk </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Sejarah Bangsanya. </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah: Jakarta </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Suharya, Toto. 2007. http://www.duniaguru.com. (20 Agustus 2007) </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">70 71 </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Surapranata, Sumarna dan Muhammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Persada </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Reseach). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Tim Penyusun Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Pelajaran Pengetahuan Sosial SMP dan MTs.Jakarta: Depdiknas </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setyawati. 1993.Upaya Optimalisasi Kegiatan </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Wiryohandoyo, Soedarno, dkk. 1998. Pendidikan Ilmu Sosial. Semarang: FPIPS </p> <p style="margin-bottom: 0in;">IKIP Semarang </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: </p> <p style="margin-bottom: 0in;">Grasindo </p> <p style="margin-bottom: 0in;"> </p>Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-14100221179258897132011-01-09T05:29:00.000-08:002011-01-09T05:31:12.555-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOoVKy7uc0UgJq1lQHKNbm6xWhntrN4FrxJtRkUDT2xAhUXhTw6MFk2w06t-0LaejwOkKxBjcg09OaDQpCPhQ42KHclK9HSHslYiYdKo1bGtUzXxxAU-jB5xDdbTqSEKLpURWKiHMsbSk/s1600/sa.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 133px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOoVKy7uc0UgJq1lQHKNbm6xWhntrN4FrxJtRkUDT2xAhUXhTw6MFk2w06t-0LaejwOkKxBjcg09OaDQpCPhQ42KHclK9HSHslYiYdKo1bGtUzXxxAU-jB5xDdbTqSEKLpURWKiHMsbSk/s200/sa.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5560177904861798098" border="0" /></a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-22708036826867346262011-01-09T05:09:00.000-08:002011-01-09T05:13:43.880-08:00<h3 id="p1"><span>JUDUL PENELITIAN TINDAKAN KELAS</span></h3> <div class="posttext"> <div class="posttext-decorator1"> <div class="posttext-decorator2"> <p><br /><br /><br /><br />PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBAHASA MEMBACA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBL TEKNIK BERCERITA<br /><br /><br /><br />PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBAWAKAN ACARA DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN PENDEKATAN LESSON STUDY PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMPN<br /><br /><br />PEMBELAJARAN PKn MENGGUNAKAN METODE PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA KOMPETENSI DASAR BUDAYA DEMOKRASI<br /><br /><br /><br />PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION DENGAN PENDEKATAN SALINGTEMAS (SAINS-LINGKUNGAN-TEKNOLOGI-MASYARAKAT) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJA ILMIAH DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI<br /><br /><br />PENERAPAN PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN THE 5 E LEARNING CYCLE MODEL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERTANYA GURU DAN SISWA SERTA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII E SMP Negeri<br /><br /><br />PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL, PROBLEM SOLVING DAN STAD PADA MATERI HIDROLISIS GARAM PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI TAHUN AJARAN 2007/2008<br /><br /><br /><br />PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR SEGI EMPAT MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF SISWA KELAS VII-A UPTD SMP NEGERI<br /><br /><br /><br />PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MODEL GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMA<br /><br /><br /><br />UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KIMIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DI KELAS VII-F SMP NEGERI<br /><br /><br /><br /><br />PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF PADA MATA PELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI.IPS.2<br /><br /><br /><br />PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MASALAH EKONOMI INTERNASIONAL PADA MATA PELAJARAN EKONOMI TERHADAP SISWA KELAS XII-IS SMA NEGERI SEMESTER I MELALUI PENERAPAN METODE BERVARIASI<br /><br /><br /><br />PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA KELAS 3 SMP NEGERI TERHADAP KONSEP KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME MELALUI PENDEKATAN INKUIRI TERPIMPIN<br /><br /><br /><br />PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR SEGI EMPAT MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF SISWA KELAS 2 SMP NEGERI<br /><br /><br /><br />PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP HUKUM BACAAN NUN MATI DAN TANWIN SERTA MIM MATI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS 1 PADA SMP NEGERI<br /><br /><br /><br />UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN DALAM PENGUASAAN TEKNIK DASAR LOMPAT JAUH GAYA MENGGANTUNG (SCHNEPER) MELALUI METODE DRILL SISWA KELAS X 2 SEMESTER 1 SMA NEGERI<br /><br /><br /><br />UPAYA MENINGKATKAN APRESIASI SASTRA JAWA PENGENALAN TOKOH WAYANG DENGAN CARA PERMAINAN DALANG SEBAGAI PANCADAN PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI<br /><br /><br /><br />DENGAN MELALUI SIMULASI PERMAINAN DADU YANG UNIK AKAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI SMP<br /><br /><br /><br />MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP KONSEP GELOMBANG MEKANIK MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF MODEL TGT MENGGUNAKAN FIGJIG PADA KELAS III IPA SMA NEGERI<br /><br /><br /><br />PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAKNA KETERBUKAAN DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA PADA SISWA KELAS XI IPA-1 SMA<br /><br /><br />.<br />IMPLEMENTASI TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR TARI PUSPAWRESTI PADA SISWA KELAS VIII D SEMESTER GANJIL SMP NEGERI<br /><br /></p></div></div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2077199874857528671.post-91256261314660057202011-01-09T03:39:00.000-08:002011-01-09T03:40:56.031-08:00PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPATIF PADA MATA PELAJARAN SEJARAH DI KELAS XI.IPS.2 SMA NEGERI BAB IBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang<br />Digulirkannya Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) secara yuridis berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006, mata pelajaran sejarah mengalami pasang surut, karena jam pelajarannya dikurangi menjadi 1 jam pelajaran pada kelas I dan II. Di perparah lagi kelas III hanya program ilmu sosial yang belajar 3 jam pelajaran sedangkan program ilmu alam tidak belajar sama sekali, pada hal siswa yang program ilmu pengetahuan alam banyak memilih program ilmu sosial pada mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.<br />Pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) membawah dampak bagi pengajaran sejarah dengan berkurangnya jam pengajaran sejarah sedangkan materi pengajaran sangat padat, sama saja makanan besar mangkuk kecil.. Dari kerangka dasar ini guru sejarah harus dapat menyiasati pengajaran sejarah dengan tidak mengubah hakikat pembelajaran pengajaran sejarah.<br />Pengajaran sejarah merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan antara guru dan siswa secara timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif dan kondusif untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui proses pengajaran siswa dapat tumbuh menuju ke dewasaan yang optimal, karena dalam pengajaran dapat mengembangkan tiga kemampuan (kompetensi) antara lain: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).<br />Sejarah sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa merupakan gambaran masa lalu manusia sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan lengkap. Masa lalu itu terdiri dari urutan waktu dan fakta yang dilengkapi dengan tafsiran dan penjelasan sehingga memberi pengertian tentang apa yang telah berlalu itu. Dari gambaran masa lalu tersebut manusia dapat belajar urutan masa lalu, kini dan masa yang akan datang. Peristiwa –peristiwa sejarah di masa lalu harusnya menjadi cermin bagi generasi sekarang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Materi ini yang tertuang dalam pengajaran sejarah di sekolah menengah atas.<br />Siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar karena banyak yang tidak memiliki buku teks dan penunjang sejarah untuk mengajar apalagi jumlah jam yang hanya 1 jam pelajaran seminggu, meskipun di SMA Negeri berdasarkan kesepakatan antara kelompok kerja guru sejarah dengan sekolah dijadikan 2 jam pelajaran seminggu tetap juga menjadi problematika pengajaran ini. Nilai pelajaran yang masih rendah ditandai dengan banyaknya nilai siswa di bawah KKM. Pengajarannya kurang diminati siswa dengan penyajian yang monoton, materi pelajaran yang gersang dengan tidak dikemas secara apik, baik dari segi metode maupun media pengajaran, suasana kelas yang kering kerontang dengan tidak banyaknya siswa yang mau bertanya dalam proses pengajaran, siswa kurang berani mengemukakan gagasan dalam kegiatan belajar, kurang peduli di kelas dengan tidak mempunyai catatan apalagi untuk memiliki buku teks dan penunjang, suasana kelas yang tidak bergairah untuk meningkatkan hasil belajar sejarah dengan tidak adanya reward dari guru yang mengajar.<br />Merujuk permasalahan di atas, diperdapat suatu gambaran bahwa penyebabnya adalah sebagian siswa kurang tertarik untuk belajar sejarah dibandingkan dengan eksakta karena pembelajaran yang tidak membangkitkan minat siswa untuk belajar. Pelajaran ini lebih banyak hafalan untuk memahami suatu materi pelajaran meskipun didukung dengan afektif pembelajaran ini. <br />Bertolak dari pengalaman mengajar dan permasalahan yang dijumpai di kelas dengan kurang tertarik belajar sejarah diupayakan dengan suatu tindakan guru untuk mengatasi permasalahan pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar dengan meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar. Model pembelajaran partisipasi dapat mengatasi kesulitan belajar diharapkan pembelajaran lebih bermakna, sehingga siswa senang dan puas dalam belajar. Pembelajaran sejarah akan lebih meransang siswa untuk belajar dengan menggunakan media hand out. Upaya ini akan dapat mengembangkan motivasi untuk belajar kea rah yang lebih baik. Alternatif penelitian tindakan kelas ini sebagai upaya untuk pemecahan masalah dalam mengatasi kebekuan dan kebuntuan pengajaran sejaran yang kurang diminati siswa<br /><br />B. Rumusan Masalah<br />Berdasarkan permasalahan yang serius yang perlu segera diatasi dan ditangani. Penulis melihat permasalahan dan faktor penyebabnya yang dapat dirinci masalah tersebut menjadi masalah penelitian tindakan kelas ini antara lain:<br /><br /><br />Dari segi siswa<br />1). kurangnya prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sejarah yang ditunjukkan nilai siswa yang masih banyak di bawah KKM<br />2) siswa kurang bersemangat dalam belajar<br />3). kurang respon dalam belajar<br />4). tidak mau mencatat materi esensial pelajaran sejarah,<br />Dari segi guru<br />1). Terbatas dalam menggunakan model mengajar yang menarik minat siswa<br />2). Terbatas dalam menggunakan media pengajaran yang menarik<br />3). Kurang berinovasi dalam pembelajaran<br />4). Kurang berupaya untuk memperbaiki proses pengajaran<br />5). Lebih cenderung mengejar target kurikulum dibandingkan proses pengajaran<br />6). Perubahan yang mendasar dengan kurikulum KTSP yang baru dimulai tahun ajaran 2006/2007<br />Untuk itu penulis mencari akar permasalahannya dari pengalaman mengajar sejarah dan mengatasi kesulitan dalam proses belajar, sehingga diharapkan adanya perbaikan proses pengajaran tercapainya hasil belajar yang maksimal. <br />Bertitik tolak dari rincian permasalahan di atas, dilakukankanlah tindakan dengan menggunakan partisipasi belajar dan dirumuskanlah masalah penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut : “Dapatkah ditingkatkan prestasi belajar sejarah dengan menggunakan model pembelajaran partisipasi siswa di Kelas XI IPS.2 SMA Negeri ?.<br /><br />C. Tujuan Penelitian<br />Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk mengungkapkan:<br />1. Perbaikan proses pembelajaran sejarah yang selama monoton dan membosankan dan meningkatkan hasil belajar pengajaran sejarah.<br />2. Gambaran apakah pembelajaran sejarah dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran partisipasi siswa.<br />3. Peningkatan prestasi belajar yang diiringi kemampuan dalam kegiatan belajar mengajar sejarah dan menghasilkan pembelajaran yang bermakna.<br />4. Penggunaan model pembelajaran partisipasi belajar untuk menampilkan pembelajaran yang menyenangkan<br /><br />D. Manfaat Penelitian<br />1. Bagi siswa<br />a. Untuk meingkatkan prestasi belajar sejarah<br />b. Meningkatkan proses belajar sejarah dengan tidak banyak mencatat tetapi memahami konsep-konsep<br />2. Bagi guru<br />a. Dapat berinovasi dalam mengajar dengan berkreasi dalam pembelajaran sejarah<br />b. Dapat berkreasi untuk memperbaiki citra proses pengajaran dan hasil belajar sejarah<br />3. Bagi sekolah<br />a. Meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah ditunjukkan dengan hasil belajar, uji kompetensi dan ujian block<br />b. Meningkatkan standar kriteria ketuntasan minimal pada mata pelajaran sejarah kelas XI IPS.2<br />c. Sebagai bahan masukan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan prestasi belajar.Unknownnoreply@blogger.com1